Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Little Tokyo dan Lautan Manusia

Keluar dari Blok M Square, sejauh mataku memandang, hanya ada orang-orang yang lalu-lalang. Berkerumun. Menyemut di sepanjang jalan Little Tokyo, sekitar kawasan Melawai.  Stand beratap payung ada dimana-mana, menutupi berbagai restaurant Jepang yang ada di sepanjang jalan. Wajah-wajah yang ditangkap mataku, bukan hanya anak muda pribumi, melainkan juga warga Jepang asli. Sementara sepasukan Mikoshi sedang sibuk mempersiapkan diri.




                
Memberanikan diri turun ke jalan, berbaur dengan begitu banyak orang yang sedang penasaran menunggu atraksi Mikoshi, perhatianku teralih sedikit pada sebuah spanduk yang tampak biasa saja. Terpasang di salah satu gedung yang tak terlalu menjadi perhatian pengunjung. Tetapi spanduk itu, seolah mengucapkan ‘selamat datang, Cha!’ padaku. It’s time to jump. Tema dari Ennichisai tahun ini.


               
Kemudian ... serombongan Mikoshi lewat di depanku, membuat kerumunan di sekitarku semakin padat. Beberapa turis dan warga lokal sibuk merekam gambar.


               
Mikoshi sendiri merupakan salah satu budaya khas Jepang. Mikoshi adalah kuil kecil yang bisa dibawa kemana-mana (portable), dan tradisi ini berasal dari ajaran Shinto. Rombongan Mikoshi terdiri dari rombongan anak-anak, gadis-gadis, para lelaki, dan juga para penabuh taiko (gendang Jepang). Sementara para lelaki di barisan belakang, sebelum kereta taiko, mengangkat dashi (kereta kencana), dan dua orang lelaki berdiri di atasnya sambil memegang kipas kecil dan menari-nari. Kuil yang diangkat dengan dua bilah kayu besar ini, merupakan lambang dari kendraan para dewa untuk menuju kuil sementara, saat festival berlangsung. Kali ini, Mikoshi dibawa dengan cara Dokkoi. Dimana para pemanggulnya berjalan lambat, menggoyangkan Mikoshi naik-turun, sembari berteriak, “sorya sorya sorya!” sepanjang jalan.




               
Semakin beranjak malam, pengunjung semakin ramai berdatangan. Terutama saat pertunjukan taiko di panggung. Sesak sekali oleh penonton.


                
Sebelum memutuskan kembali pulang, aku menyempatkan diri mengunjungi kereta taiko Mikoshi yang terparkir manis di depan pintu Berlian 2 Blok M Square. Sekedar berjanji untuk datang lagi esok harinya.
                
Dan tadaaaaa .... Di hari kedua Ennichisai, Kemeriahan semakin terasa. Sambutan senang dari para penari Awa Odori yang ikut mengajakku menari bersama. Juga berbagai pertunjukan seru lainnya di panggung utama. Sampai aku nggak ingin buru-buru pulang, sebab bertemu dengan banyak sekali cosplayer yang memerankan tokoh-tokoh anime kesukaanku.










                
Yeah! It’s time to jump.
                
Dua hari yang menyenangkan di Little Tokyo. Dua hari yang menambah pengetahuanku tentang budaya Jepang. Dua hari, setiap kali aku melirik, ada saja orang-orang Jepang yang bercakap-cakap, berbaur dengan orang-orang Indonesia. Dua hari berada di tengah lautan manusia. Dan dua hari yang ... SUGOI SUTEKI!

Komentar