Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Pentingkah Foto Pre-Wedding Itu? Coba Tanyakan Dulu Pada Dirimu

Selama mempersiapkan proses pernikahan, tepatnya setelah menentukan jumlah budget yang akan saya dan si partner keluarkan untuk acara akad dan resepsi pernikahan kami beberapa waktu lalu, jangan ditanya ya … saya juga ingin lho punya foto pre-wedding dengan konsep maid and butler ala ala Jepang dengan setting di rumah pohon. Keinginan yang sudah lama sekali. Apalagi kan tren sekarang, kalau nggak bikin sesi foto pre-wedding sama calon pasangan sebelum menikah itu … kok kayak kurang ya?


foto-[re-wedding-simple
Foto Pre-Wedding Ala Ala Akarui Cha dan Nofeldy Kakao

Memang sih, terpikir juga untuk membuat dengan budget seminim mungkin. Bekerjasama dengan teman yang jago fotografi, lalu mengharapkan dapat “harga teman” juga untuk sesi ini. Belum lagi ada deretan konsep yang nggak harus selalu pegang-pegangan sana sini jadi kesannya tetap manis dan nggak pamer kemesraan. Tapi, apa iya perlu? Butuh? Atau hanya memenuhi rasa ingin?

Saya melemparkan beberapa pertanyaan ini kepada diri saya sendiri di suatu malam, sebelum bersiap “merengek” pada si partner. Soalnya saya rasa, partner saya ini senang mengiyakan kalau memang saya merasa bahagia karenanya. Jadilah … saya filter dulu di diri saya sendiri. Nah, mungkin pertanyaan yang sama bisa kamu berikan untuk dirimu, sebelum mengajak calon pasanganmu melakukan sesi foto pre-wedding kelak.

Apa Sih Tujuan Kamu Melakukan Sesi Foto Pre-Wedding?

Pamer. Kalau saya yang ditanya begitu, saya akan menjawab dengan jujur … ya pamer. Nggak perlulah saya bertele-tele diplomatis dengan … oh, tujuannya menyimpan kenangan manis berdua sebelum sah saat akad nikah. Atau … umm, biar lucu-lucuan aja sama si calon pasangan.

Kalau budget saya berlebih sih, lalu kedua orangtua merestui, mendukung, juga ada waktunya, hayuk saja. Kan seru, bisa pamer calon pasangan sebelum hari H di media sosial sambil berucap dalam hati, “Nih, aku udah laku. Akan segera sold out.” Ya kan? Ya kan? Terus akan dapat banyak ucapan selamat juga doa dan bla bla bla. Atau … kalau dipamerinnya setelah menikah, hmm … rasanya sih tujuannya jadi sama saja ya.

Mungkin kamu akan memiliki jawaban yang berbeda dengan saya. Silakan saja, sebab bagi saya setiap orang memiliki latar belakang dan pilihan juga keputusan yang berbeda. Namun secara personal, saya selalu terpikir, apa dengan menyimpan kenangan dalam bentuk foto pre-wedding begini, lalu pamer betapa sweet-nya saya dan si partner di media sosial kami sebelum menikah, lalu di-up terus setiap tanggalnya berulang sebagai history post di masa setelah menikah, akan tetap membuat hubungan saya dan si partner semanis di foto? Saya melemparkan pertanyaan yang sama di insta stories saya beberapa waktu lalu, dan ya … banyak yang sanksi soal ini.

Belum lagi … sederet kenyataan menunggu kami setelah kata “sah” sudah diucapkan para wali dan dua orang saksi di saat akad nikah. Mulai dari kesiapan mental kami untuk sebenar-benarnya menjadi sepasang suami istri dengan berderet tanggung-jawab, hak, kewajiban, disesuaikan dengan visi dan misi yang sudah disepakati bersama sebelum memutuskan untuk menjadi pasangan. Belum lagi kebutuhan masa awal menikah yang “bikin kaget”, mulai dari urusan lahir, batin, sandang pangan papan, bahkan jalan-jalan?

