Hampir
seminggu ini aku memikirkan diskusi antara aku dan dua orang teman dekatku,
Teams. Perdebatan sederhana memang. Tetapi entah mengapa aku jadi banyak
berpikir hingga malam ini akhirnya kuputuskan saja untuk menuliskannya sebagai
postingan di blogku ini.
Perdebatan
itu bermula ketika aku men-
share
artikel yang aku temukan di
VOA. Dalam artikel itu dikatakan bahwa ‘perempuan
bukanlah sejumlah blok monolitik atau "kelompok kepentingan" dan
tidak semestinya diperlakukan seperti itu. Dikatakan, tantangan yang dihadapi
perempuan mempengaruhi semua orang’, ungkap Obama.
Di
jaman semodern ini, posisi perempuan dalam lingkungan masyarakat masihlah
berkutat pada fungsi maintenance.
Dimana perempuan dijadikan sosok yang akan selalu bekerja di rumah, mengasuh
anak-anak, melayani suami, walaupun sudah banyak pula kaum perempaun yang telah
keluar dari kondisi tersebut dan merambah ke bidang lain yang telah lebih dulu
dikuasai oleh kaum laki-laki.
“Tapi
perempuan itu lebih baik berada di dalam rumah, mengurus suami dan anak-anak.
Kalau mereka sudah menikah, surga mereka akan ada di ridho suaminya. Laki-laki
itu pemimpin dan nggak ada yang bisa merubahnya. Perempuan itu seharusnya mampu
menjadi pendamping yang baik.” Itulah ungkapan salah seorang temanku.
“Perempuan
di jaman sekarang ini egois. Dia selalu menganggap dirinya lemah hanya agar
dapat perhatian lebih. Padahal dimata Tuhan, laki-laki dan perempuan itu sama
saja. Kalau dia mau jadi presiden sekalipun, silahkan saja! Tapi jangan pernah
lupa kalau tugas utamanya di dunia ini adalah untuk menjaga keberlangsungan
kehidupan, sebagai pendamping yang baik untuk suaminya, melahirkan calon
penerus yang hebat. Apa kurangnya? Tuhan sudah adil membagi tugas laki-laki dan
perempuan kan?” pendapat temanku yang satunya lagi.
“Bagaimana
dengan pelecehan yang sering terjadi pada kaum perempuan?” cetusku.
“Jika
perempuan menghormati dirinya sendiri, maka kaum laki-laki juga akan
menghormati. Maksudku, kaum laki-laki yang dibesarkan oleh perempuan yang
mengajarkan mereka bagaimana cara menghormati.” Bantah temanku.
“Berarti
banyak hal yang ada di dunia ini ditentukan kaum perempuan?”
“Ya.
Tuhan menciptakan Hawa untuk mendampingi Adam kan? Hawa dapat menjerumuskan,
dapat juga melindungi. Nah, kalau perempuan nggak mau didiskriminasi, tunjukkan
kalau perempaun mampu. Laki-laki juga akan segan. Tapi, tunjukkan dengan cara
yang anggun ya.”
Sampai
saat ini, jujur saja, sulit sekali bagiku untuk mencerna kata-kata mereka itu.
Terkesan sederhana tapi ternyata....
Aku
sendiri akhirnya termenung, bahkan sampai memikirkan hal ini berhari-hari. Memang
benar kalau mereka – sebagai laki-laki – menganggap demikian, dan aku tidak
mengatakan itu semua salah. Benar, setiap orang memiliki point of view yang berbeda dengan orang lainnya di sekitar mereka. Sehingga
satu titik yang sebaiknya dimiliki setiap orang adalah rasa saling menghormati
dan menghargai saja. Simple kan?
Dan
mengenai diskriminasi yang dirasakan oleh kaum perempuan. Bahkan di negeri yang
sedang mengalami konflik seperti Yaman, sosok perempuan sanggup muncul sebagai
penopang.
Nadia Abdullah, seorang
citizen
journalist yang dengan restu ayahnya sendiri, keluar untuk
mendokumentasikan pemberontakan yang terjadi di sekitarnya. Apakah ini artinya
dia mengalami diskriminasi? Menurutku tidak.
Ya.
Perbedaan budaya memang bisa mempengaruhi banyak hal. Bahkan mempengaruhi
posisi kaum perempuan dalam lingkungan itu. Tetapi, perempuan dan seluruh
dayanya, mampu menyatukan ragam hal dan memperindahnya. Sungguh perempuan tidak
akan mengalami diskriminasi, jika dirinya sendiri mampu menunjukkan keanggunan
budinya, dan beruntunglah bagi perempuan yang hidup dan dibesarkan di
lingkungan yang baik.
Notes :
Bersyukur aku dilahirkan ke dunia
ini sebagai perempuan. Rasa syukur itu pulalah yang tertuang dalam antologi
pertamaku Perempaun Itu ... Sesuatu
Komentar
Posting Komentar