Saya
belum pernah ke Eropa. Tapi, saya punya impian untuk mengunjungi Eropa.
Merasakan sendiri, bagaimana aroma udara di sana, seperti apa logat dan
rupa-rupa masyarakat yang akan saya temui, juga ... menikmati fajar dan senja milik
Eropa.
Saya
nggak mungkin mengandalkan kedua orangtua saya untuk bisa bermain-main di
Eropa, terutama dari segi biaya. Saya hanya mengandalkan doa-doa keduanya.
Semoga Tuhan segera mengijinkan saya untuk menikmati warna Benua Biru.
Mama
mengajarkan saya untuk mempersiapkan segala impian saya sedari awal. Beliau
sering berpesan, “Kamu pancing Tuhan untuk mengatakan ya pada setiap impianmu.
Tunjukan kalau kamu sudah pantas menerimanya.” Begitu juga dengan Papa. Beliau
menantang diri saya untuk berdisiplin dan setia pada semua impian yang pernah
saya tulis pada selembar kertas, dan pernah saya tempelkan bertahun lalu di dinding
kamar saya.
Berbekal dukungan tadi, kemudian,
setelah lulus kuliah, saya membuat passport. Tujuannya, tentu agar Tuhan segera
mewujudkan impian saya. Membiarkan saya menikmati belahan bumi ciptaan-Nya nun
jauh di sana. I know ... He want me to wait. He need me to fight more than
today.
Lalu, Tuhan sering memancing saya
melalui orang-orang di sekitar saya.
|
Oleh-Oleh dari Eropa
(Dokumen Pribadi) |
Beberapa waktu lalu, atasan saya
di kantor, baru saja pulang dari perjalanannya ke Eropa, saya dihadiahi sekotak
coklat dan sebuah potong kuku. Coklat manis yang saat digigit bagian tengahnya,
menimbulkan rasa pahit dari cairan yang sedikit kental, vodka. Namun kemudian,
muncul sensai hangat di tenggorokan, walaupun hanya sebentar. Sementara potong
kukunya menampilkan ikon kota Paris, menara Eiffel.
Memang,
oleh-oleh ini terkesan biasa saja. Tetapi saya dengan mudah menemukan kekuatan
magis dari dalam diri saya, seolah impian saya, satu persatu akan diwujudkan
Tuhan. Saya sangat percaya, Tuhan yang
tak pernah tidur, akan memberikan segalanya di waktu dan saat yang tepat.
Komentar
Posting Komentar