Potingan panjang ini bermula dari
sebuah artikel post yang saya temukan di blog milik Mba
Irawati Hamid – panggil saja Mba Ira biar akrab ya – seorang blogger yang
saat ini menetap di Bau Bau, Pulau Buton. Artikel post-nya yang berjudul ‘Nikah
Muda, Wanita, dan Pendidikan’ berhasil membuat saya menemukan greget yang sudah
cukup lama saya pendam sendiri. Greget yang bermunculan akibat betapa seringnya
saya menemukan artikel berlabel ‘Wedding’ di berbagai media anak muda
belakangan ini. Belum lagi, pengalaman saya dulu saat mengambil side job untuk
menjadi petarung garda depan bagi akun media sosial milik salah satu lembaga
pemerintahan yang mengurusi banget masalah pernikahan dini.
|
Mau Ngajak Siapa Nih Ke Pelaminan? |
Anak perempuan mana sih yang
nggak mau menikah? Bahkan waktu saya masih berseragam putih biru dan putih
abu-abu saja, karena mungkin keseringan nonton dan baca buku bertema putri-putrian
dengan ending happy ever after tuh, saya juga mau banget menikah, memakai gaun
cantik dengan sebuket bunga tangan yang harum segar. Seru aja sih, kebayangnya.
Tapi apa iya, belum lulus sekolah, punya penghasilan sendiri, saya mau menikah?
Terlalu dini rasanya, bagi saya yang dulu masih piyik piyik.
Di artikel yang Mba Ira tulis
ini, membahas mengenai pandangannya tentang pernikahan dini yang terjadi di
lingkungan sekitar tempatnya dibesarkan. Bahwa banyaknya anak perempuan yang
memilih untuk menikah di usia dini akibat berbagai alasan. Mulai dari alasan
ekonomi, tuntutan dari lingkungan, sampai dengan alasan cinta-cintaan yang
kadang kok seperti ... “Permisi Mba, yakin nanti nikahnya cuma mau beli bahan
makanan dan bayar kontrakan pakai cinta doang?”
|
Header Blog Mba Irawati Hamid |
|
Profil Mba Irawati Hamid |
Nah, supaya beberapa pertanyaan
yang terlintas dalam pikiran saya tentang pernikahan, khususnya bagi si anak
perempuan – termasuk saya dong ya – saya pun melakukan interview singkat dengan
Mba Ira yang hobi banget nonton film Bollywood lho. Berikut beberapa pertanyaan
yang saya tanyakan pada si ibu cantik beranak satu ini.
1. Menurut Mba, apa aja sih yang sangat
perlu dipersiapkan oleh anak perempuan sebelum memutuskan untuk siap menikah?
Sebenarnya saya nggak
terlalu mempersoalkan sih Mba, mau umur berapapun seorang wanita menikah karena
yang tahu apakah ia sudah siap menikah atau belum itu, adalah dirinya sendiri
dan kelak dia juga yang akan menjalani pernikahannya. Tapi menurut saya,
alangkah lebih bagusnya bila ia sudah menamatkan pendidikannya, minimal tamat
SMA dululah (syukur-syukur bila sudah menyelesaikan kuliahnya) karena bila
sudah menikah belum tentu sang suami mengizinkan istrinya untuk sekolah lagi.
Di lingkungan saya banyak yang seperti itu Mba. Nikah muda sebelum tamat SMA,
ujung-ujungnya putus sekolah dan nggak tamat SMA. Sebagian besar dari mereka
akhirnya menyesali keputusan untuk menikah muda yang dulu diambilnya. Dalam
tulisan saya “Nikah Muda, Wanita & Pendidikan” saya katakan bahwa, usia
pernikahan untuk wanita paling cepat adalah 23 tahun karena menurut saya, di usia
segitu wanita sudah dapat mempertanggungjawabkan apapun keputusan yang
diambilnya, sudah lulus sekolah, dan organ reproduksinya juga sudah matang.
