Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Melewati Malam di Argo Lawu



                Argo Lawu malam membawaku pada sebuah pembuktian bahwa cinta dari keluarga lebih mampu menaklukan segala ketakutan yang menumpuk-numpuk, dan yang serinng meminta aku untuk mundur dari sebuah keputusan besar yang telah kubuat dengan mudah.
          Apa yang Papa dan Mama tak perjuangkan untukku? Semuanya! Bila ada jiwa yang ingin menginjakku, menjatuhkanku, mereka adalah tameng terkuat yang mati-matian memperjuangkanku.
          Mama rela membuatkan bekal makan untukku, karena takut aku makan sembarangan di luar sana. Papa, walaupun seharian kemarin dia sudah cukup lelah, belum lagi usianya yang tak bisa disebut muda menjadi salah satu faktor yang membuatnya mudah sakit, tapi Papa lebih memilih mengantarkan aku hingga ke stasiun Gambir, menungguiku hingga sebelum keretaku bertolak menuju Solo Balapan. Papa pun menitipkan pesan sayangnya di ponselku saat perpisahan kami. Tuhan, nikmat mana lagi yang harus aku dustakan? Mimpi mana lagi yang dengan bodohnya mau kusia-siakan?
          Malam itu, untuk pertama kalinya aku memaksa diriku sendiri untuk melakukan perjalanan jarak jauh sendirian. Semalaman berada dalam kondisi tak nyaman, bahkan memancing airmataku jatuh berkali-kali akibat rasa haru. Ah, kemanapun aku pergi, jikapun belum sampai aku sudah lebih dulu merindukan rumah.
          Semalaman aku tak bisa tidur, bahkan hingga aku menulis tulisan ini, aku baru tidur selama 2 jam. Ah, perjuangan! Mama, Papa, doamu menyertai mimpi-mimpi besarku. Aku tahu ... selalu tahu itu.

Komentar