Seseru
apapun suatu perjalanan yang saya lakukan, secara alamiah, ada waktu-waktu
tertentu saya senang menemukan diri saya sendiri. Pada dasarnya saya penakut,
dan selalu ada banyak ketakukan yang mencegah saya untuk melangkah ke suatu
tempat. Ketika banyak orang di luar sana berani untuk mengambil risiko, saya
lebih senang berdiam diri, mendapati sudut pandang lain yang membawa saya masuk
lebih dalam ke diri saya. Menemukan pemandangan lain yang tak selalu mampu membuat
teman-teman saya mengerti, mengapa saya demikian menikmatinya. Persis, seperti
saya yang lebih tertarik memotret suatu objek, dibanding dipotret. Lagi-lagi,
semua itu akibat saya hanya punya sedikit stock ekspresi wajah untuk
dipamerkan.
Saya
sangat berterima kasih kepada Bang Jadoel, Kak Glora Lingga, juga Teni, sebab
mereka bertiga ikut menemani saya memijak tanah Gunung Patuha, Ciwidey, Bandung
Selatan. Perjalanan yang cukup panjang dan penuh tantangan, hingga akhirnya
sampailah kami di Kawah Putih.
Jika
yang kebanyakan orang pikirkan tentang Kawah putih adalah keindahan kawahnya
yang airnya berwarna putih kehijauan, uap belerang yang selalu melayang ke
langit, atau malah Goa Belanda yang juga menyemburkan uap belerang, namun
selama di sana ... legenda Kawah Putih saja yang bermain-main di pikiran saya.
Menurut cerita, bahkan burung
saja tidak berani terbang melintasi Kawah putih, karena mereka akan mati.
Kemudian, ada kisah lain yang menyatakan bahwa di atas Kawah Putih berdiri sebuah
kerajaan lelembut yang menjaga keamanan Tanah Sunda. Ditambah lagi dengan
adanya makam sesepuh di puncak Gunung Patuha yang oleh warga disebut Eyang, yaitu
Eyang Jaga Satru, Eyang Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang
Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Namun, semua legenda itulah yang
membuat kawasan wisata kawah yang keberadaannya ditemukan oleh Franz Wilhelm ini,
jadi menarik untuk dikunjungi.
Bukan hanya warna putih kebiruan
air kawah yang menggoda. Batang-batang pohon yang menghitam akibat uap belerang
membuat Kawah Putih semakin indah, mistis, menggoda, membuat saya betah
berlama-lama memandanginya.
|
|
|
|
|
|
Dan
disanalah, saya menemukan kesenangan ketika saya merasa sendirian.
Pernah sekali ke sana tahun 2007 dan setelahnya belum pernah ke sana lagi. Pingin sih motret di sana tapi dengar-dengar pengunjungnya makin hari makin banyak jadi ya kalau ke sana pun mungkin tidak terlalu nyaman ntuk motret. (apalagi dengar2 ada "pungutan khusus" untuk yg motret)
BalasHapusKalau weekend memang ramai banget, bahkan jalur untuk naik ke lokasi Kawah Putih aja macetnya suka nggak nahan. Tapi kalau soal motret bayar, aku kurang tahu. Untung pake kamera poket. Hehehe .....
HapusDulu pengen banget kesana, pertama kali tau tuh dari satu acara di MTV.. Tapi belakangan setelah denger kalo tempat ini rame banget, minat buat kesana jadi menurun :|
BalasHapusHallo Pandu,wahhh, cobain dulu deh ke sana tapi bukan di hari weekend. Menurut supir truk yang aku tumpangi, termasuk temanku yang pernah ke Kawah Putih di waktu week days, tempatnya nggak serame kalo lagi libuan kok. :)
Hapussuka foto-fotonyaaa. jadi inget belum bikin cerita tentang Kawah Putih, hehe. :)))
BalasHapusTerima kasih banyak Mba Yuki,
Hapus