Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

I am in love at November


rintihhati.blogspot.com

                Welcome December. Today, I saw a sweet rainy day in my home town. This is the last month in 2012 and I wish, it will be the best month.
                Hikmah dari sebuah hal kecil itu nggak kita pelajari sekali saja, lalu akan abadi selamanya. Tetapi ... belajar merupakan sebuah tuntutan akan kontinuitas. Bahkan kamu yang sudah tak bersekolah atau kuliah pun, masih harus banyak belajar. Tuhan, dengan segala keluarbiasaannya, mengajarkan kita satu atau beberapa hal setiap harinya. Sadar atau tidak, it works to you.
                In the middle on November, bulan itu menjadi bulan perenungan bagi saya. Bulan yang menempatkan saya layaknya seorang gadis kecil yang masih sangat butuh bimbingan ekstra setiap harinya. Ada sebuah teguran manis yang dihadiahkan oleh Teh Hayatun Nisa, pemilik Sanggar Seni Ligar Mandiri –tempat saya berlatih tari tradisional Jawa Barat- ketika saya diberikan kesempatan untuk menjadi penari Lengser, pengiring upacara adat pernikahan Sunda.
                Di kala pertama saya ditugasi hal itu, saya dituntut untuk lebih luwes dalam menari. Lebih perhatian dan siap dengan berbagai kemungkinan tak terduga di tempat resepsi berlangsung. Saya gugup juga, ketika harus menari mengiringi langkah pengantin laki-laki menuju ke pelaminan. Penonton terasa begitu dekat, bahkan mereka dapat melihat langsung setiap kesalahan gerak yang saya buat. Setiap ketidakkompakan yang tercipta, bisa terekam seumur hidup bagi kedua pengantin dan keluarga besar mereka. Nama sanggar pun ditentukan di tangan kami sebagai penarinya. Namun, beruntunglah saya, karena Teh Ica –begitulah kami biasa menyapa pemimpin sanggar kami ini- menenangkan saya, menyemangati, berkata bahwa kami sebagai penari lebih mengerti gerakan yang kami lakukan. Penonton tak akan tahu apa-apa jika saya percaya pada diri saya sendiri. Hasilnya? Memuaskan!
                Tetapi di kali kedua, hhh ... kali ini saya memang salah. Sedari pagi buta, saya sudah diperingatkan untuk segera berangkat ke sanggar. Penari memang butuh banyak persiapan sebelum naik ke atas panggung bukan? Tidak ada yang instan. Begitulah sedikit hikmah yang kudapat. Butuh banyak latihan, proses menuju kematangan, jika ingin semua berjalan perfect dan maksimal.
                Saya terlambat datang ke sanggar. Ternyata keterlambatan yang tak sampai setengah jam itu, berakibat fatal. Mood saya berantakan karena diberi peringatan halus. Ya ... hanya ucapan yang layaknya memperingati gadis kecil untuk tidak bermain air di kamar mandi terlalu lama. Begitulah. Hingga tugas saya yang awalnya ditugasi sebagai leader, berubah menjadi penari yang diletakkan di barisan paling belakang.
                Thats not a big problem. Tentu saja itulah konsekuensi yang pantas saya terima atas ketidakdisiplinan saya sebelumnya. Tetapi perubahan tiba-tiba itu, bagi saya, mengacaukan segalanya. Teman saya yang ditugasi menggantikan tugas saya, sama gugupnya, dan hasilnya tak semulus yang diharapkan. Namun, saya senang karena dari tempat saya yang ditentukan di detik-detik terakhir itu, saya dapat lebih menikmati gerakan saya.
                Terima kasih atas begitu banyak ungkapan cinta yang saya terima di bulan November. Cinta memang tak selalu ditunjukkan dengan cara yang manis dan menyenangkan hati, tetapi lebih sering dari teguran lembut yang membuat sebuah jiwa menjadi lebih baik. Sebab Tuhan yang Maha Baik, menitipkan refleksi cintanya melalui banyak orang di sekitar.

Komentar