Dulu, sebelum mempersiapkan pernikahan saya dengan si
partner, saya pikir semuanya akan berlangsung singkat dan mudah seperti banyak
artikel yang saya baca di berbagai media. Ternyata nggak bisa seegois itu lho,
main comot sana sini dan segalanya dikejar dadakan.
Bahkan kami butuh waktu lebih
dari 6 bulan untuk menyelesaikannya sampai hari H, juga berjuang untuk menjaga mood
kami masing-masing agar bisa berada di jalan yang benar. Maka dari itu, dalam artikel
curhat saya ini, ingin sekali rasanya saya sharing langkah-langkah yang saya
dan partner saya lalui tahun lalu, hingga awal tahun ini kami pun disatukan
dalam sebuah ikatan pernikahan.
Khitbah Dulu Lah
Sebagai anak perempuan yang -- sesungguhnya dikatakan bahwa
seorang anak perempuan adalah milik ayahnya, maka saya memastikan terlebih dahulu
kalau saya saat itu sudah di-khitbah oleh si partner. Tentunya prosesi khitbah
ini bagi saya bukanlah prosesi lamaran yang heboh dengan adanya acara keluarga,
bahkan pakai kostum khusus yang perlu disiapkan. Bukan itu.
Bukan pula
celetukan niat si partner yang ingin melamar saya saat kami sedang keluar rumah
berdua, sekedar untuk nonton film atau makan-makan sambil ngobrol. Lebih dari
itu, tapi sederhana saja. Hanya butuh suatu waktu dimana si partner datang ke
rumah -- saat itu partner saya datang sendirian -- lalu mengobrollah si partner
dengan Papa saya dari hati ke hati, menunjukkan keinginannya untuk meminang
putrinya ini.
Di sinilah titik dimana sebagai anak perempuan, sadar kalau sudah
di-khitbah, dan sebaiknya mulai memikirkan langkah selanjutnya dalam mempersiapkan
proses penyatuan rasa kasih sayang dalam sebuah ikatan sakral pernikahan.
|
saat semuanya baru akan dimulai |
Pertemukan Dua Keluarga Dalam Suasana Santai
Papa dan Mama saya memegang teguh prinsip bahwa, di saat putri
mereka jatuh cinta dan membina hubungan dengan seorang anak laki-laki, maka penjagaan
dan perlindungannya perlu diperkuat. Bukan, bukan karena rasa takut tanpa
alasan.
Kembali ke pernyataan dimana anak perempuan adalah milik ayahnya, dan
setelah menikah barulah jadi milik suaminya, maka untuk memberikan tongkat
estafet dalam mendidik dan menyayangi putrinya, perlulah mengenal lebih dalam
tentang si anak laki-laki tadi. Begitu juga Bunda, sebagai ibu dari partner
saya, tentu perlu tahu lebih dalam tentang saya. Bukankah anak laki-laki akan
selalu menjadi milik ibunya walaupun nantinya si anak menikah?
Jadi, saya dan
si partner waktu itu, berjuang dan berkolaborasi sebaik mungkin agar bisa
mempertemukan keluarga inti kami masing-masing, saling mengenal, namun dengan suasana
yang santai. Cara saya dan si partner dulu sih, bergiliran mengajak keluarga inti
kami untuk saling berkunjung. Alhamdulillah Allah SWT memudahkan usaha kami. Jangan sampai sebagai anak
perempuan, datang ke rumah calon mertuanya tanpa mahramnya. Itulah, makanya
Papa saya senang ketika saya dan si partner memilih langkah ini.
Diskusikan Soal Budget Pernikahan Berdua Saja
Saya ini agak gengsian dan nggak mau memberatkan salah satu
pihak saja soal
dana acara. Maka, saya dan si partner berembug mengenai
bayangan dana yang akan dikeluarkan demi acara pernikahan kami. Terbuka saja.
Buat
angka total perkiraan agar nggak terjadi over
budget, dan syukur alhamdulillah kalau nantinya – terutama di acara
resepsimu -- nggak melewati budget. Termasuk
sumber dana, juga penggunaan dana.
Kala itu, saya membaginya secara merata.
Kecuali untuk urusan mahar, ini rahasia pihak laki-laki. Sebaiknya nggak diberatkan,
karena sepemahaman saya dan keluarga saya, memudahkan pihak calon suami soal
mahar inilah yang akan membuatnya jadi semakin ikhlas menjaga dan menyayangi calon
istrinya kelak. Mudah-mudahan ya.
Ajak Dua Keluarga Memilih Gedung Resepsi
Alhamdulillah saya punya keluarga yang kompak dengan keluarga
si partner. Inilah salah satu manfaat dari saling berkenalan santainya dua
keluarga inti kami.
Yap, hanya keluarga inti. Para Nenek, Kakek, apalagi Om dan
Tante jangan sampai terlibat dulu. Jalan bareng sesama orang tua pun, pernah. Inilah
hal yang paling saya banggakan dan membuat saya merasa beruntung sebagai anak
perempuan.
