Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Menuju Tanah Dieng

Terminal Mendolo
( Dokumen Pribadi )

Bus Sinar Jaya yang membawaku dari Depok, pukul 5 pagi terparkir di pemberhentian akhirnya, Terminal Mendolo, Wonosobo. Lengang. Sepagian itu hanya aku, Icha, dan seorang pemuda yang turun di pemberhentian terakhir ini.
                

Ekspektasiku tentang terminal langsung buyar saat melangkah turun dari bus. Tempat ini bersih, dan aman. Dua orang bapak yang menyambut kami saat turun, langsung mengarahkan kami untuk menunggu pagi, di tempat yang lebih terang bersama dua orang ibu paruh baya yang sibuk memasak di sana. Awalnya, aku dan Icha memilih untuk menunggu di Mushala, tetapi karena memang masih sangat sepi ya ... kami manut saja.
                
Sarapan pagi dengan Nasi Rames dan teh hangat, menambah sedikit energi kami. Lanjut dengan shalat Subuh di Mushala, setelah kami melihat warung di dekatnya mulai buka.
                
Dingin. Sepagian itu mendung menggelayut dan gerimis berkali-kali turun. Udara yang begitu beda dengan Jakarta, Bogor, juga Bandung. Rasanya segar dan langit cantik pagi itu membuatku seketika betah berlama-lama.
                
Sebelum menuju Dieng, kuputuskan untuk memesan tiket pulang terlebih dahulu. Selanjutnya, aku dan Icha menumpang sebuah angkot dengan supir yang ramah hingga pertigaan Kauman, lalu naik Microbus tujuan Dieng dari sana.
                
Andaikan kami langsung menumpang kendaraan menuju Dieng pagi tadi, sebenarnya microbus ini juga terparkir di Terminal Mendolo. Hanya saja, semakin siang, dia akan berangkat semakin lama karena menunggu penumpang.
                
Microbus yang terus menanjak menuju tujuan kami, penginapan Bu Djono di pertigaan Dieng, melewati jalan khas daerah pegunungan yang tak terlalu besar dan berkelok. Kabut yang turun mengurangi jarak pandang, termasuk udara yang terasa dingin membuatku mengantuk. Tetapi alih-alih ini perjalanan pertamaku di Wonosobo, aku berusaha keras untuk nggak tertidur. Aku memperhatikan kenek bus kami yang tampak murah hati dan ramah, seolah dia sudah mengenal semua penumpangnya. Juga ketika microbus ini melewati pasar, tampak banyak orang yang lalu lalang dengan menggunakan sarung, membungkus diri mereka.
                
Ahhh ... di sepanjang hidupku, sempat juga aku menginjakan kaki di Di Hyang, tanah para dewa dewi.

Komentar

  1. Balasan
    1. Di Terminal Mendolo sih tenang banget Fikri. Nah, untuk baca lanjutan ceritaku di Dieng, baru aja aku posting lho. Happy reading, Fikri. :)

      Hapus

Posting Komentar