2. Seberapa perlu taukah seorang anak
perempuan tentang perkembangan organ reproduksinya sendiri sebelum siap
memutuskan untuk menikah?
Menurut saya perlu banget Mba
Acha, karena setelah menikah suami istri tentu menginginkan anak dong? Sudah seharusnya wanita mengetahui waktu
terbaik tubuhnya untuk mengandung dan melahirkan anak-anaknya.
3. Ada ungkapan "nggak baik menolak
ajakan menikah dari orang yang pertama kali datang melamar". Nah,
bagaimana pandangan Mba tentang ungkapan ini?
Sebenarnya kalo saya sih nggak
terlalu percaya dengan mitos ini Mba, namun karena almarhumah Bibi (kakak mama) dan nenek percaya banget
mitos ini, jadi agak susah juga sih mengemukakan pendapat saya pada mereka
(syukurnya mama dan papa saya juga nggak percaya). Dan satu hal yang saya
syukuri, sebelum tamat kuliah nggak ada satupun laki-laki yang datang melamar
ke rumah (ini hal yang disyukuri atau hal yang bikin ngenes yah? Hihihi). Ada
alasan mengapa saya nggak percaya dan nggak setuju dengan mitos ini, karena
menurut saya wanita juga berhak memilih siapa calon suaminya loh. Jangan
mentang-mentang sudah ada yang datang melamar, lalu ho'oh-ho'oh saja. Bagus
kalo yang datang melamar itu adalah pemuda baik-baik yang sholeh dan sesuai
harapan, tapi gimana kalo yang datang itu adalah lelaki beristri yang ingin
meminang wanita single hanya untuk dijadikan istri kedua atau ketiga? Hiii, kan
serem banget tuh! Kalo ditanya pandangan saya, jelas saya nggak setuju dengan
ungkapan itu.
4. Sewajib apa sih seorang anak perempuan punya
pendidikan yang baik?
Menurut saya wajib banget
hukumnya wanita memiliki pendidikan yang baik. Bukan hanya pendidikan formal
yah, tapi juga pendidikan agama dan etika. Untuk pendidikan formal, menurut
saya untuk menjadi seorang istri seenggaknya wanita harus menamatkan pendidikan
dasar 12 tahun dulu (minimal tamat SMA). Sedangkan untuk pendidikan agama,
seenggaknya wanita tahu rukun-rukun shalat dan minimal tahu mengeja huruf
hijaiyah. Sedangkan untuk etika, wanita seenggaknya tahu tindakan baik dan
buruk yang nggak mempermalukan diri sendiri dan keluarganya. Menurut saya
wanita harus cerdas, karena ia akan menjadi guru bagi anak-anaknya.
5. Menurut Mba, seberapa besar sih pengaruh
lingkungan di sekitar si anak perempuan, hingga membantu dalam menimbulkan
keputusan untuk menikah?
Lingkungan memberi pengaruh yang
besar banget menurut saya Mba, bahkan karena tuntutan dan pengaruh lingkungan
ini seorang wanita kadang bisa mengambil keputusan yang paling penting dalam
hidupnya seperti “menikah” . Contohnya nih, ada seorang wanita single dewasa
berusia 28 tahun. Sang wanita awalnya santai banget dengan kesendiriannya,
namun ia tiba-tiba memutuskan menikah dengan lelaki yang salah karena ditanya
terus kapan nikah. Padahal kan, seharusnya, dia masih bisa menunggu datangnya
lelaki yang lebih baik, namun pengaruh lingkungan membuatnya mengambil
keputusan yang salah.
Hmm ... dari interview singkat
saya dengan Mba Ira, ada satu benang merah yang saya ambil. Bahwa, anak
perempuan perlu menjadi cerdas dan berpikiran matang, sebelum siap menikah.
Sebab setelah menikah, si anak perempuan akan berubah menjadi seorang ibu untuk
anak-anaknya kelak, dan tentunya juga istri bagi suaminya.