Kalau dilirik dari sebuah foto viral yang menggambarkan sebuah keluarga beranak dua, naik motor berempat umpel-umpelan dengan latar sepasang kekasih yang sedang melakukan sesi foto pre-wedding … uww, nyindir banget sih ini ya. Kenyataan yang nggak manis-manis amat tapi bagaimanapun harus tetap dibuat manis biar langgeng sakinah ma waddah wa rahmah menunggu setelahnya lho. Uhuk, jleb juga sih buat saya.

Tapi … Sesi Foto Pre-wedding Kan Bisa Buat Seru-seruan Sama Calon Pasangan

Eh iya lho, bakalan seru pastinya.  Seru banget. Hitung-hitung menyuarakan banyak hal hal manis nan romantis yang diinginkan berdua, ditambah berbagi rejeki sama teman-teman yang menghidupi keluarganya dari bisnis fotografi. Saya juga maunya begitu. Tapi … karena sederet acara akad dan resepsi yang saya dan si partner bermula dari penentuan anggaran alias budgeting dulu,  jadi … dengan penuh kesadaran akhirnya hal ini saya kesampingkan.

Bagi saya pribadi, biarlah hubungan manis saya dan si partner jadi konsumsi kami berdua saja. Mungkin ditambah dengan anak-anak kami kelak ketika mereka makin dewasa dan masuk usia matang. Lagipula, nggak ada ruginya kalau nggak melakukan sesi foto pre-wedding, kan?

Mau seru-seruan sekarang tapi setelah menikah jadi basi dan nggak seru lagi? Nah ini nih yang Pe-eR banget. Bahwa ternyata, setelah saya menjalani sebuah prosesi akad nikah dan menikmati masa-masa terkejut karena ternyata sekarang saya harus bertanggung-jawab pada pilihan saya untuk menikah dan menjalani visi misi hidup saya dengan si partner, seru-seruan ini malah perlu selalu diperjuangkan. Biar apa? Biar nggak saling bosan. Waktunya kapan? Kalau bisa selalu diusahakan. Sesering apa? Kalau bisa, sering dan selalu. Bentuknya seperti apa? Umm, setiap pasangan punya caranya sendiri dan selamat menjalani saja ya … saya turut doakan bagi kamu yang sudah menikah dan mampir ke tulisan saya ini … semoga langgeng mesra selalu.

Bisa Nggak Sih Melakukan Foto Pre-Wedding Dengan Dana Nol?

Bisa. Bisa banget. Sejujurnya saya dan partner pernah melakukan ini, namun urung memajangnya di ruang resepsi pernikahan kami. Merasa … ya … foto-foto kami yang banyak berderet dengan nuansa romantis ala ala kami yang diambil secara welfie itu … kayaknya nggak bakalan jadi point of interest di ruang resepsi. Secara tamu resepsi pastinya kebanyakan muncul dari kolega kedua orangtua kami. Pun mereka memiliki sudut pandang yang berbeda-beda juga kan dalam urusan tren foto pre-wedding ala ala anak muda jaman sekarang begini.

Biasanya tuh, kalau para bapak-bapak senangnya mengobrol. Nah … kalau ibu-ibu, sukanya menjadi komentator rasa makanan dan dekor. Ini menurut sepengetahuan saya lho ya … mana tau kamu beda, soalnya mainnya lebih jauh dibandingkan saya. Hihihi ….

Kenyataannya, setelah urung memajang hasil welfie norak saya dan si partner, ternyata resepsi pernikahan kami berlangsung aman-aman saja. Ramai, alhamdulillah. Makanan cukup, alhamdulillah. Acara lancar dan teratur, alhamdulillah. Sudah … kelar … beres.

Menyesal Nggak, Karena Nggak Bikin Sesi Foto Pre-Wedding?

Buat apa? Malah momen-momen setelah wedding itu yang berharga. Bagaimana menghargai pasangan? Bagaimana berusaha membuatnya merasa senang walaupun hanya dengan hal-hal sederhana? Tertawa dan saling menertawakan kekonyolan berdua, tanpa harus masuk ke dalam album foto, melainkan tersimpan lama dalam ingatan hingga saya dan si partner sama-sama menua, menunggu waktu siapa yang akan dipanggil “pulang” terlebih dahulu. Itu sih yang lebih saya hargai saat ini.

