Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Resign ... Ternyata Menghadirkan Tantangan Baru untuk Tetap Aktif


Saat menuliskan tulisan ini, saya sedang merasa rindu … teramat sangat, pada makan siang dan obrolan seru di warung Lele Cak Tris, di kawasan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Bukan hanya sampai di situ, beberapa malam ini saya terkenang akan perjalanan singkat menuju rumah kos saya, dengan wajah kucel dan mumet, setiap kali habis lembur. Pagi tadi, saya mendadak kangen berat pada dering telepon di meja kerja saya, to do list saya yang seringnya padat daripada longgar, juga teman teman satu tim saya dahulu. Kalau diibaratkan lirik salah satu lagu milik Raisa -- kuterjebak di ruang nostalgia.

Kado Kado Farewell dari Teman Terdekat

Sesedih itukah saya merindukan kehidupan saya yang hampir setahun lalu? Ya. Rasanya ingin kembali menjadi single, gadis muda yang ambisius dengan karirnya sebagai seorang Copywriter di salah satu perusahaan swasta. Tak saya pungkiri, sebab jika saya tak mencicipi masa-masa bekerja di sana, mungkin saya bukanlah saya yang sekarang. Saya masih berjuang untuk tetap menulis, melanjutkan apa yang sudah saya mulai, walau menjadi seorang freelancer adalah jalan tengah antara keinginan saya untuk tetap berkarir, dan kewajiban saya sebagai seorang istri dan ibu untuk anak bayi yang kini sudah berusia 7 bulan, dan sedang aktif luar biasa.

Hey, bukankah ada masanya untuk seseorang keluar dari zona nyamannya dan menemukan tantangan baru? Jangan tanyakan, apa saya menyesal atau nggak. Sebab, bagi saya, inilah perjuangan baru saya untuk mencapai impian yang bukan lagi saya titik beratkan pada diri saya sendiri, menjadi partner dan juga teman belajar yang baik bagi suami dan anak-anak kami.

My Happy Last Day As A Worker

Kenapa saya memilih tetap bekerja? Sebab saya tahu diri. Saya begitu terluka jika harus membuang impian saya, hanya karena memilih menjadi istri solehah dalam sudut pandang – yang akan berdiam di rumah dan menurut saja tanpa membuat perubahan dan gebrakan, lalu ditelan bumi sebelum menjadi apa-apa. Saya amit-amit, jika hanya terjebak di rumah dengan urusan anak, suami, dan debu-debu juga deretan bahan masakan yang menunggu. Haruskah saya pada akhirnya mengalah dan mengubur sederet impian, berhenti mengaktualisasikan diri, hanya demi dianggap sebagai istri hebat yang pandai bebersih rumah? Saya marah. Sebab bagi saya, prinsip setiap orang berbeda, jadi jangan samakan saya dengan siapa-siapa, apalagi membandingkan. Oke?

Demi membuat diri saya sendiri merasa lebih bahagia, dan saya jadi tahu bahwa menikah dan menjadi seorang Mama nggak membuang impian saya begitu saja. Walaupun rumah berantakan yang minta segera dirapikan, to do list yang tak usai dan berkejaran dengan suara tangisan bayi yang meminta perhatian, belum lagi (mungkin saja) pandangan orang kebanyakan yang (bisa jadi) menilai saya, individualis, karena memilih untuk tidak sering keluar rumah membawa anak saya sekedar berjalan-jalan sore.  Ah, saya seringnya tutup telinga, menghindar. Biarkan saja, sebab toh di rumah, saya tetap berjuang demi kebahagiaan saya. Mau bilang egois? Aih, mari ganti sudut pandangnya dulu kalau begitu.

Berkarir Bisa Dimana Saja … Nggak Perlu Kantoran Kok
Bagi saya, berkarir nggak terjebak dengan menjadi karyawati saja. Itu bekerja, kalau dalam kamus saya. Berkarir bisa dari mana saja, dan menjadi freelancer seperti sekarang memang jalan tengahnya. Saya bersyukur masih punya penghiburan dari to do list yang menunggu, juga pendapatan yang walaupun kelap-kelip, tapi bisa saya nikmati untuk kebutuhan saya sendiri, seperti punya outer baru, sepatu baru, jalan-jalan ke tempat baru, tanpa perlu mengurangi jatah tabungan si partner yang memang sudah kami plot untuk kebutuhan aset, sehari-hari, dan pendidikan anak nantinya. Ya … saya nggak mengusahakan semua kebutuhan saya sendiri kok. Ada masanya saya merengek pada si partner, hanya agar saya merasa bahagia mendapatkan hadiah yang saya mau.