Nah, masih ada banyak lagi
artikel menarik yang bisa kamu temukan di blog pribadinya Mba Ira. Silakan
mampir saja di sana ya. Siapa tau, kamu menemukan artikel menarik juga yang
ingin kamu bahas nantinya.
Btw, kamu mau menikah di usia
berapa sih?
saya suka banget sama tulisannya Mba Acha :)
BalasHapusmakasih yah sudah mengangkat tema ini *jempol*
Terima kasih banyak juga Mba Ira. Semoga silaturrahmi kita bisa terus berlanjut dan terjaga ya Mba. Aamiin.
Hapus^.^
Setuju..jd perempuan harus pinter n luas wawasannya kan nantinya bakalan jd ibu :)
BalasHapusIya banget Mba Muna. Karena suatu hari nanti kita akan jadi Ibu, makanya nggak boleh berhenti belajar.
HapusJaman sekarang susah banget cari suami yg baik. Sebelum nikah mungkin aja keliatannya baik, tapi setelah nikah, bisa aja menjadi tidak setia atau suka berbuat kekerasan. Makanya sebagai seorang laki-laki, gua juga mau menghimbau kepada perempuan-perempuan di luar sana : jangan gantungkan seluruh hidupmu pada satu orang laki-laki. Sebelum nikah, harus kerja dulu, belajar hidup mandiri dan berdikari. Supaya kalo suatu hari pernikahanmu runtuh sekalipun, kamu masih mampu berdiri dengan kakimu sendiri.
BalasHapusYOSH!!!
HapusBener banget Bang. Bagaimanapun perempuan itu perlu untuk minimal menjadi mandiri dulu sebelum memnutuskan untuk menikah. Makanya, perempuan itu perlu untuk menjadi cerdas, untuk dirinya, keluarganya, pasangannya, dan juga anak-anaknya.
Dulu saya cita-cita banget pengen nikah muda Mbak, dan alhamdulillah nikah di usia 21. Btwe saya juga sudah baca artikelnya Mbak Ira yang tentang nikah muda itu. :)
BalasHapusWah, Mba Nurin nikah muda. Tapi Mba Nurin tetap keren dari lama. :)
Hapuskalo sholeh kayaknya jangan di tolak mbak hehe...
BalasHapusIya ya Angki. Kalo sholeh itu susah dicari soalnya.
Hapusjawaban mbak ira mewakili suara hati saya banget *halaah...dan saya setuju dengan pernyataan wanita harus cerdas dan berwawasan karena menurut saya jadi istri sekaligus ibu bukan perkara mudah :)
BalasHapusdiniratnadewi.blogspot.co.id
Iya Mba. Jadi istri emang bukan perkara mudah. Nggak cuma jadi partner buat suami, jadi ibu, tapi perlu juga untuk tetap jadi siri sendiri.
HapusAduh, bahas nikah ini :'D
BalasHapusSebagai anak yang baru lulus SMK, waktu pas masih sekolah juga rasanya pengen gitu nikah muda. Apa ya, terobsesi aja. Sampai dibahas ke blog, sosmed ahaha. Terus suatu hari akhirnya ada cowo yang ngajak serius padahal baru kenal beberapa hari, aku bilang ke dia terlalu cepat untuk memutuskan. Akhirnya, dia bilang ke aku nggak akan ngejar lagi.
Jadi kapok ngomongin tentang diri sendiri untuk menikah.
.
Mm, menurut Mbak Ira ini minimal menikah seusai tamat SMA. Iya ya bener juga, kadang lingkungan juga mendukung untuk cepat nikah atau tidak. Jadi inget, pas aku masih SMP, teman SD-ku udah ada yang nikah. Pas lulus, udah punya 2 anak. Mm. Tapi berbanding terbalik sama di Jepang. Mereka saking berambisi dan sibuk dengan pekerjaan, menikahnya rata-rata umur 30th-an.