Kalau punya kesempatan untuk melakukan sesi foto setelah menikah, bagaimana? Wah, kalau ini, masa saya tolak. Foto keluarga kan seru. Paling nggak, menunjukkan betapa kami mulai menua, punya anak, cucu, dan terus saja begitu agar bisa seenggaknya wajah kami dikenali oleh anak keturunan kami kelak. Nah kalau kamu, akan berpikir seperti saya juga nggak ya?

Pada akhirnya, hubungan dalam pernikahan … untuk saya yang masanya masih belum lama lama banget begini … ya, waktunya untuk berjuang sama-sama. Toh saya dan si partner sudah menetapkan visi bersama. Maka menjalani berbagai misi yang ada tentunya dengan kerjasama kan, bukan dengan kerja sama-sama. Menyadari fungsi kami masing-masing dalam sebuah keluarga … yang dijalani tanpa melakukan sesi foto pre-wedding. Sebab hidup nggak sedrama itu … maka saya memilih menjalaninya sesederhana yang saya dan si partner mampu. Doakan ya.

Semoga kamu yang sedang mempersiapkan acara akad dan resepsi pernikahanmu, memulai segalanya dengan menentukan anggaran terlebih dahulu, serta memikirkan berbagai tahap demi tahapnya dengan matang biar nggak pusing berdua. Semoga kamu memilih keputusan yang tepat untuk mempersiapkan kebutuhan kamu dan partner-mu selanjutnya setelah sah menikah.

Komentar

  1. Saya juga setuju. Pada intinya mah sesuai selera dan dana .
    Memang ada rasa kepuasan dan kebanggaan punya sesi photo praweding, dan pastinya juga akan menjadi kenangan dihari tua nanti.
    Soal yan viral itu, lucu juga ya, mengiburlah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, yang viral lucu banget. Beneran berasa jadinya.

      Hapus
  2. Aminn Allahumma Aminn
    Semoga dan semoga hhehee
    Kalau buat aku pribadi malah nggak kepikiran mau bikin foto pre-wedding mbak
    Kepikirannya misal mau bikin foto ala2 pre wedding bisa bikin2 sendiri, sprti punyaknya Mbak Acha sama Mas Noverldy itu, atau pakai tripod pun wkkwkwk

    TFS yah mbak ^_^

    BalasHapus
  3. Kalau saya pribadi sih lebih baik foto post wedding ketimbang foto pre wedding karena klu post wedding kan sudah SAH ya jadi mau pose romantis gimana sah-sah saja

    BalasHapus
  4. Menurut saya sih sesuai keputusan kedua pasangan. Mau bikin foto pre wed atau tidak. Tapi emang bener sih, para tamu bakal didominasi oleh golongan tua kolega orang tua kedua mempelai. Dan tentu mereka lebih tertarik untuk mengobrol dan menikmati penganan yang disediakan sambil lalu bernostalgia daripada mengomentari foto prewed pasangan yang di pajang.

    Dan yang penting juga tentang selera dan dana juga sih :D

    BalasHapus
  5. Sebagai fotografer tentu saya gak setuju hahaha. Buat saya pribadi minimal orang ingin terlihat bagus dalam sebuah frame foto, dengan apapun konsep yang dia inginkan, mungkin alasan nomer duanya adalah pamer.
    Tapi ini opini pribadi saya sih.
    Terima kasih mbak, atas tulisannya, salam kenal ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga sudah sharing Mas.

      Senang dapat sudut pandang baru.

      Hapus
  6. Sepakat dengan kata pamer kak. MEmang buat apa gitu lho, menurutku sih. Mending dananya seberapapun itu bisa buat yang lain yang lebih penting tentunya. Tapi, lagi-lagi masalah selera juga. Pasti nggak sama satu dengan yang lainnya, hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, sepakat soal selera. Akan berbeda-beda jadinya. Setiap orang nggak akan selalu mengambil keputusan yang sama.