Saya punya Mama Papa yang kompak dengan Bunda dan Papa Mertua saya.
Betapa Allah SWT sayang dengan saya, mendengarkan doa doa saya.
Oh ya, mulai
dari proses awal hingga di poin ini, segalanya masih dirahasiakan dari keluarga
besar (hanya beberapa pihak terpercaya saja), juga dari umum. Teman, sahabat, bahkan
di akun social media saya dan
partner, proses ini tabu kami bahas. Kami hanya lebih meminta doa tanpa perlu
banyak bercerita. Oh ya, tanggal berapapun itu bagus kok. Silakan diskusikan
sama dua keluarga soal tanggal dan waktu resepsinya dulu ya.
Temukan Catering dan Salon yang Cocok di Hati
Bagian ini pun butuh kekompakan kedua keluarga inti. Harus
ada yang mau mempersilakan, serta penuh dengan sharing. Pahamlah ya, dua orang
ibu itu seleranya soal fashion dan makanan saja pastilah berbeda.
Maka, sebagai
dua anak yang terjepit di tengah tengah penentuan, sebaiknya bersiap untuk
teguh sebagai jembatan dan penengah. Pembagian tugas dan kenyamanan hati kedua ibu
pun perlu diperhatikan oleh masing-masing anaknya.
Saya dan partner malah lebih
aktif keliling keliling untuk mencari
catering
dan salon yang pas, dulu. Banyak bertanya dengan teman terdekat yang sudah
lebih dulu menikah, juga mengajak orangtua untuk sesekali ikut
test food dan main ke salon pilihan
kami.
Di bagian ini, dulu, kami sudah membawa hasil diskusi kami soal tema akad
dan resepsi yang kami impikan, juga persetujuan dari dua keluarga inti,
terutama ibu masing-masing, hingga dapat catering dan salon yang (seenggaknya)
bisa membuat dua keluarga (cukup) merasa senang.
Urus Berkas Berkas Pengajuan Ke KUA
Bagian ini diambil alih langsung oleh Papa saya. Kenapa? Inilah
langkah yang dipilih Papa saya untuk meringankan hatinya saat tongkat estafet
mendidik dan menjaga putri kesayangannya, akan segera beralih pada suaminya
kelak.
Dalam sesi ini, partner saya ikut terlibat langsung, berkolaborasi dengan
Papa saya. Biarkan dua lelaki saja yang ribet mengurusi ini. Sebagai perempuan,
support saja keduanya dengan sayang.
Hunting Souvenir Pernikahan dan Siapkan Undangan
Bagian ini, saya dan partner berkuasa penuh mengenai benda
apa dan temanya bagaimana, termasuk warnanya. Undangan, terutama. Hanya saja
soal jumlah undangan dan list siapa saja yang nantinya diharapkan datanglah yang
perlu melibatkan dua keluarga inti lagi. Proses paling seru tapi nggak
semenegangkan saat akad nikah lho.
Pembagian Undangan
Sesi terakhir. Saatnya pengumuman pernikahan sudah layak dibagikan
pada banyak teman dan kolega kedua orang tua. Masa masa menjelang deg-degan ini
sih ya.
Selama semua prosesi ini, saya masih menyempatkan waktu
untuk mengajak si partner jalan jalan, refreshing.
Karena proses panjang mempersiapkan pernikahan itu, benar benar butuh mood yang stabil, pengertian yang
banyak, kekompakan yang perlu terus dijaga dan diperjuangkan, juga keterbukaan,
serta sikap saling mau mengalah sampai mencapai mufakat bagi saya dan si
partner.
Sebab ada ada saja tantangan yang mengganggu di tengah jalan selama
persiapan. Kalau saya hitung, lebih dari 6 bulan waktu yang ternyata diperlukan.
Masa masa penuh perjuangan untuk berhasil menjadikan kami sah sebagai suami
istri. Perjuangan awal menuju banyaknya tantangan yang menanti kami di masa
berumah tangga nanti.
Semoga bagi kamu yang sedang berencana menikah, dimudahkan,
dilancarkan sampai akad terlaksana dan sah ya. Lalu vendor mana saja yang saya
ajak kerjasama dalam acara pernikahan saya dan si partner? Akan saya bahas
kapan kapan di tulisan lainnya ya.
Terima kasih infonya mbak, jadi punya gambaran ne sebelum melakukan akad dan resepsi.
BalasHapusSama sama. Semoga bermanfaat ya.
HapusSaya masih single aja nih mbak wkwk
BalasHapusBtw postingannya bikin bapeeer 😆
Wuiii ... hihihi.
HapusSemoga kamu bisa segera ketemu sama si jodoh ya. Didoakan.
Wah terima kasih kak acha buat sharingnyaaaa. :))
BalasHapusSama sama Fri. Semoga bermanfaat yaaa.
Hapusalhamdulillah saya udah lewad akad akad an,tinggal nunggu bikin anak kedua aja #Ehh :3
BalasHapusWuaaa tinggal nunggu anak kedua? Lalu aku deh yang baper. Hihihi.
