Bulu
coklat keabu-abuan menyamarkan keberadaan mereka saat mendarat di lantai depan
Museum Fatahillah. Sore itu, hari kamis di tanggalan merah bulan Mei, Museum
Fatahillah sudah tak menerima pengunjung. Burung-burung Gereja bertengger asik
di tepian pilar bagian atas bangunan yang dulunya merupakan bangunan pemerintahan
di masa Batavia. Saya rasa, mereka ingin dilirik juga.
|
Burung Gereja Kota Tua
(Dokumen Pribadi) |
Pengunjung
menyemut di lapangan tengah. Ramai sekali. Serupa pasar malam, oleh banyaknya
pedagang kaki lima yang mondar-mandir menjajakan dagangan mereka. Belum lagi
badut-badut tak bertema kolonial yang melambaikan tangan, minta diajak berfoto.
Sepeda ontel warna-warni yang berusaha meminta sedikit celah untuk lewat. Ah,
sesak. Penuh sekali. Kemudian saya pun mulai kehilangan minat.
|
Ramainya Kota Tua
(Dokumen Pribadi) |
Semakin
lama, Kota Tua semakin terkenal, dikenal. Semakin banyak pengunjung yang
datang, namun kenyamanan mulai hilang. Tak saya rasakan lagi nikmatnya
berwisata sejarah. Saya mulai kehilangan masa dimana tempat ini tidaklah
terlalu ramai di hari libur. Tempat sampah yang tidak terlalu menyembulkan
isinya, juga lantai yang bebas dari berbagai bungkus makanan dan minuman.
Batin
saya kembali bertanya, apa sebenarnya yang akan saya dapatkan di Kota Tua jika
lain kali kembali mengunjunginya? Pasar malam? Mungkin saja. Berbagai macam
dagangan, mulai dari makanan, aksesoris, pakaian, hiasan, semua bertebaran
tidak karuan. Jejeran motor yang diparkir di tepian jalan, tempat dimana
bertahun lalu, saya pernah berfoto seru di sana. Batu-batu bulat besar yang tak
lagi berada pada tempatnya, melainkan menyudut di sesaki kaki lima. Gang-gang
yang tak lagi memberi tempat untuk mata saya menikmati klasiknya bangunan di
sana, ataupun kalau boleh, cukup lantainya saja. Seolah hati saya persis Burung
Gereja tadi, tersisih, kehilangan tempat untuk dinikmati.
|
Bola-Bola Batu
(Dokumen Pribadi) |
Sempat
saya memaksakan diri untuk keluar ke sudut lain Kota Tua. Meniikmati jalanan
sedikit sepi yang ditawarkan Jalan Kunir, dengan sebuah bangunan lama yang
entah apa, tak saya perhatikan lebih detil. Bebas sebentar dari pengunjung yang
menyemut, menarik lagi kerinduan akan Kota Tua yang beberapa tahun lalu
menyenangkan.
|
Jalan Kunir Kota Tua
(Dokumen Pribadi) |
Senja
mendung menjadi pengiring saya saat kembali pulang. Burung-burung Gereja yang
kehilangan suara, masih bertengger pada gedung tua Museum Fatahillah. Keramaian
yang mengerumuni tukang obat keliling, saya tinggalkan.
Emang ya kl tmpt wisata rame,biasanya males. tp mau gimana lagi
BalasHapusGimana kalau keadaan tempat wisatanya malah semrawut, Zaffaa? Apalagi kalau udah nggak enak dilihat, jadi sedih rasanya.
Hapuskota Tua sudah tidak seperti dulu lagi. perasaan ane sama seperti burung gereja.
BalasHapusIya ya Salam. Banyak banget yang berubah,
HapusBtw, terima kasih sudah berkunjung ke blogku.