|
mputram.wordpress.com |
Saya
dedikasikan posting saya kali ini bagi seorang teman saya, teman yang tanpa
sengaja mendorong batin saya untuk memberanikan diri membuat tulisan mengenai
pengalaman menyebalkan ini.
Benar
kata orang, bahwa tak sebaiknya kita memilih-milih teman. Mudahlah untuk
berteman dengan siapa saja. Dalam
artian, silakan berkenalan dengan siapa saja. Tetapi ... ada baiknya kita
melakukan positioning diri untuk bersahabat dan membina kedekatan dengan
lingkungan yang tepat. Menemukan role model. Membentuk gaya humor. Cara
berkomunikasi. Pola pikir. Semuanya tanpa kita sadari dipengaruhi oleh
lingkungan. Bukan hanya satu ... melainkan banyak.
Sebuah
momen menyebalkan ini pernah terjadi pada saya. Memang, sejak lama saya tahu,
bahwa studio remang dalam bioskop tempat orang menikmati sebuah film, sering
dijadikan lahan bermesraan bagi oknum yang ‘egois’. Entah mereka saling
bersandar penuh goda, berbisik, atau meniru adegan romantis di film yang diputar.
Buat saya ... silakan saja, kalau memang partner yang ‘ikut andil’ tadi
merupakan partner yang tepat. Sama- sama suka gelap-gelapan. Sama-sama suka
‘menonton’ sambil ‘membuat film sendiri’, dan sama-sama punya ‘modus panas’ di
ruang studio. Sayangnya ... malam itu, mungkin saya sedang apes karena bersama
dengan partner menonton yang kurang tepat.
Kalau
dengan partner yang di tengah-tengah film tiba-tiba mengajak ngobrol tentang
beberapa adegan, nggak masalah. Partner yang sibuk makan, ya ... silakan saja.
Partner yang nggak bisa duduk diam, its ok. Tapi partner yang dengan
gesture-nya membuat saya nggak bisa menonton dengan tenang, misalnya :
bersandar di pundak padahal hanya sekedar teman (lawan jenis memang), pegang
dan elus-elus tangan padahal cuma teman, terutama ... jahil menghalangi
pandangan saya dari layar. Hello, you’re just my friend. Jagalah kelakuanmu,
dan biarkan saya menonton.
Bagi
saya, ruang studio di bioskop itu adalah tempat menikmati sebuah film, sebuah
karya, sebuah cerita visual. Bukan untuk membuat sebuah ‘film’. Menonton di
bioskop bagi saya, benar-benar menikmati film yang diputar dan mendapatkan
‘kisah’ yang tadinya mendorong saya untuk membeli tiket. Bukannya tempat untuk
‘bermesraan selama dua jam lalu saat lampu menyala, kita kembali menjadi
teman’. This is the kampret moment i think.
Hhh
... selanjutnya, saya semakin terpikir untuk lebih berhati-hati lagi dalam
memilih partner menonton di bioskop. Toh memang bioskop itu tempat untuk
menonton film kan? Bukan untuk bermesraan ‘hot’ kan?
Hihi..., dia modus tuh, Cha... :D
BalasHapusIya Vind.
HapusModus yang bikin aku pengen makan orang.
Hahaha ....