Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Mungkin Ini Sudah Takdir

             
Selalu saja ada perjalanan yang tak terduga. Perjalanan yang semula hampir saja batal, termasuk saya yang sempat ingin ‘mengundurkan diri’ dengan memilih trip lain bersama teman yang lain pula. Namun sepertinya rejeki saya bukan bersama sahabat saya yang mengajak ke Pulau Harapan ataupun ikut seorang senior ke Malang, melainkan kembali lagi ... ke sisi lain Kabupaten Bandung Selatan.



Sejak pagi, perjalanan ini terasa unik. Seolah-olah takdir yang membawa saya kembali ke terminal Leuwi Panjang, walaupun kali ini bukan saya sambangi dari terminal Baranangsiang, melainkan Kampung Rambutan. Jakarta yang sepi, membuat waktu terasa lambat. Tiba-tiba saya sudah sampai di terminal Kampung Rambutan yang saya pikir ... subhanallah banget jauhnya dari tempat saya ngekos di Jakarta Selatan. Udara pagi yang segar. Bus kota yang tak terlalu ramai. Kemacetan yang hampir tak ada. Petunjuk apa lagi yang kurang?
             
Ditambah ... mudah sekali kami menemukan bus Primajasa tujuan Bandung. Walaupun hampir empat jam kami lalui, semuanya terasa menyenangkan. Obrolan saya dengan Bang Jadoel, tak putus-putus. Ada saja yang kami bahas. Sementara Kak Glora Lingga dan Dek Teni, malah tidur cantik dan bangun sesekali.
              
Setibanya di Leuwi Panjang, saya teringat Icha, sahabat saya yang kali ini tak bisa ikut berpetualang. Keadaan Leuwi Panjang yang tak berubah, masih saja kadang membingungkan. Dulu, saya naik Damri menuju Stasiun Bandung untuk sampai ke penginapan yang sudah Icha booking di daerah Pasir Kaliki. Sekarang ... saya naik mobil L3000 yang merakyat sekali, bahkan tanpa rencana, akan dimana kami menginap nantinya. Jujur saja, perjalanan kali ini, saya biarkan mengalir sesukanya.
              
Mobil L3000 bercat putih dan tampak tua itu membawa kami ke Terminal Ciwidey. Di sanalah keseruan lain terjadi. Bingung. Cari penginapan dulu? Ke Kawah Putih dulu? Atau ke Situ Patenggang dulu? Ujung-ujungnya, bukannya naik angkot kuning jurusan Ciwidey-Situ Patenggang, kami malah menikmati pengalaman berbeda.
              
Demi apapun, setelah besar, akhirnya saya merasakan juga menumpang mobil pick up. Menikmati terik matahari Bandung Selatan. Menemukan berbagai jenis tanaman sayur yang tampak ditanam di pekarangan rumah warga. Aroma pupuk kandang. Ladang strawberry. Kendaraan dengan berbagai plat luar Kabupaten Bandung yang lalu-lalang. Berada sangat dekat dengan bus-bus besar yang mengangkut wisatan dari dan menuju tempat wisata. Seru sekali.

My Backpacker Friends
(Dokumen Pribadi)

Ciwidey Dilihat dari Pick Up
(Dokumen Pribadi)
              
Sayangnya, kemacetan membuat kami memilih untuk mencoba berjalan kaki. Lagipula, kami baru saja memutuskan untuk mengunjungi Kawah Putih dahulu ... akhirnya. Kata sang supir pick up, Kawah Putih sudah dekat. Ternyata ... jauh dan bikin ngos-ngosan. Hikmahnya, kami bisa berhenti sebentar untuk beribadah di salah satu masjid pinggir jalan. Lalu ... malah bertemu lagi dengan pick up yang kami tumpangi tadi, setelah jauh berjalan. Menumpang sebentar. Lalu saat sang supir menyerah dan memilik berbalik pulang, kami pun memilih menumpang di angkot kuning.
              
Mungkin benar, perjalanan kali ini sudah tertulis dalam buku takdir saya. Segala yang sebelumnya tak pernah saya coba, dipaksa terjadi, agar saya menemukan ‘harta karun’ lagi. Segala  yang semula saya rasa akan biasa saja, ternyata sangat berbeda dan ... membuat saya ingin sekali banyak bercerita.


Komentar

  1. Setiap perjalanan selalu membawa kisah dan cerita baik manis atau pahit di akhirnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget Sie-thi.
      Btw, terima kasih sudah berkunjung ke blogku ya.

      Hapus

Posting Komentar