Be
kind, have courage, and all will be well.
Kali
ini, saya menemukan kisah Cinderella yang apik. Benar-benar hampir mendekati
film animasinya. Saya sangat menikmatinya, walaupun ada beberapa tambahan
cerita yang nggak muncul dalam animasi Cinderella yang sewaktu kecil begitu
saya sukai hingga ketagihan menontonnya di televisi.
Kisah
klasik Cinderella begitu manis, sangat wanita sekali. Mengisahkan seorang Ella
yang lahir dan dibesarkan di keluarga yang bahagia, dipenuhi cinta kasih.
Hingga di suatu ketika, ibunya dipanggil pulang oleh Tuhan dengan sakit keras. Sang
ibunda berpesan untuk tetap bersikap ramah dan baik hati. Kemudian, selama Ella
hidup berdua saja dengan ayahnya, semua masih baik-baik saja. Hingga ...
ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dua anak. Jadilah, Ella
memiliki dua saudari tiri yang berperilaku buruk, Drisella dan Anastasia.
Ibu
tirinya sangat suka pesta, begitu juga kedua saudarinya. Namun di film ini,
saya menemukan ibu tiri yang sebenarnya kesepian, sehingga haus akan harta. Dia
memanjakan kedua anak gadisnya dengan hanya mengajarkan kecantikan fisik,
tetapi sebenarnya membiarkan keduanya menjadi bodoh dan menyebalkan. Si ibu
tiri juga lupa, kalau dia memiliki putri tiri yang seharusnya dicintai juga.
Dia
membuat Ella menjadi pembantu di rumahnya sendiri, sepeninggal ayahnya.
Membiarkannya tidur di loteng. Ah, di scene ketika Ella menyerahkan kamarnya
yang paling nyaman untuk kedua saudari tirinya, merupakan scene yang paling
membuat saya gemas. Saya ingin protes, “baik hati boleh tapi jangan kelewatan
sampai mengorbankan kebahagiaanmu sendiri!”
Cerita
pun bergulir, hingga ekonomi keluarga yang dipimpin sang ibu tiri sepeninggal
Ayah Ella, jatuh. Terpaksa, orang-orang yang bekerja di rumah Ella, dipecat.
Jadilah, Ella makin nggak punya kebahagiaan. Bahkan namanya ditambahkan dengan
sesuka hati oleh ibu tirinya sendiri, Cinderella. Cinder yang berarti abu. Nah,
ini lagi bagian yang bikin sedih.
“Nama akan
menentukan nasibmu,” batin Ella.
Plot tambahan yang
membuat saya senang di saat Ella merasa sangat tertekan dan ingin melarikan
diri hingga bertemu dengan Pangeran Kid di tengah hutan, membuat kisah klasik
ini menjadi logis. Pertemuan dengan Ibu Peri pun terjadi saat Ella sudah
kehilangan kepercayaannya pada keajaiban. Hingga Ella yang muncul dengan sangat
anggun di pesta kerajaan.
Setting-nya nyata.
Gaun Cinderella pun detil sekali, hampir mirip dengan film animasinya. Sepatu
kacanya. Kereta kudanya. Ah, terutama saat Cinderella dan Pangeran berdansa.
Apik sekali. Hanya saja ... ending film yang sebenarnya juga klasik, tapi belum
cukup pantas untuk ditonton anak-anak buat saya. Seharusnya film ini masuk
kategori remaja, bukan semua umur.
Buat saya ... film
Cinderella kali ini mampu menarik kembali imajinasi masa kecil saya tentang
gadis baik hati, keajaiban, dan keanggunan.
Eh, sudah nonton ya, aku belum hehee.., jadi pengen nonton abis baca review-mu, Cha hehhee...
BalasHapusUdahhh ....
HapusAyooo Vind, nonton dong. Keyen lhooo ....
Sempat menempati box office kabarnya
BalasHapusBetul sekali Sie
HapusItu juga yang bikin saya penasaran untuk nonton.
Kamu sudah nonton kah?