.
Iya benar, sebelum nikah harus siapin bekalnya. Mental dan wawasan untuk keluarga :)
Iya Risak, beda banget sama kulturnya masyarakat Jepang modern yang katanya agak nggak terbaru buru buru ngambil keputusan untuk menikah ya.
Hapusmba ira emang kece ya
BalasHapusIya ya Mba Milda. Mba juga sama kerennya. :)
HapusIya nih , sekarang kayaknya emang lagi musiman nikah muda ya ? apa emang pada janjian ? HA HA HA , gue rasa gak mungkin deh . Tapi , ada benernya juga , dari berita yang gue denger , emang sih nikah paling cepet itu minimal umur 23 tahun . Kalo gue sih belum mau membahas ke nikah dulu , masih lama gue nya jadi masih mikirin pendidikan dulu.
BalasHapusBy the way , kalo nyari pasangan nih , kalau bisa nyari yang taat pada agama . Biasanya kalo udah begitu , pasti udah mencerminkan ke semuanya seperti akhlak , perilaku , kedisiplinan , dll .
Iya Arjuna. Seseorang yang taat sama agama, merefleksikan ketaatannya, tapi nggak fanatik. :)
HapusWah masalah nikah muda ya. Dulu aku pingin nikah usia 23. Tapi belum rejeki deh, soalnya sampai sekarang aku belum nikah. Hahaha mungkin Allah emang belum kasih jodoh yang tepat karena aku masih sibuk mempekuat diri sendiri dulu, berusaha mandiri dulu.
BalasHapusNikah muda itu baik kok, asal bisa bertanggung jawab. Nikah pada usia tua juga gak salah, namanya rejeki siapa yang tau. Kesiapan orang beda beda. Dan prioritas juga. Banyak factor lah. panjang dijabarin.
Tapi hampir semuanya sudah di bahas artikel di atas. Nanti deh aku mampir di Blognya mbak ira.
Waaaahhhh .... semoga disegerakan untuk bertemu jodohnya ya Mba Vera. Aamiin.
HapusSetuju. Nikah muda juga harus diimbangi dengan pemikiran yang matang
BalasHapusIyap. Karena kematangan pola pikir juga nggak bergantung sama usia. Etapi perkembangan fisik juga perlu diperhatikan kan Mba. :)
HapusIyah Cha, menikah itu gak perlu buru2 hanya karena udah capek ditanya "kapan?", menikah ketika benar2 kita udah siap dan punya bekal yang cukup, meski setelahnya pun gak boleh puas dengan ilmu yg kita punya harus mau terus belajar. Krna perempuan (Ibu) adalah guru pertama bagi anak2nya kelak. *tsaaahh,bahasakuuu hihihih.
BalasHapusSaya kemarin nikah di usia 26, Cha. Klo Acha rencananya di usia berapa? #oupsss
Aaaakkk aku kapan ya. Bismillah aku disegerakan untuk menikah sama Allah di waktu yang tepat dan bersama seseorang yang tepat pula.
HapusIya ya Mba. Tapi kalau udah ketemu seseorang yang dirasa tepat, sebaiknya disegerakan ya Mba.
*malah baper
rencana menikah usia 25-27 tahun aja. Karena umur 21 baru menamatkan kuliah, jadi bisa nabung beberapa tahun untuk melamar. Karena pacaran yang udah terbilang lama, aku jadi bosan pacaran terus, maunya halal dan bisa pulang ke rumah berdua.
BalasHapusTapi, minimal aku udah punya pekerjaan tetap.
Ciyeeee Wahyu. Aamiin ya rabbal alamin. Semoga cita-citamu segera terwujud ya.
HapusSemangat!
Aku jg mikir buat nggak main ho oh aja kalo ada yg nglamar. tetep milih, hahaha
BalasHapusYoih Ji. Soalnya kalo bisa, buat seumur hidup lho. Hihihi ....
Hapus