Shinjitsu
no monogatari (kisah nyata). Dirilis pada 2014.
Suatu
ketika, Koyanagi Masaki bertemu dengan Yamamoto Tsukasa di sebuah arena
olahraga milik pemerintah. Pertemuan yang sederhana, biasa saja. Tak ada hal
yang istimewa selain Masaki dan teman-temannya ingin berlatih basket, sementara
Tsukasa ingin memakai arenanya untuk berlatih Boccha. Kemudain, arenanya pun
dibagi dua. Juga ... setting Hokkaido
yang dingin. Hanya itu.
|
wikipedia.com |
Tsukasa
yang terpaksa duduk di kursi roda akibat kecelakaan yang dialaminya semasa SMA,
satu-satunya hal yang menarik saya untuk menikmati kisah melodrama yang
disajikan dalam film ini. Saya kemudian menemukan diri saya sendiri yang
tersenyum tipis, haru, dan membiarkan airmata saya mengalir dalam diam. Hhh ...
kisah yang sangat dalam ... dan penuh arti.
Walaupun
Tsukasa cacat, hanya bisa duduk di kursi roda, hanya tangan kirinya saja yang
bisa digerakan, tetapi dia ... punya hak untuk bisa mencintai dan dicintai
seseorang, memiliki seorang belahan jiwa. Dia yang sering mengalami ‘lupa’
secara temporari, tetap punya kemauan keras untuk dapat melalui hidupnya dengan
mandiri. Karakternya membawa saya pada keyakinan, bahwa Tuhan Maha Adil. Tidak
ada seorang anak manusia pun yang diberi kesusahan terus-menerus, asalkan dia
mau untuk menghadapi tantangan untuk memilih hidup bahagia.
Kemudian
Masaki. Sungguh ... dia lelaki yang luar biasa hebat. Dia menerima Tsukasa,
mencintainya, mendukungnya, bahkan ... ketika Masaki memutuskan untuk menikahi
Tsukasa, saya dibuat terharu setengah mati. Bayangkan! Orangtua Masaki saja
sangsi menerima Tsukasa yang dianggapnya cacat untuk menjadi menantu mereka.
Ibu Tsukasa sendiri, ragu untuk menikahkan putrinya yang dikiranya akan
menyusahkan keluarga Koyanagi. Tetapi apa yang terjadi pada akhirnya? Masaki
menerima Tsukasa dengan utuh. Saat dipaksa Ibu Yamamoto menonton rekaman
perjuangan Tsukasa seusai kecelakaan saja, dia nggak selangkah pun berniat
untuk mundur dari keputusannya melamar Tsukasa.
“Apakah
cinta harum seperti bunga? Apakah cinta hangat seperti sinar matahari? Lalu ...
apakah cinta itu?”
Mungkin
takdir yang akan mempertemukan setiap orang dengan jodohnya masing-masing.
Setiap hati, pasti akan memiliki keyakinan tersendiri pada apa yang disebut
dengan cinta. Walaupun suatu waktu, dua tubuh akan dipisahkan oleh malaikat
pencabut nyawa, namun cinta yang setia akan punya kekuatannya sendiri untuk
bertahan dan tetap ‘bahagia’.
Di
akhir kisah, Tsukasa meninggal akibat komplikasi hati pasca melahirkan. Nagomi,
putra mereka, tumbuh menjadi anak yang aktif, pandai, tetap dilimpahi banyak
kasih sayang pula. Sementara Masaki hadir sebagai sosok ayah yang masih sangat
mencintai almarhumah istrinya, membesarkan Nagomi dan pandai memberi pengertian
pada putranya, pun mengenalkan sosok ibunya yang telah tiada.
Satu
hal yang sangat saya sukai dari J-Movie. Kisah-kisahnya sederhana. Setting-nya
juga sama sederhananya. Seolah saya disajikan kisah nyata masyarakatnya yang
hidup biasa saja. Tapi di balik semua itu, J-Movie ini menyampaikan ‘rasa’ yang
menyentuh. Bukankah film ini diangkat dari kisah nyata? Hhh ... cinta itu apa
ya? Mungkin cinta bukan tentang kata-kata, namun menyangkut keyakinan dan tulus
menerima serta memberi.
Kayaknya seru. Pengen minta filmnya, soalnya males donlot :'D
BalasHapusLahhhh minta. Wkwkkwkwk. Sama dong :D
Hapus