Waktu Terlalu Berharga untuk Dibuang-Buang dengan Sedih Berlarut-larut
Saya berhenti menangisi keputusan “sedikit terpaksa” saya untuk resign hampir setahun lalu. Mengalahkan ketakutan saya untuk terbiasa menjadi istri yang hanya berputar-putar saja di dapur dan ruang TV. Belajar menikmati setiap tangisan manja si bayi, dan kedekatan kami setiap hari. Mensyukuri sejam dua jam saja yang saya punya di tiap pagi, untuk membuka laptop dan mengintip e-mail. Ah … ini kebahagiaan.

Ada sih waktunya saya merasa stress, lalu ingin menangis meraung-raung, karena rasanya kehidupan menuntut saya terlalu banyak, mengambil semua hak saya untuk sekedar menikmati waktu, dengan keegoisan si partner yang juga meminta waktu untuk dirinya sendiri. Tapi … jika nggak saya utarakan, namanya saya bunuh diri pelan-pelan. Pada akhirnya, saya berutang terima kasih atas beberapa waktu yang hanya untuk diri saya sendiri itu, dengan tugas mengurus anak dan rumah yang saya bagi dengan si partner. Sungguh … saya perlu balas budi dengan jadi istri yang nggak hanya mementingkan diri sendiri lagi.

Tantangan untuk Tetap Aktif Tanpa Toxic
Dengan semua barang yang senangnya berserakan di rumah, kulkas yang penuh bahan makanan untuk dimasak, anak bayi yang selalu butuh perhatian dan minta waktu seharian untuk bermain bersama, belum lagi waktu dari pagi ke malam yang rasanya super duper singkat – berkejaran dengan jam pulang kerja si partner dimana saya merasa wajib menyiapkan makan malam, ditambah lagi dengan pekerjaan dan chat chat klien … rasanya kadang saya ingin membelah diri. Namun dibalik segalanya, ada satu sisi dalam diri yang menuntut saya untuk tetap aktif tanpa toxic.

Lah? Maksudnya? Jadi, sepadat apapun aktivitas saya, segambreng apapun tuntutan yang merongrong waktu saya, menjaga kesehatan itu perlu … wajib hukumnya. Toh, gaya hidup tidak sehat itu membahayakan diri, bahkan keluarga kan? Selain dengan mengusahakan makan teratur, minum air putih cukup, sesekali (dulu saat masih hidup berdua saja sama si partner) saya suka membuat minuman madu lemon. Hanya madu yang dicampurkan dengan perasan lemon. Biasanya sih hangat. Kalau mau yang dingin ya … perlu bersabar menunggu si minuman honey lemon itu dingin di kulkas.

Lalu, datanglah sebuah kejutan. Saya menemukan minuman honey lemon yang tak perlu repot repot saya buat sendiri dan menunggunya cukup lama untuk menjadi minuman dingin. Memangnya apa yang saya temukan?
Inilah dia ... NATSBEE Honey Lemon


NATSBEE Honey Lemon ini merupakan minuman Madu Lemon dengan kandungan Vitamin C yang cukup untuk membantu saya bisa tetap aktif sepanjang hari, tanpa takut toxic. Sebab berbagai kegiatan yang memicu timbulnya stress tadi, bisa menarik masuk zat-zat nggak baik ke dalam tubuh … ya tentu karena konsumsi makanan yang kurang diperhatikan tadi. NATSBEE Honey Lemon ini, selain membuat tubuh merasa segar, juga membantu menghalau toxic yang ingin membuat tubuhmu jatuh sakit dan jadi nggak bisa aktif lagi.

Berilah Hadiah Juga Untuk Diri Sendiri Biar Bisa Aktif Lagi
Seperti yang sudah saya senggol sedikit di atas, agar tetap bahagia dalam menjalani hari, saya senang menuntut hadiah untuk diri saya sendiri. Sekedar menikmati beberapa jam dengan membaca buku-buku yang saya suka, jalan-jalan kemana saja, menonton film, termasuk meminta “secara paksa” hari libur memasak dan bebenah rumah dari si partner, diiringi menyelesaikan banyak pekerjaan saya sebelumnya, sehingga saya bisa leha-leha suka-suka. Boleh kan ya?

Hadiah ... Waktunya Leha leha Suka Suka

Pada akhirnya, kenyataan setelah masa resign itu memaksa saya untuk berjuang lebih tangguh lagi, dibanding masa masa bekerja di kantor kemarin. Mempertahankan jam terbang, minimal jangan sampai turun turun banget lah. PR saya pun, untuk lebih pandai memasak, bebenah rumah, dan teman bermain si anak bayi kesayangan 24 jam. Semoga segalanya selalu berjalan lancar dan baik.
Bersihkan Hari Aktifmu! #AsikTanpaToxic

Doakan saya ya.


