Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

When I Miss You


Judul      : When... I Miss You
ISBN       : 978-602-20209-4-3
Harga     : Rp. 30.000,- (Belum termasuk Ongkos Kirim)
Penulis    : Eva Sri Rahayu | Endang SSn |  Ika Endaryani
                | Ceng Ahmar Syamsi | Kamal Agusta         
                | Zya Verani | Ragil Kuning| Endah Wahyuni
                | Akarui Cha | Chie Chera | Dian A. Yuan
                | Vivie  Hardika | Bayu Rhamadani | Sahartina Jufri
                | Angri Saputra | Arniyati Saleh | Atfa Mufida
                | Avioleta Zahra | Ayu Ira Kurnia | Bintang Kirana
                | El Fasya | Mukhammad Nailul 
                | Rainif  Vanesa | Zahara Putri |


Cover:

Sinopsis :
            Setiap orang pernah merasa RINDU.
Saat itu, dada sepertinya penuh sesak, hingga sulit untuk bernapas. Saat merasa rindu, otak dan hati kita bersatu, tertuju pada satu "DIA".
            Lalu apa yang akan kamu lakukan saat merasakan rindu? Mengatakannya? Menemui orang yang dirindukan? Atau menyimpannya saja di dalam hati?
            Mengeja rindu adalah mengecap banyak rasa. Penantian, bahagia, kecewa, dan penuh harap. Rindu datang saat menanti. Menunggu untuk bertemu, menuntaskan segala yang ingin diucapkan dan dilakukan.
            Rindu datang karena cinta, karena sayang, karena ingin bertemu. Karena itu, nikmatilah rindu saat dia datang. Meskipun menyiksa, meskipun merapuhkan, meskipun membuat jantung berdetak cepat. Karena rindu tetaplah indah. Karena rindu membuat pertemuan menjadi bermakna.
            Sekarang, nikmatilah segala campuran rasa dalam rindu di buku ini. Kamu akan bersyukur karena masih dapat merasakan rindu.


Cuplikan Cerpen:

            Lama-lama aku seperti ketagihan untuk bertemu dengannya, selalu memikirkannya, dan selalu membayangkan senyumnya. Ada rasa rindu yang menggedor hatiku bila sehari saja kami tidak bertemu. Seperti hari ini, ketika aku dengan susah payah menyempatkan diri datang ke taman untuk bertemu dengannya. Tapi Andri tidak juga datang. Satu jam, dua jam, hingga hari telah gelap, bayangannya tetap tidak muncul. Dengan sedih aku menggurat tanah yang tidak ditumbuhi rumput di dekat pohon, menuliskan pesan untuknya. Singkat saja, hanya “aku rindu”.
            Esoknya, ketika aku kembali ke sana, di tempat yang sama tempat aku menulis pesan itu, sudah tertulis pesan baru. Sepertinya si penulis pesan sangat sadar bahwa tulisanku itu untuknya. “Aku juga rindu. Maaf, kemarin aku tidak bisa datang. Aku sedang UTS. Sekarang pun aku hanya datang untuk memberi pesan padamu.”
            Membaca pesan itu, hatiku sakit. Aku sadar betul, hatiku telah dicuri olehnya. Bukan, lebih tepatnya, akulah yang memberikannya. Dan bolehkah aku berharap dia merasakan hal yang sama? Pertanyaan retoris yang begitu jelas jawabannya. Tentu perasaan ini harus segera dibunuh, dihancurkan hingga tidak bersisa. Tapi alih-alih mati, dia malah tumbuh semakin subur. Sambil menangis, aku kembali menggurat pesan untuknya, kali ini lewat bait-bait puisi.
            Aku tidak pernah mengundangmu hadir dalam hidupk. Kau datang sendiri membelokkan jalanku. Iini bukan sayang, apalagi cinta, ini hanyalah rasa tanpa nama.
            Hari selanjutnya, kami tidak juga bertemu, tapi aku menemukan kembali pesan yang digurat di atas tanah. Pesan itu berisi “Aku tahu hatimu, karena aku pun begitu. Aku menulis sebuah puisi untukmu.
            Bersandar air pada awan. Diceraikan mendung pada waktunya. Gamang hanyalah perantara. Agar hujan tak turun sia-sia.
            Membaca itu, air mata haru mengalir. Hatiku dipenuhi sejuta jenis bunga. Aku sedang jatuh cinta, dan dia merasakan hal yang sama.
(Pada Oktober, Eva SRI Rahayu)


            Laras masih tak habis fikir. Dipandanginya sahabat karibnya itu dengan penuh telisik. Ada yang mengusik tapi tak hendak ia pertanyakan. Jemarinya bergerak dengan lincah, mengutak-atik beberapa situs hingga tanpa sengaja dia menemukan akun sang Lelaki Hujan itu. Tanpa sepengetahuan Winda, Laras mencari tahu.
            “Langit selalu memberiku sajian istimewa. Bertemu dengannya malam ini adalah sebuah keindahan tak terlukis. Aku rindu, selalu merindukan langit. Hujan yang menyapa adalah bisikan cintaNya yang tak pernah ingin aku tolak. Tak bisa, selalu tak bisa. Sebab aku tahu pada masa berikutnya, pelangi akan mengajakku ke taman-taman penuh rindu”
            Tak biasa, Laras bergumam. Kalimat-kalimat yang ditulis lelaki itu dalam beberapa statusnya sungguh luar biasa. Bukan rindu biasa, bukan pula cinta yang biasa.
            “Win, kamu salah kalau harus me-remove orang seperti dia. Sangat salah.”
(Jejak Langit Sang Perindu, Endang SSn)


            Kelopak-kelopak rindu yang telah lama terpupuk dan siap untuk bermekaran, seketika melayu. Kelopak-kelopak rindu itu kering. Satu-persatu mulai berguguran dan jatuh pada lubang hatiku yang menghitam. Penantian akan mekarnya kelopak-kelopak rindu hanya sebatas harapan.
            Aku mencoba mengemasi kembali kelopak-kelopak rindu yang berserakan. Namun, kelopak-kelopak rindu itu tak kan mampu disatukan dan mekar lagi. Napas kehidupan kelopak-kelopak rindu itu telah terenggut oleh ketidakberdayaan.
(Kelopak Kerinduan, Kamal Agusta)


            Masih banyak lagi Cerpen, Cermin, Puisi, dan Kata-kata indah yang terangkai atas nama RINDU.
           
Silahkan pesan melalui nomor 08568274828
Jangan lupa dengan mengetik format : WIMY #Nama #Alamat #Jumlah pesanan
Aku tunggu lho ya..

Komentar

Posting Komentar