HapusLagi di umur2 masih pengen banyak belajar dan berkarya tp juga pengen ngerasain kehidupan rumah tangga, eh malah ga sengaja baca ini 😂😂😂
BalasHapusHihihi ... semoga sharing-nya bermanfaat ya mba. Semangat selalu.
HapusMasih kurang itu kayaknya, menentukan waktu yang pas untuk akad belum dimasukkan. Biasanya pada tahap ini ada tarik ulurnya
BalasHapusKalau ini, keluarga kami nggak ada pengalamannya mas. Semua tanggal bagi kami bagus. Jadi, tanggal dapat gedung, ya paginya akad di sana. Begitu.
HapusSeru ya nyiapin pernak pernik pernikahan :)
BalasHapusSeru banget mba.
HapusAaahhhhh..... bikin baperrr.....
BalasHapusSabar. Sabar. Makan dulu, Mas. *eh
Hapushihihi,...jadi ingat betapa ribetnya mempersiapkan pernikahan, hehehe...Gak bisa tidur itu karena capek persiapan atau gak sabar nunggu resepsi, hahaha...gak jelas
BalasHapusWuaa ... Ayo mba, di-share juga prosesnya kemarin.
HapusAaah kok aku jd pengin nikah ya. Hahaha
BalasHapusTengkyu mbak, jd ada gambaran nih kl persiapan nikah nggak bisa dadakan asal comot
Sama sama. Semoga bermanfaat ya.
HapusWahhh seru banget nih keluarganya, kalau udah saling mengenal dan dekat satu sama lain makin kompak abis. Ahhhh semoga saja bisa ketularan, dan keluargaku dengan doi bisa cocok satu sama lain, dan bisa merayakan dan merencanakan pernikahan bersama-sama. Amin.
BalasHapusPersiapan akad dan resepsi itu, ya ribet ya butuh mental, butuh dana juga. Ha, jadi ingat tahun 2017 lalu pas menikah.. ampun deeeh, nyari vendor rada susah karena dulu pas musim orang nikah, terus nyari souvenir kudu bolak balik, pas bulan puasa pula dulu. Karena akad nikah saya pas abis lebaran, hahaha.
BalasHapusAku baper bacanya. MashaAllah. Kebaca banget aura bahagia saat menyiapkan pernikahannya, Kak. Iyalah. Persiapan hari bahagia. Meski itu adalah garis start memulai kehidupan yang baru. Semangat...
BalasHapusKok nggak diceritain alasan waktu itu Papa berkenan menyerahkan tongkat estafet ke mas partnernya ya...halah hehehe.
BalasHapusTapi memang iya sih, baru ngeh sekarang2 ini kalau namanya pernikahan itu nggak cuma penyatuan 2 sejoli, tapi juga 2 keluarga yang berbeda-beda tapi tak pernah sama. 🤣
Syukurlah dimudahkan prosesnya ya mbak. Semoga rumah tangga mbak & partner, diberkahi Allah, dijauhkan dari segala macam hal unfaedah yg bisa mengusik kedamaian rumah tangga.
Mbak Aca alhamdulillah pas menikah masih bersama kedua orang tua ya Mbak. Dulu aku menikah setelah 6bulan bapak meninggal. Mungkin karena itu, tetanggaku pada kasihan sama aku, jadinya rangkaian acara diurus sama tetangga, kecuali yang mengajukan berkas KUA, saya nitip pak modin 😂
BalasHapusSemoga samawa dan bahagia selalu ya Mbak Aca atas pernikahannya.
aku juga dulu 9 bulanan persiapannya mba utamanya untuk gedung, catering dan MUA pokoknya persiapan itu memang butuh waktu ga simsalabim hehehe untuk urusan KUA sendiri aku juga serahin ke bapak karena pusing sama administrasinya..
BalasHapusMakasih sharingnya,mbak. Seringkali merencanakan pesta pernikahan jd bikin calon pengantin stress krn banyak pihak yg ikut campur. Udah bener nih ngurus berdua dgn orang tua jd fokus tanpa pusing mikirin omongan orang yg nyuruh ini itu.
BalasHapusWah baca ini akunya jadi nostalgia. 15 tahun lalu kami nikahnya banyak disupport keluarga buat persiapan sampai hari H. Secara aku dan calon suami di Jakarta, orang tua suami di Bali, orang tuaku di Kendari. Kami pulang hanya 2 hari menjelang hari H. Jadi ya percaya sepenuhnya pada keluarga yang nyiapin ini itu hehehe
BalasHapusbagian sebar undangan itu biasanya paling heboh juga Cha, adaaa aja biasanya yang kelewat *merasa tidak diundang atau terlupakan* hihih.
BalasHapusngurus akad dan resepsi pernikahan itu memang tak semudah baca artikel review ya Cha, kalau udah lewatin sendiri baru deh bisa bilang ooh iya saya juga dulu gini lho, kami juga dulu gitu lho, hihihh.