      Hapus
  7. menurut saya sih justru yg post wedding itu foto-fotonya kak. Dijamin tambah seru, karena kita kan sudah sah dinyatakan sebagai pasangan suami istri. Tapi kembali lagi pada diri masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, saya pun begi Bang.

      Tapi ya lagi dan lagi, tergantung ke diri masing-masing dan pasangannya juga.

      Hapus
  8. Menurutku, sesuaikan sama dana dan tentu liat prioritas sih. Jika kedua pasangan suka dan tersedia dana mungkin bisa membuat foto prewed mewah, jika dana tidak besar mungkin bisa dengan foto sederhana saja. Tidak ada foto sama sekali juga tidak apa-apa. Namun mungkin beberapa pasangan ingin mengabadikan kenangan mereka di foto prewed, makanya mereka mengusahakan foto sebaik mungkin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, sepakat Kak Mut.

      Mungkin karena saya selalu mikirin untuk dana duluan kalau urusan begini, jadilah pertimbangannya cukup banyak.

      Hapus
  9. Pre wedd? Duh, jangankan mau foto sebelum nikah , foto paska ijab kabul aja aku kaku,dipegang suami tangannya aku tepis, berasa belum halal, hihihi. Emang kayanya aku tipe2 yg ga suka foto2 krn liat foto pernikahan dan resepsi aja maluu apalagi pre wedd. Jadi kembali lagi ya, selera :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya Mba. Ada juga orang-orang yang masuk dalam tipe nggak terlalu nyaman difoto, maka kemungkinan akan mempertimbangkan lagi untuk bikin foto pre-wed begini.

      Hapus
  10. Saya dulu itu salah satu foto pre wedding kami jadikan hiasan dinding (poto besar diruangan) terinspirasi dari fotograpfernya.. dari pada cuman jadi pajangan pas resepsi... bener juga sich

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, kalau Abang malah jad bermanfaat banget nih. Iyap, daripada cuma jadi pajangan di saat resepsi, ada baiknya dijadikan pajangan penghias rumah juga setelah menikah.

      Hapus
  11. Soal foto pre wedding memang kembali pada pilihan masing-masing ya, Mbak. mau melakukan foto pre wedding silakan, tidak juga tidak apa-apa. karena masing-masing pasti ada alasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Spakat Mas Bam.

      Maka pertimbangan akan kembali lagi ke masing-masing orang dan pasangan.

      Hapus
  12. Mbak..doain aku bisa segera sibuk mempersiapkan pernikahan ya. Hehehehe

    Menurutku tergantung pribadi masing2 sih. Bisa jadi pamer, tape sebenarnya gak gitu juga mbak. Pasti niatnya lebih baik dri itu. Utk kenangan, seru2an, dekorasi pajangan resepsi, terpulang lagi ke kita alasannya apa.

    Aku pribadi juga pengen foto ala2 outdoor gini setelah nikah sebelum resepsi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Kak Jas.

      Semoga lekas bisa bersibuk-sibuk ria dalam mempersiapkan pernikahan. Aamiin.

      Hapus
  13. Klo bagi yg muslim sebaiknya memang foto post wedding ya, bukan pre wedding, karena sebelum nikah kan belum halal, ngapain foto-fotoan? kwkwkwk.... *ditimpuk kamera sama fotografer nih aku komen begini hahahaaa
    Enggak ada yg larang kok foto-fotoan, asal ada budget dan kesempatan. Tapi ya itu, setelah nikah aja fotonya. Kan bisa tuh habis ijab qobul terus pergi ke sawah, pantai, atau hutan bawa fotografer. Udah sah, pasti fotonya lebih romantis dan yang penting berpahala, tanpa adanya dosa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwk Mba Hastin niy wkwkwk.

      Ada juga kok foto pre-wed yang bebas dempet dempetan hihihi

      Tapi ya gitu, balik ke selera masing-masing orang sih ya.

