Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

A Mommy is A Storybook



               Pagi ini, ada seorang adik perempuan kecil yang berdiri di depan pintu pagar rumahku. Umurnya mungkin berkisar empat tahunan. Badannya mungil dan kurus, sementara rambutnya tipis kecoklatan dengan wajah polos yang memelas.
                “Minta sedekah.” Begitulah sapanya padaku yang sedang sibuk membantu Aldila dan Gea, kedua adikku yang akan berangkat ke sekolah. “Minta sedekah!” ujarnya lagi ketika dia aku dekati.
                Mama yang sedang sibuk menyiapkan dirinya untuk berangkat ke kampusnya pun, beranjak ke pintu depan dan mengulurkan uang untuknya padaku. Sempat Mama memintaku mengawasi kepergian si adik kecil. Aneh rasanya kalau anak sekecil itu keluar rumah tanpa ditemani siapapun.
                Tak lama, Mama mengantarkan kedua adikku ke sekolah. Namun, sepulangnya mengantar, Mama memasang wajah sedih. Mama menghela napas sambil duduk di teras.
                “Tadi di jalan, Mama lihat anak kecil yang minta sedekah itu sama ibunya. Bayangin Cha, masa ibunya masih muda, cantik, segar bugar gitu, nyuruh anaknya minta sedekah. Tadi juga Mama sempat dengar ibunya marahin anaknya.” Mama mulai bercerita. “Hey kamu, baru tahu kan sekarang rasanya cari uang! Susah kan? Kalo cari uang itu, jangan malu-malu!” lanjut Mama, menirukan ucapan si ibu yang tadi dilihatnya di tepi jalan depan komplek perumahan kami.
                Aku terkejut, sama seperti Mama yang masih sibuk menghela napas dan geleng-geleng kepala.
                “Ya Allah, kasihan banget itu anak kecil. Masih umur segitu udah diajarin bohongin orang sama ibunya. Ya Rabb, astagfirullah, nanti kalo udah besar dia jadi kayak apa ya? Kasihan Mama lihatnya.” celetuk Mama sembari membenarkan seragam putih-putihnya. “Memangnya ibunya itu nggak bisa kerja apa? Kerjaan kan banyak, asal jangan suruh anaknya minta-minta.”
                Sebelum Mama akhirnya berangkat ke kampusnya, Mama masih berceloteh panjang, mengingatkan aku pada cerita-cerita Papa saat aku kecil, setiap kali Papa gemas melihat tingkahku yang senang meniru kebiasaan Mama. Bukankah anak perempuan senang meniru ibunya?
                Aku jadi ingat celetukan lucu Papa di dalam mobil kami malam itu, sepulangnya kami dari liburan singkat yang direncanakan Mama untuk merayakan ulang tahun Papa. Celetukan yang aku dan adik-adikku sebut sebagai rayuan gombal tingkat alam semesta. “Kamu itu buku cerita yang paling seru dibaca oleh anak-anak kita.”
               

Komentar

Posting Komentar