Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Telaga Warna Dari Bukit Ratapan

Pertama kali aku menyambangi Telaga Warna, bukan dengan mendekatinya, tetapi menikmati keindahannya dari atas bukit Ratapan, di dalam Wana Wisata Petak 9 Dieng. Bunga Pancawarna yang tumbuh di tepi jalur trekking memancing senyumku. Mahkota bunganya yang bergerombol, tampak gemuk dengan warnanya yang putih bersih. Bunga ini mengingatkan kalau sekarang aku benar-benar berada di alam, dan sadar betul kalau modal backpacker-an kali ini cuma nekat. Aku nggak banyak berolahraga dan kurang tidur.

Bunga Pancawarna Putih
( Dok. Pribadi )
                
Jalan setapak menanjak dan licin, hampir saja menyeretku turun lagi ke bawah dan gagal memandangi Telaga Warna berserta dua bukit yang tertelungkup hijau di salah satu sudutnya. Termasuk sneaker yang kupakai, sebenarnya nggak terlalu memadai untuk menghadapi trek di musim hujan begini. Tetapi setiap kali aku memandang ke atas dan berdoa. Beruntung, aku sampai juga. Di bawah matahari siang dan udara sedikit lembab, rasanya aku ingin menangis saat bertemu pandang dengan telaga ini.
 
Telaga Warna dari Bukit Ratapan
( Dok. Pribadi)
                
Pantulan matahari yang kurang sempurna hanya memberiku dua warna saja di air telaga. Putih kehijauan dan hijau gelap. Namun bau belerang yang persis telur busuk, merayapi udara dan tercium juga olehku sesekali.
                
Menurut tuturan Pak Ardi, guide kami – aku dan Icha – selama di Dieng, dalam sebuah legenda dikatakan bahwa warna dari air telaga ini berasal dari ‘senjata-senjata bertuah nan magis’ yang sengaja ditenggelamkan dalam telaga. Belakangan ini warna air telaga tak lagi tampak hijau sebab seringnya senjata tadi diambil oleh para petapa yang menyambangi gua-gua di sekitar telaga. Ah, aku tak paham. Aku merasa cukup menikmati kisahnya saja.
 
Akarui Cha
( Dok. Pribadi )
                
Aku berterima kasih karena akhirnya bisa memandangi Telaga Warna dari atas bukit. Dimana aku bisa sesekali saling menyapa dengan pengunjung, bahkan mirip sebuah trekking panjang ... saling berbagi bekal. Sepanjang perjalanan, aku lebih memikirkan pulang dengan selamat, tetap sehat, dan betapa kecilnya aku di alam raya milik Tuhan yang luar biasa indah ini.
                
Aku sampai juga ke negeri para dewa-dewi. Di Hyang.

Komentar