Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Kalau Merokok Jangan Disini!

Teringat kejadian beberapa bulan yang lalu, saat saya masih menjadi mahasiswa bimbingan Ibu Sri Setya Handayani, dosen pengajar Kapita Selekta Ekonomi Manajemen di kampus saya. Kala itu, sehabis mata kuliah beliau berakhir, sebagian mahasiswa memilih segera keluar dari ruang kelas. Mumet dengan materi yang disampaikan, katanya.
              
Berbeda dengan teman-teman saya yang kebanyakan laki-laki, saya masih betah berlama-lama di ruang kelas sambil mengobrol dengan dosen saya itu. Beliau, dengan style-nya yang fashionable, juga gaya bicaranya yang menyenangkan, membuat saya tak habis-habisnya mengajukan pertanyaan pada beliau. Pertanyaan yang berhubungan dengan materi kuliah yang baru saja beliau sampaikan siang itu, tentunya.
                
Setelah Ibu Sri – begitu kami biasa menyapanya – selesai merapikan laptop dan berkas-berkas lain di meja dosen, saya dan beberapa teman saya yang kebetulan perempuan semua, mengikuti langkah beliau menuju ke pintu keluar ruang kelas.
                
Sampai di depan pintu, jelas terlihat oleh saya, Ibu Sri mengibaskan tangannya pelan di dekat hidungnya. Lalu mata lembutnya memutari sepanjang koridor dan tertumbuk pada sosok seorang mahasiswa berkacamata yang sedang duduk berjongkok di salah satu sudut koridor. Mahasiswa berkacamata yang tergolong cerdas di kelas kami itu pun, dengan nikmatnya sedang menghembuskan asap rokok yang dihisapnya, tinggi-tinggi ke langit-langit.
                “
Hey, kamu!” tegur Bu Sri dengan suara tenangnya.
                
Sontak saja, kami semua yang ada disana langsung memperhatikan wajah Bu Sri yang tampak kesal.
                
Langkah Bu Sri tegas, menuju ke mahasiswa berkacamata itu, menepuk pundaknya dan menyuruhnya mematikan rokoknya dengan hanya menatapnya saja.
                
“Kamu nggak lihat tulisan itu?” tanyanya halus.
                
Saya yang kebetulan tidak berada begitu jauh dari sosok mungil Bu Sri, ikut memperhatikan arah telunjuk beliau. Sebuah plakat peringatan yang ditempel  tepat di atas kusen jendela gedung berlantai empat ini, bertuliskan “Dilarang Merokok di Koridor Kampus’. Dan, sang mahasiswa tepat berjongkok di bawahnya.

(sumber : emilyakhya.wordpress.com)
                
Ketika membaca salah satu artikel di situs VOA yang berjudul ‘Bali Berlakukan PerdaKawasan Tanpa Rokok’, membuat saya kembali teringat kejadian itu. Begitu jelas tergambar di ingatan saya, betapa banyaknya perokok yang menikmati hirupan mereka di sembarang tempat, bahkan tanpa mengindahkan keberadaan orang lain di sekitarnya.
                
Seperti artikel dari situs yang sama – VOA Indonesia – yang diterbitkan pada bulan Februari dengan judul ‘Polusi Udara Bisa Akibatkan Penurunan Daya Pikir’, memancing saya untuk mencari tahu lebih jauh mengenai dampak dari asap rokok ini.
                
Asap rokok merupakan salah satu jenis dari polusi udara. Mungkin ini terdengar lucu, tapi begitulah menurut pendapat saya. Polusi merupakan kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Nah, salahkan jika saya menganggap kalau asap rokok merupakan pulusi udara lokal? Saya berpendapat demikian, karena pengaruh asap yang dapat mengganggu kenyaman orang lain ini, berada dalam radius yang tidak terlalu luas.
                
Seperti kisah yang saya tuturkan di atas. Ketika di kampus saya diberlakukan kawasan tanpa rokok, tetap saja ada mahasiswa yang malah terang-terangan merokok di bawah papan peringatan tersebut. Padahal, asap rokok yang dihembuskannya, tidak hanya menaikkan resiko penurunan daya ingat bagi dirinya. Bahkan lebih besar bagi para perokok pasif yang ada di sekitarnya. Pantas saja kalau para perokok kadang lupa untuk mengindahkan papan peringatan ‘Dilarang Merokok’ yang terpampang di sekitar mereka.
                
Salahkah jika saya berkesimpulan, banyaknya jumlah perokok di suatu negara, akan meningkatkan jumlah penderita kepikunan di usia dini? Padahal, menurut para perokok, merokok dapat meningkatkan fokus mereka dalam berpikir. Lalu, bagaimana dengan orang lain yang terpapar asap rokok mereka? Apakah menimbulkan efek yang sama? Sepertinya tidak. Dan apakah hal seperti itu bisa dikatakan sebagai sikap ‘menghargai orang lain’? Saya masih menyangsikan hal ini.
                
Entahlah. Mungkin di negara kita ini, merokok sudah begitu mengakar-budaya dan menjadi gaya hidup. Dan sepertinya, pemberlakuan ‘Tempat Khusus Merokok’ atau ‘Kawasan Tanpa Rokok’ ini, hanya akan dipatuhi sebentar dan segera diacuhkan kembali. Ternyata, kesadaran yang tinggi dari setiap individu, merupakan kekuatan utama untuk memuluskan peraturan ini. Semoga.

Komentar

  1. hahaha,
    iyah cha .. dan anehnya mereka gak ngerasa malu, tapi 'bangga' =___=" gua gk masalah klo mereka mau ngerokok, asal tau tempat aja :DD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju Roi
      Emmm bangetttttt
      Mereka tuh pada ngerasa 'laki banget'yang 'berani nantangin' gitu ya kalo uah ngerokok di sembarang tempat. Iyeuh.

      Hapus

Posting Komentar