      Hapus
  14. Saya pribadi juga mikir "ntar kalau udah ada pasangan yang ngajak serius, kayaknya aku nggak pengen ada sesi foto pre-wed". Bukannya apa-apa, rasanya aneh aja kalau disuruh pake full make up tebal dan baju yang berat ke sana-sini (kan banyak tu yang fotonya dialam, wkwk). Mungkin nanti kalaupun harus pajang foto, biarlah foto selfie pas masa pacaran aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, saya pun foto yang tadinya niat dipajang di acara resepsi sebenarnya malah foto no make up alias foto pas jalan jalan berdua, atau pas muterin sekitaran Jakarta Timur untuk mempersiapkan acara pernikahan saya dan partner.

      Hapus
  15. Setuju sih balik lagi ke masing-masing pasangan mau pilih pre-wed atau tidak.
    Foto pre-wed juga gak melulu pamer, mungkin itu sebagai bentuk nyata momen perjuangan cinta mereka sampai bisa menuju halal.
    Kalau saya pribadi lebih pilih foto pas wedding aja, kan udah sah jadi gak ada julidan di balik layar haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Julidan di balik layar.

      Langsung ter-note nih saya Kak. Iya juga ya. Apalagi sudut pandang tiap tamu yang datang kan nggak selalu sama.

      Hapus
  16. Unik juga fotonya kak hehe. Kalau aku sih lebih pengin ke post wedding yang udah pasti sudah sah menikah. Tapi ya masing2 selera sih, ndak masalah juga asal sesuai batasan aja mungkin menurutku hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Marfa, sesuaikan sama selera sendiri juga pasangan lah ya biar main aman.

      Hapus
  17. Saya setuju banget memang tergantung dari diri kita pribadi kalau dirasa perlu prewedding Ya apa salahnya
    tapi kalau tidak ya tidak apa-apa saya sendiri pun tidak melakukannya karena saya pacaran pun setelah menikah, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaaa mantap banget sih Mba, pacarannya setelah menikah sama suami. So sweet.

      Hapus
  18. Wahh ini kembali ke selera masing-masing si. Memang itu semua lilihsn kok

    BalasHapus
  19. Haha saya setuju nih dengan komentarnya Mbak Hastin. Kalau mau foto-foto gitu memang nggak ada yang larang sih, tergantung badget kita juga kan?

    Hanya saja untuk pengantin mustim sebaiknya ambil foto post wedding saja, karena sudah SAH dan bisa bebas bergaya apa saja. Mau sambil pegangan atau pelukan juga silakan. Tidak ada yang larang, karena sudah jadi pasangan halal. Beda kalau pre wedding, masih belum halal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Siska.

      Tapi memang pemahaman soal ini -- walau sesama muslim dari lahir -- biasanya berbeda juga. Jadi, semoga tulsanku menjadi pertimbangan lainnya juga buat teman-teman yang sedang mempersiapkan pernikahan. Semoga memberi manfaat.

      Hapus
  20. Zamanku dulu belum era pre wedding2an hehe. Dan kalaupun sudah ada pun kayanya nggak minat Juga. La pas nikahan Aja difoto malu2 kucing wkwk.. maklum kami pasangan yang lebih suka motret daripada dipotret.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih Kak Marita.

      Selalu senang lihat hasil potret Mba nih saya.

      Hapus
  21. Membaca artikel ini membuat saya yakin akan keputusan saya tdak melakukan foto prewedding. Benar kata mbak. Untuk apa sich? Paling cma pamer2an aja. Nanti dechh.. Kto fotony stlah nikah aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba Nengsih.

      Tapi kan selera setiap orang berbeda-beda. Pendapat dan sudut pandang saya mungkin cukup bisa jadi bahan pertimbangan.

      Hapus
  22. Kalau menurutku, sesuaikan saja dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama serta memang ada dananya. Aku dan Pewe sih akhirnya ta pakai acara foto prewed dan memilih budget untuk foto-foto itu dipakai buat jalan-jalan ke berbagai destinasi impian. Itu lebih seru sih, dan bisa sekalian foto-foto berdua juga kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huwaaa, Kak Mon, agree.

