Argo
Lawu malam membawaku pada sebuah pembuktian bahwa cinta dari keluarga lebih
mampu menaklukan segala ketakutan yang menumpuk-numpuk, dan yang serinng
meminta aku untuk mundur dari sebuah keputusan besar yang telah kubuat dengan
mudah.
Apa
yang Papa dan Mama tak perjuangkan untukku? Semuanya! Bila ada jiwa yang ingin
menginjakku, menjatuhkanku, mereka adalah tameng terkuat yang mati-matian
memperjuangkanku.
Mama
rela membuatkan bekal makan untukku, karena takut aku makan sembarangan di luar
sana. Papa, walaupun seharian kemarin dia sudah cukup lelah, belum lagi usianya
yang tak bisa disebut muda menjadi salah satu faktor yang membuatnya mudah
sakit, tapi Papa lebih memilih mengantarkan aku hingga ke stasiun Gambir,
menungguiku hingga sebelum keretaku bertolak menuju Solo Balapan. Papa pun
menitipkan pesan sayangnya di ponselku saat perpisahan kami. Tuhan, nikmat mana
lagi yang harus aku dustakan? Mimpi mana lagi yang dengan bodohnya mau
kusia-siakan?
Malam
itu, untuk pertama kalinya aku memaksa diriku sendiri untuk melakukan
perjalanan jarak jauh sendirian. Semalaman berada dalam kondisi tak nyaman, bahkan
memancing airmataku jatuh berkali-kali akibat rasa haru. Ah, kemanapun aku
pergi, jikapun belum sampai aku sudah lebih dulu merindukan rumah.
Semalaman
aku tak bisa tidur, bahkan hingga aku menulis tulisan ini, aku baru tidur
selama 2 jam. Ah, perjuangan! Mama, Papa, doamu menyertai mimpi-mimpi besarku.
Aku tahu ... selalu tahu itu.
Komentar
Posting Komentar