Dunia
ini abu-abu, Tomodachi. So grey. Too grey. Sebab orang lain begitu mudah
menilai seseorang dengan tingkah polah yang terkadang nggak mencoba di
dalaminya. Judge a person with its cover. I mean, bukan cover dalam artian
penampilan ya. Sering juga dari sikap seseorang, pilihan hidupnya, tanpa ada
yang sadar sedalam apa pemikirannya. Kenapa aku sampai menuliskan demikian? Ah,
aku sangat bergairah untuk menceritakannya pada kalian, Tomodachi.
Ambil
saja aku sebagai contohnya. Hmm ... sebenarnya ini curhat terselubung. Setiap
hari, aku bersikap layaknya anak-anak, mudah tertawa, dan mungkin ada yang menganggap aku ‘gila’ karena
seolah aku nggak punya kesedihan dalam keseharianku. Ya, anggap saja demikian.
Apakah
ada yang tahu, apa saja yang bergejolak dalam pikiranku di satu malam?
Bagaimana aku memikirkan segudang impianku? Sadarkah, bahwa diam-diam aku juga
menyembunyikan ‘kesakitan’ yang kupunya dan menjadikannya lelucon? Aku selalu
berpikir, kehidupan ini bisa menjadi berwarna ‘cerah’ jika aku memandang dengan
mata berbinar dan senyuman lebar. Naif bukan? Tetapi segala sedih dan senang
yang pernah menjadi jejak keberadaanku di dunia –masa-masa kecilku—mengajarkan
aku, bahwa dunia ini tergantung dari sudut pandang mana kamu memandangnya.
Kini,
apa aku ini terlewat kekanakan? Nggak bisa berpikir dan bersikap dewasa? Lalu
apakah egois dan memaksakan pedapat, semudah itu memuntahkan kalimat mengenai
diri orang lain yang dilihatnya dari permukaan saja, mencampuri urusan-urusan
dan privasi seseorang, mencela dan menilai negatif dengan mudah, itu artinya
dewasa? Terserah. Anggap saja aku kekanakan kalau memang begitu yang kalian
temukan.
Bagiku,
dunia ini abu-abu. Aku ijinkan sebebasnya kalian melihat, apakah warna diriku.
Ijinkan pula, sebebasnya, sekelilingmu melihat warnamu. Tapi, sesungguhnya kamu
punya warna sendiri, warna yang cukup kamu bagi dengan dirimu, Tuhan, kedua
orangtuamu, juga seseorang di masa depanmu.
Setiap orang punya warna berbeda yang unik ya
BalasHapusBanget, Hanna ^.~
Hapus