Komentar

  1. Semangat.

    Saya pernah seperti ini, waktu resign pertama kali, setelah itu balik kerja lagi dan resign lagi hahaha.

    Sekarang, setelah punya anak 2, masih sering kangen ama hecticnya dunia kerja.
    Tapi keinginan balik kerja kantoran sudah padam.
    Saya belajar bahagia dengan apa yang ada saat ini, mengerjakan hal-hal lain dari rumah :)

    BalasHapus
  2. kerjaa kerjaa.. semangaaat kaak chaa ������

    BalasHapus
  3. Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Saya yang bekerja kantoran kadang iri sama yang freelancer yang kelihatannya lebih bebas mengatur waktu. Tetap semangat, mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih, terima kasih banyak tularan semangatnya mba. Semangat selalu juga mba.

      Hapus
  4. Semangat mbak.. Akupun saat ini lagi galau, 'bapak negara' ingin saya resign dan mengurus keluarga di rumah. Tapi di sisi lain, saya masih betah bekerja, karena tempat kerja saya ini zona nyaman banget, dan susah banget buat nemuin tempat kerja yang nyaman kaya di sini. Mungkin saya juga bakal mengikuti jejak mbak, suatu saat saya akan resign, tapi meski di rumah saya harus tetap produktif..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Apapun dan bagaimanapun, kita perlu untuk tetap produktif.

      Hapus
  5. Hmmmm saya juga masih cuti, entah kapan kerja di luar lagi tapi Alhamdulillah di rumah juga tetap berkarya, karena menyusui hanya 2th tp berkarya bisa kapan saja mulainya, good luck ya😗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak mba. Benar. Menyusui hanya 2 tahun. Semangat.

      Hapus
  6. Buat aku kunci penting buat perempuan adalah tahu siapa dirinya maka akan tahu kebutuhannya. Nyaman deh

    BalasHapus
  7. Ngerasain banget lah galau sehabis resign, apalagi sekarang tiap hari di rumah ngurus rumah dan anak-anak tapi alhamdulillah sudah mulai beradaptasi

    BalasHapus
  8. Welcome to the club Kaka, intinya harus bersyukur ya ka.. apapun posisi saat ini, semangat menjalankan hidup dan selalu bersyukur.. ditambah rutin minum honest bee ya ka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, bener. Rutin minum yang seger seger kayak Natsbee Honey Lemon.

      Hapus
  9. Semangattt makkkk semoga setelah resign makin penuh rezeki dan berkah ya,, aku belum pernah ngerasain resign sih soale belum pernah kerja tetap haha.

    BalasHapus
  10. Apapun profesi kita sebagai ibu derajat kita tetap sama. Saya jg pernah mengalami hal seperti ini, jenuh dan bosan ketika harus resign. Tetapi seiring berjalannya waktu hal itu menjadi biasa dan nikmat tersendiri buat saya demi keluarga

    BalasHapus
  11. Semangat Mbak..saya resign waktu nikah sama suami dan itu rasanya syeeediiih sekali. Tapi waktu berlalu dan niatan untuk memilih berkarya dari rumah menghalau rasa itu..

    Percaya dengan pilihan kita , Insya Allah akan ada hikmahnya :)

    BalasHapus
  12. Smoga sehat selalu ya, mba...Sehat dan lancar sampai persalinan. Nikmati dulu masa - masa seperti ini, sebelum masuk ke tantangan berikutnya, menjadi ibu. Semangat!

    BalasHapus
  13. Dulu sempet ngalamin sampai agak depresi karna ngerasa sudah menyerahkan semuanya buat rumah tangga sampai ngerasa ga punya apa2 lagi. Bawaan cuma mau lari atau mati. Bocah jadi kena juga. Puji Tuhan udah sembuh. Sekarang sama kayak mba, jadi freelance bidang yang saya cintai sejak kecil, malah baru sekarang diseriusin. Jadi lebih bahagia dan lebih ngerasa optimis buat kasih yg terbaik untuk pekerjaan atau pun keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat selalu mba. Tersentuh banget sama sharing mba.

      Hapus
  14. Insya Allah semua pilihan itu baik..., mau jadi Ibu pekerja atau Ibu RT semuanya baikkk tidak ada yang jelekk...yang penting bagaimana kita menjalaninya ;))

    BalasHapus
  15. Benar banget Mba, berkarir itu bisa di mana saja. Hormatku yang mengambil jalan tengah atau freelancer.

    BalasHapus
  16. Salut dengan semangatnya untuk terus menulis. Keep up the good work, kak!

    BalasHapus

Posting Komentar