Emangnya
ada gitu, mbak-mbak stress yang malah berniat ngejual toko milik ayahnya
sendiri? Terus si mbak-mbak ini, sebagai pekerja pemerintah, emosinya doyan meledak!
Oh, ada. Namanya Kang Mi Na, si Keripik Jagung.
Film
ini, menurut hasil gugling saya, dirilis pada tahun 2013, dengan literal
title-nya, Mi-Na Stationary (Mi Na Moonbanggoo). Mengisahkan seorang gadis
bernama Mi Na yang saat dewasa, bekerja di departemen pajak Korea Selatan. Dia
muncul sebagai gadis yang tampak cukup stress dengan keadaannya, pekerjaanya.
Suatu ketika, sang ayah dirawat di Rumah Sakit, sehingga tak ada yang mengurusi
toko stationary milik sang Ayah, di sebuah kota kecil, Muju. Kebetulan, dia
mendapat skors selama dua bulan akibat marah-marah di jalan, dan dengan sengaja
mematahkan kaca spion mobil milik salah seorang warga sipil yang tak mau
membayar pajak. Walhasil, saat diminta oleh ayahnya pulang ke Muju, dengan
ogah-ogahan dia menyetujuinya.
Sesampainya
di Muju, Mi Na meminta ayahnya untuk menutup saja toko stationary-nya. Bukan
apa-apa. Bagi Mi Na, kalau ayahnya sakit terus, tak ada yang sanggup mengurusi
tokonya itu. Dia ... mana mau? Karena toko itulah, dia membenci ayahnya. Sebab,
di hari kematian ibunya, ayahnya tetap memilih untuk membuka tokonya. Alasan
sang Ayah, karena saat itu merupakan hari olahraga, jadi akan ada banyak
pembeli yang datang. Selanjutnya, karena toko itulah, Mi Na mendapat julukan ‘Keripik
Jagung’ dari teman-teman sekolahnya.
Salah
satu syarat agar toko stasionary milik ayahnya itu laku dijual adalah ...
banyaknya pembeli, dalam artian, ramai dikunjungi anak-anak. Maka, Mi Na pun
kemudian merapikan toko itu dan melakukan apa saja untuk menarik anak-anak
kembali datang ke toko ayahnya. Nah ... di saat itulah, Mi Na bertemu dengan Kang Ho, seorang guru
sekolah dasar yang tak disangka-sangka, merupakan satu-satunya teman di masa
kecilnya.
Cerita
pun bergulir hingga Mi Na menjadi lebih baik pada anak-anak (para langganan di
toko stasionary ayahnya). Dia dengan ramah melayani mereka, malah turut
mengajari mereka belajar dan menemani mereka bermain. Semakin lama pun, Mi Na
kembali dekat dengan Kang Ho. Sayangnya, Kang Ho tak tahu, kalau Mi Na
melakukan semua itu demi berhasil menjual toko. Kisah masa lalu antara Mi Na
dan Kang Ho yang sama-sama tak punya teman pun, ikut menyelip dalam berbagai
scene. Terutama, tiap kali Kang Ho mengisahkan kebaikan Ayah Mi Na, dan
bagaimana cara beliau menasihati banyak anak-anak untuk tidak menjauhi Mi Na.
Ternyata
ampuh. Mi Na berhasil menjual tokonya. Kang Ho pun berhasil membuat Mi Na
semakin menyadari betapa ayahnya begitu mengasihinya. Saya sampai terbawa
perasaan. Kemudian happy ending. Mi Na berhenti bekerja di departemen pajak dan
memilih membangun kembali toko stasionary bersama ayahnya, ditemani Kang Ho.
Namun,
ada hal lain yang mengganjal perasaan saya. Selama proses membuat ramai kembali
tokonya itu, Mi Na mendapat bantuan dari dua bocah lelaki kecil – yang ayahnya
juga memiliki toko stationary di Muju. Mi Na menjanjikan, jika mereka berhasil
membantu membuat toko ayahnya ramai, lalu berhasil dijual dan ditutup, semua
pelanggan akan pindah ke toko milik keluarga mereka. Kedua anak ini dengan
senang hati membantu, namun ujung-ujungnya malah merasa tertipu, sebab janji Mi
Na sama sekali tak terbukti. Bagian yang tak banyak muncul, namun kok malah
membuat saya gigit jari ya.
Dari
sini, terkadang, saya berpikir, bahwa kebahagiaan pribadi itu adalah sisi yang
individualis, sedikit egois. Tak semua orang bisa dibahagiakan. Ada saja
orang-orang yang tanpa disadari, tersakiti.
Jadi mau nonton. Hemmm
BalasHapusAyo Key, nonton. Mungkin sensasinya bakalan beda kalau di kamu.
HapusPernah nonton di NET pas masih ada K-Cinema.
BalasHapusDrama dengan cerita sederhana bahkan terkesan klise namun sarat makna.
Iya Rif. Klise yang bermakna.
Hapuslangsung seraching ah...kayaknya cucok yaa
BalasHapusSelamat googling ya ....
Hapuslangsung googling, kayaknya seru nihh,
BalasHapusYup.Happy googling bro.
Hapus