Menyambangi
telaga warna dari dekat. Membiarkan penciumanku dihinggapi aroma telur busuk
khas aroma Belerang. Mendapati udara yang sebenarnya dingin, namun matahari
begitu tinggi di atas langit. Gerimis yang sesekali turun, tak membubarkan
orang-orang yang datang dari berbagai tempat untuk mengunjungi telaga ini,
sekedar memuaskan hasrat berpose mereka.
Berada
di tepian telaga, tanah lembab becek yang kupijak terasa begitu menggoda.
Dengan berpegangan pada batang pohon yang berlumut, aku terus mendekati tepian.
Pada dasarnya, aku ini penakut. Ketika Icha mengajakku berpose di batang kayu
yang setengahnya terendam di telaga, aku menolak. Alasan lainnya, karena aku
kurang terlalu senang di foto dan bergaya macam-macam, sebaliknya aku lebih
suka mengatur orang untuk berpose di tempat dan dengan gaya yang kumau. Parah
sekali.
|
Telaga Warna Dataran Tinggi Dieng
(Dok. Pribadi) |
Aku
menikmati keseruanku sendiri, mendengarkan kisah goa-goa di sekitar Telaga
Warna yang biasa dipakai bertapa, bahkan kebanyakan mereka datang dari kota
Jakarta. Untuk apa ya? Orang-orang itu bertapa semalaman menahan dingin dan
hanya duduk saja di dalam goa tanpa boleh terlelap. Memang apa susahnya kalau
berdoa ke rumah Tuhan. Bukankah tempatnya lebih nyaman? Tapi ya sudahlah, toh
itulah yang dinamakan kepercayaan.
Patung-patung
dibangun di sekitar goa. Mulai dari patung Dewi Prawitasari karena di salah
satu goa terdapat telaga Tirta Prawitasari, hingga goa Semar yang d depannya
sebuah patung sang Semar duduk bersila. Ah, aku jadi teringat kisah Mahabrata
di TV yang nggak mengikutsertakan si tokoh ini, karena dia hadir sebagai
karakter baik, hanya dalam pewayangan
Jawa.
|
Semar
(Dok. Pribadi) |
Pak
Ardi, guide kami, tak habis bercerita mengenai banyak keunikan Tanah Dieng.
Mengapa banyak orang yang datang ke goa-goa di sekitar telaga. Banyaknya
doa-doa mereka yang terkabul namun air telaga semakin lama semakin berkurang
hijaunya akibat benda keramat tadi di bawa pergi. Segala hal mistis yang
membuatku sering tak mengerti, selalu saja ada di berbagai tempat indah di
Indonesia yang kukunjungi. Pak Ardi seolah mengingatkan aku kembali, bahwa kita
semua yang lahir di Tanah Air ini, dibesarkan oleh banyak legenda masyarakat
yang mengakar dan dipercayai sedari lama.
|
Goa Semar
(Dok. Pribadi) |
Namun,
sayang sekali, aku lebih mudah jatuh cinta pada keadaan sekitarku yang rimbun
dan sejuk. Tanah yang kupijak sedikit licin. Bebatuan alam besar yang dibiarkan
teronggok di salah satu sisi taman Telaga Warna. Juga bau dupa yang sesekali
tercium dari dalam goa. Sayangnya, ada saja sampah plastik yang tak dibuang
pengunjung di tempat yang seharusnya.
Baiklah,
selanjutnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Kawah Sikidang yang ternama.
Komentar
Posting Komentar