Lagi-lagi,
aku menemukan sebuah rasa lain dari monumen kebanggan Indonesia, Monumen
Nasional (Monas). Rasa yang ajaibnya selalu saja berbeda, tiap kali aku
menjejakan kaki di sekitarnya. Seperti malam kemarin, ketika aku mengunjungi
pekan rakyat, sebuah pameran yang diperuntukan bagi UMKM di Jakarta.
Senja
beranjak, menyelimuti langit dengan warna lembayung. Bulan yang hampir saja
bulat, menjadi sebentuk hiasan langit. Sementara Monas, menjulang ungu di
kejauhan, seolah memanggilku mendekat padanya, berbaur bersama pengunjung
lainnya di sana. Melangkah di tengah jejeran stand mungil beratap putih,
seragam, seperti ingin menunjukan, -- Ini pekan rakyat yang sebenarnya.
Dalam
hitungan detik, ketika cahaya matahari sempurna meninggalkan langit, bulan
menjelang purnama malam kemarin, seketika membuatku merasa sepi, sendiri, rindu
tapi aku nggak tau kenapa aku merindu, dan kepada siapa rindu ini tertuju.
Seolah
aku sedang terjebak dalam scene drama cinta, ketika sang tokoh utama melangkah
sendirian di tengah keramaian yang remang, setelah memutuskan untuk menjauh
dari seseorang yang sebenarnya begitu dia inginkan. Sesak, tapi juga lega.
I
majinasi
itu membuncah, saat aku manaiki komedi putar. Lambat. Dingin. Ramai namun
memberi rasa asing.
Riuh
rendah suara tawa, atau sekedar celoteh mesra sepasang kekasih yang lewat di
sekitarku, menambah betah diriku di antara mereka. Hanya terdiam. Membuang
pandangan ke setiap sudut. Menemukan seorang waria yang lalu-lalang dengan
pakaian tipis dan terbuka. Menghirup aroma-aroma masakan khas kaki lima. Petikan
gitar pengamen. Buluh terbang, oh ... benda ini mengingatkan aku pada Alun-Alun
Kidul di Jogja. Penjual Kerak Telor, makanan khas Betawi. Ondel-ondel yang berjalan
sambil menarik. Badut-badut lucu. Aneka mainan dengan lampu yang berkedip
warna-warni. Hamparan tikar yang diduduki sebuah keluarga. Musik yang mengalun
nyaring dari panggung utama. Pengunjung yang ask berfoto di tiap sudutnya.
Syahdu.
Malam kemarin, aku menemukan warna dari perasaan yang berbeda di Monas. Sepi
dan sendiri yang nggak selalu berarti sedih.
keramaian khas ibukota ya, walau kadang ngerasa kasian juga sama penjual keliling yang kurang laku.
BalasHapusBanget Ila:)
Hapusg pernah ke ibu kota maklum anak daerah hiks
BalasHapusAku doain, semoga suatu hari kamu bisa mampir ke Jakarta. Selama kamu yakin, kamu bisa kok. Aku tunggu ceritamu tentang Jakarta suatu hari nanti ya ^.~
Hapus