      Lumayan dananya buat jalan jalan ceria sama pasangan yang baru saja dihalalkan.

      Hapus
  23. Setuju banget, kakak aku juga photo prewed photo sendiri lho di outdoor dan malah terkesan cute dan romantis. Namun, sayang pernikahan gak berumur panjang lantaran suaminya telah lebih dahulu dipanggil sang pencipta, tapi kenangan tak terlupakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peluk jauh Mba Citra.

      Semoga yang Maha Kuasa selalu memeluk Mba agar tetap tangguh selalu.

      Hapus
  24. Bagi saya sih tidak penting ya, apalagi dlaam prinship saya, kami tidak dibolehkan saling sentuh sebelum resmi dinikahkan. Selain itu bisa hemat biaya. Hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, hemat. Hihihi, saya juga memang mikirnya hemat biaya ini juga lho Mba.

      Hapus
  25. kembali lagi ke pilihan masing-masing kalau saya sih, dan tentunya juga sesuai dengan selera dan dana. Saya bukan kaum yg fanatik dg bersentuhan sebelum halal juga sih jadi its okay.. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget Mas Pewe. Kembali ke selera dan dana juga keputusan bersama. Sepakat.

      Hapus
  26. Semua tergantung budget dan keinginan. Diserahkan pada kesepakatan calon manten dan keluarga. Saya mah sebagai orang tua, ikut anak aja nantinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, masya Allah, senangnya anak-anak Mba kelak semua urusan persiapan pernikahannya banyak didukung orangtua.

      Hapus
  27. Iya foto pre wedding itu hanya sebatas pemanis saja. Semuanya bergantung dari pasangan masing-masing. Terima kasih sudah berbagai tipsnya dari berbagai pandangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama Bu Ina.

      Terima kasih banyak juga sudah berkunjung ke blog saya.

      Hapus
  28. Saya termasuk yang gak bikin foto pre wedding, kebetulan saya dan suami gak suka di foto sampai sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kompak.

      Iya ya, ada juga malahan yang seperti ini.

      Hapus
  29. Kalau menurut saya sah-sah saja, mau foto prewed atau enggak. Asalkan semuanya hasil diskusi dan kesepakatan. Karena kuncinya menurut saya di komunikasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, Bang Raja nih ngena banget. Komunikasi bersama sama calon pasangan.

      Hapus
  30. Wah aku belum nikah nih jadi bisa mikir-mikir wkwk. Kembali lagi ke pasangan masing-masing sih yaa kak, karena setiap orang (pasangan) punya pandangan yang berbeda walapun mungkin akhirnya arti "pamer" keluar hehe. Apapun itu yang terpenting bukan foro pre-weddingnya melainkan menjalakan bahtera rumah tangga yaah kak. hehe Samawa kak :)

    BalasHapus
  31. Foto pre wedding itu menurut aku sih kembali lagi ke masing-masing orang. Kalau aku pribadi emang lebih suka kalau ada. Selain bisa dipamerin juga emang bikin suasana pas hari H makin indah aja gitu. Tentang konsep dan bujet bisa menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Aku dl hanya foto indoor dg bujet nggak lebih dari 250 ribu. Itu 16 tahun yang lalu. Dan hasil fotonya kami pajang di pintu masuk gedung resepsi plus dijadiin koleksi pribadi. Tapi buat mereka yg emang gak suka atau bujet ngga ada ya woles juga. Yg penting sah hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya banget Mba. Keputusan kembali lagi kepada kedua mempelai dan keluarga. Kalau pun akhirnya foto pre-wedding kan tentu ada kesan tersendirinya juga.

