Novel Fantasi Majava : Sebuah Dunia Berlatar Lokal Sunda

Pada sebuah kerinduan

Dear dearest :


©     Kawaii Angels (Hima & Natha)


©     Vitha-ku


©     Winda


©     Dita, Lusie, Ai, Qori, Aes


©     Vania


©     Kalian yang begitu jauh : Githa, Sari, Rini

©     Specially for you, my undefinision friend’s



        Sudah sejak kecil, aku begitu mengenal kata ‘sahabat’ dan ‘persahabatan’. Sudah begitu lama pula aku didoktrin dengan sejuta kata indah mengenai persahabatan itu. Mengenai sahabat yang akan saling mengisi dan tentu saja, membahagiakan. Sudah lama pula aku begitu terlena dalam nyanyian anak-anak yang begitu indah mengenai sahabat. Ya. Persahabatan dengan seorang atau mungkin, beberapa sahabat itu, memanglah indah.

        Sering sudah begitu banyak waktu yang dilewati bersama-sama. Berbagi banyak cerita yang pastinya akan tertawa atau dipenuhi komentar panjang, saat mengenangnya lagi bersama-sama. Akan ada kisah-kisah lucu dan menarik yang seperti lorong waktu, membawa kita kembali  pada masa dimana tali persahabatan itu benar-benar terlihat kokoh, karena masih bisa sering bertemu.

        Namun, ternyata, indahnya persahabatan itu kurasakan di ujung jalan mendekati persimpangan. Saat jalan menuju dunia yang baru terbuka begitu lebar dan bercabang-cabang. Setiap jalan itu akan aku, dan kamu, lalui sendirian. Berharap di setiap persimpangan itu, menemukan jiwa-jiwa lain yang bisa dijadikan sahabat pada tahap hidup yang selanjutnya.

        Dan muncul sebuah pertanyaan jiwa yang rasanya, begitu menyesakkan untuk kuungkapkan pada mereka.


        “Apa kita akan terus seperti ini? Apa kita akan saling berubah dan meninggalkan satu sama lain? Adakah yang akan menjadi pengkhianat janji yang kita ajukan bersama dulu? Mungkin pengkhianat itu aku! Atau mungkin juga tidak, bukan aku, bukan kamu ataupun kalian.”

        Seiring waktu yang merotasi kehidupan aku dan kamu, juga kita, terjadi perubahan besar pada jiwa masing-masing. Perubahan demi perubahan terjadi. Pemahaman demi pemahaman merasuki diri kita dalam refleksi yang jauh berbeda. Apakah itu nantinya akan membuat ‘koneksi’ kita melemah? Sehingga aku, kamu, dan kita, sulit untuk berempati lagi?

        Ya. Kuakui. Aku juga diliputi kesalahan. Terkadang aku datang sebagai harum yang begitu cepat menguap. Menghapus air matamu, tanpa belajar membantumu untuk sembuh dari luka hatimu. Sama juga denganmu. Aku begitu mengerti segala usaha yang kamu lakukan untukku, namun aku begitu sering membuatmu merasa kurang puas hingga begitu ingin meninggalkanku.


        Lalu apa makna dari persahabatan kita?

        Ya. Aku tidak ingin berkata-kata naif yang akan aku langgar sendiri nantinya.

        Kawan, persahabatan yang terjalin selamanya itu butuh perjuangan mati-matian. Persahabatan itu sama saja seperti perjuangan cinta tanpa dasar nafsu. Mungkin begitulah definisi yang bisa kuucapkan kini, entah bagaimana nantinya. Ataukah kalian punya pendapat lain?

        Atas semua kerinduan yang begitu berat kutahan sendirian ini, kukirimkan pesan singkat ini pada hati kalian. Semoga sinyal cinta kasih kalian masih terkoneksi kuat denganku. Semoga kehadiranku masihlah ada di bilik hati kalian. Semoga senyum dan air mataku, masih ada disana.






Komentar