Memang
nggak ada habisnya kalau bercerita tentang kota tercinta saya, Bogor. Di kota
sejuk ini (walaupun sekarang mulai beranjak semakin menghangat saja), selalu
saja ada hal baru yang menyenangkan. Bogor banget gitu!
Pada
tanggal 10 Juni kemarin, di jalan Tegar Beriman, saya dan sejumlah teman saya
dari Sanggar Ligar Mandiri, binaan Teteh Hayatun Nisa (Teh Ica), kembali
meramaikan helaran (festival budaya) disana. Kami mewakili Kecamatan Ciomas,
tempat Sanggar kami berada.
Ajaib!
Itulah kata pertama yang saya ucapkan ketika salah eorang pengurus di Sanggar,
Bi Neneng, mengirimkan SMS pada saya pagi itu. Kurang lebih, isi SMS-nya
mengatakan bahwa foto kami saat di helaran kemarin, muncul di koran Radar
Bogor. Dan kagetnya lagi, saya ada di dalam gambar itu. Satu pertanyaan lagi
yang berseliweran setelah menemukan gambar itu. “Apa ya alasan editornya
memilih gambar kami? Apa kostum kami dan bakul itu menggambarkan masyarakat
Bogor banget?” Ups!
“Beneran,
Bi? Serius?” celetukku. Hal yang sama seperti yang saya utarakan ketika Teh Ica
meminta saya datang ke Sanggar untuk berlatih tarian yang khusus di tampilkan
saat helaran. Kala itu pun, saya mengirimkan balasan SMS yang hampir senada.
Saya nggak percaya, ternyata tahun ini saya diberikan kepercayaan oleh Teh Ica
untuk menunjukkan kebolehan saya disana, di depan banyak sekali warga Bogor
yang akan menyemuti jalan Tegar Beriman, juga disaksikan Bupati Bogor.
Disana,
di jalan Tegar Beriman, tepatnya di stand bernomor 19, saya dan delapan orang
teman saya menunjukkan kemampuan menari kami. Tarian yang khusus kami bawakan
untuk helaran kali ini berjudul ‘Tukang Ndul’. Hmm..sedikit aneh memang. Tarian
ini mengisahkan tentang para penjual makanan yang masih tetap ada di kawasan
Ciomas, yang begitu setia menjajakkan
dagangannya dengan nampah yang dibawa di atas kepala mereka, di antara bangunan
toko swalayan yang semakin menjamur di wilayah Ciomas. Tidakkah mereka merasa
tersingkir di jaman yang dikatakan semakin modern ini? Sampai kapankah mereka
bertahan dengan nampah dan dagangan mereka, sementara kini lebih banyak orang
yang memilih membeli roti daripada kue yang dijajakkan oleh mereka? Itulah
pertanyaan yang ingin kami ajukan dari tarian ini.
Selain
menampilkan tarian utama kami, Tukang Ndul, yang kami lakukan hampir sebanyak 5
kali putaran, kami juga menampilkan tarian lainnya yang kami kuasai di
sela-sela waktu istirahat. Ada yang menari Jaipong ‘Sekar Panggung’, Sancang
Gugat’, ‘Midua Hate’, dan lainnya. Sementara para penabuh gendang kami
mengiringi kami dengan beberapa kata-kata penyemangat yang memancing penonton
semakin menyemut di depan stand kami. Bahkan, salah satu pemain gendang kami,
Haris, ikut menari disela-sela waktu istirahat tersebut. Video Haris Ramdani
(finalis Indosat Mobile Academy 2012) yang ikut menari kala itu, dapat kamu
lihat lengkapnya
disini.
Semoga
hiburan yang kami sajikan kepada masyarakat menyisakan kesan yang mendalam di
hati mereka. Salam budaya!!!
hidup bgooor~ (>O<)7
BalasHapuscieeh yg msuk koran~~ *colek cha*
HIDUP!!!
HapusAhahaha...kecamatan Ciomas gitu
*lebay dikit*
makasih banyak Ishe >.<