      Hapus
  32. Hi kak salam kenal ya.
    Mengenai foto pre-wedding itu tergantug kedua belah pihak sih dan harus banget diobrolin masak-masak dan kalo pun mau foto harus memiliki budget lebih juga. Kalo ditanya secara pribadi ke aku, aku jawab nggak terlalu butuh karena uang dr foto pre-wedding bisa dipakai buat kebutuhan setelah melangsungkan pernikahan. Kalau mau foto pre-wedding paling dibikin secara creative dan bikin kolaborasi sama temen sebagai photograher sih aku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Bang Yopi. Sudah lama nggak saling sapa.

      Nah, ide bagus nih Bang buat yang mau pakai jasa fotografer untuk foto pre-wedding.

      Hapus
  33. Kalau aku yang dulu karena bisnis di bidang foto dan video pastinya senang punya klien yang prewedd. Apalagi paket 22nya, Cha hihi. Ini sudut pandang bisnis :D

    Terus aku udah ngerasain prewedd dan tanpa prewedd. Emang nggak ngaruh kok sama hubungan setelah menikah. Jadi ya memang dikembalikan sama pasangannya. Namun aku yang sekarang lebih condong ke hal sederhana. Dana pernikahan yang bisa dipangkas ya pangkas aja kayak prewedd ini. Nah, ini baru sudut pandang objektif tanpa kepentingan apa pun :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, sepakat Acha sama Teteh.

      Memang kembali lagi soal sudut pandang. Kalau fotografer malah bahagia banget kalau ada yang mau pre wedding. Apalagi selera setiap orang berbeda, maka Acha menulis artikel ini hanya dari sudut pandang Acha, buat yang mau menikah. Semoga ngatur-ngaturnya dipikir masak-masak, biar tetap bebas utang dan tentunya bahagia.

      Hapus
  34. Yang paling itu ada poto keluarga lengkap saat weddingnyaa.. Nah ini kmrn pas saya malah kehilangan momen ini karena sibuk menghadapi tamu. Paling sedih sih kalo diingat.. Kalo prewed di simpan sendiri aja sih dlu blm jaman jg kayaknya poto prewed gt, cma skrg bahkan engagement jg udah kayak org nikahan pernak perniknya. Time flyes, balik lg ke selera emang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, memang foto keluarga lengkap pas hari H ini nih yang paling meninggalkan kesan selamanya.

      Hapus
  35. Saya dulu pakai ini foto pre wedding, Mbak. Buat undangan digital dan undangan cetak. Trus dicetak gede-gede juga buat di gedung. Eh, yang akhirnya terpasang di rumah cuma 1. Sisanya jadi penghuni gudang huhuhu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang penting tetap bermanfaat jadi pajangan Mba. Jadi ada sesuatu yang setiap hari dilirik sebagai pengingat kebersamaan.

      Hapus
  36. Kalau aku dulu gak foto pra-wed, karena malu juga kalau dipajang2 deket meja tamu atau di ruangan resepsi gitu hehehe. Fotonya pas udah di pelaminan aja.

    Balik lagi ke calon pengantinnya sih, mau pakai atau enggak. Kalau aku udah fokus banget buat acara aja, soale aku sibuk kerja juga, suami juga sama, undangan aja kita bikin mepet hihihi.. Kalau pre wed makin susah karena jarang ketemu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, sepakat. Semuanya memang kembali lagi ke selera dan keputusan dua mempelai ya Mba.

      Hapus
  37. Ini wajib direnungkan banyak perempuan dan laki2 di luar sana ketika akan mengajukan permintaan pada pasangannya : memfilter lebih dulu apakah ini perlu atau tidak. Kalo lihat foto2 prewed orang2, saya suka sih. romantis, indah, estetis, dll. Tapi kalo saya & pasangan lebih pragmatis utk ini. Banyak yg lebih penting. hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Mba Sugi.

      Sebab terkadang pasangan itu senang saja memberi, sementara yang meminta bisa jadi hanya nyeletuk saja.

      Hapus
  38. Aku termasuk Yang punya foto pre wedding hahahha, jaman alay. Kami pilih lokasi Kota Tua, museum bank mandiri n Toko merah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahhhh manisnya, sampai foto di Toko Merah. Kan keren banget di sana.

      Hapus

Posting Komentar