pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebenarnya, ada banyak sekali alasan, kenapa harus
menulis. Tentu jawaban dari setiap orang yang senang menulis, akan berbeda-beda. Pun begitu
dengan saya.
Saya yang lahir di Kota Mataram, Lombok, bukanlah anak yang
dulu mudah mengakses buku bacaan anak. Lebih banyak saya menikmati cerita
semisal Legenda Danau Toba atau Kisah Malin Kundang dari buku materi pelajaran
Bahasa Indonesia yang dibawakan oleh salah seorang paman dari pihak Mama saya,
seseorang yang kemudian juga saya panggil dengan panggilan akrab Kakek Kecil.
Perpusatakaan daerah memang ada dan jaraknya sebenarnya
nggak terlalu jauh dari rumah. Namun jarang saya dapat kesempatan untuk ke sana
dan berlama-lama, sebab memang kesibukan kedua orangtua, membuat saya akhirnya
lebih banyak menghabiskan waktu menonton dan bermain saja.
Namun memang, sesekali, orangtua saya membelikan saya
majalah Aku Anak Saleh atau Bobo, walaupun nggak berlangganan. Baca berita atau
puisi di Koran Kilas, salah satu koran daerah di masa saya kecil dulu, pun jadi rutinitas, terutama untuk mengisi TTS
yang ada di koran tersebut, bersama dengan adik sepupu saya.
Lalu setelah akhirnya saya ikut kedua orangtua saya untuk
pindah ke Bogor, barulah saya dapat lebih banyak mengakses buku bacaan, hingga
... di suatu ketika, terpikirlah oleh saya, betapa membaca sungguh
menyenangkan. Lalu, bertambahlah salah satu daftar cita-cita yang saya impikan,
yaitu menjadi sosok yang bermanfaat bagi banyak orang, dari menulis.
Kemudian, kenapa akhirnya saya merasa kalau diri saya harus
menulis? Hmm … mungkin jawaban yang saya berikan, bisa jadi sama dengan alasanmu
tetap menulis hingga sekarang.
Beberapa buku yang saya baca, semisal buku nonfiksi bertema
perjalanan karya Windy Ariestanty berjudul Life Traveler, sukses membuat saya
lupa akan betapa jenuhnya saya sejak akhir bulan Februari lalu. Benar-benar
saya menahan diri nggak kemana-mana, kecuali untuk urusan belanja ataupun hal
yang sangat penting sekali.
Fisik saya yang hanya berdiam di atas kasur, berselimut, dan
ditemani tumpukan bantal empuk, telah menjelajah Indochina hingga ke sebuah
kedai kopi berplang “Toi-Toi” di Republik Ceko sana, hanya dari menikmati
sajian imajinasi Mba Windy.
Baca juga : Life Traveler : Buku Tentang Perjalanan Menuju Pulang
Belum lagi, ketika saya melahap buku karya Prisca Primasari
yang berjudul French Pink, membawa saya ke sebuah kota di Negeri Sakura yang
penuh dengan berbagai warna. Saya diajak berkenalan dengan banyaknya tingkatan
warna beserta namanya. Hal yang sebelumnya saya anggap sama, ungu yang
ungu saja, padahal ada ungu mulberry,
ungu inggris, ungu anggur, sampai ke warna ungu lavender, dan masih banyak lagi
variasinya.
Atau ketika saya sedang terbuai akan tulisan dari A. Fuadi
dalam salah satu buku dari trilogi Negeri 5 Menara berjudul Rantau 1 Muara.
Penulisnya mengajak imajinasi saya berkeliling di sekitar Washington DC pada
saat tragedi WTC di tahun 2001. Terbawa oleh fustrasinya tokoh Alif dalam
menemukan keberadaan Mas Garuda. Lalu hati saya dikoyakkan akan kenyataan yang
harus Alif terima.
Begitulah sebuah bacaan bagi saya, sungguh senang sekali
mengajak imajinasi saya mengekori apa yang digambarkan oleh penulisnya melalui
susunan kata, diksi, hingga melompati tanda koma, dan berhenti di tiap tanda
titiknya.
Demikian juga dengan membaca tulisan yang ada di blog. Saya
menikmati tulisan perjalanan atau tips-tips menyenangkan yang dituliskan oleh
Vicky Laurentina, Eva Sri Rahayu dan kembarannya Evi Sri Rejeki, juga sesekali
oleh tulisan mengenai pengalaman mengunjungi curug yang ditulis oleh Pringadi
Abdi Surya.
Untuk sosok yang terakhir, saya juga suka label fiksi yang ada di blog beliau. Ya, walau hanya mampir
tanpa berkomentar, semoga nggak apa kalau beliau baca tulisan saya ini.
Jadi ... inilah salah satu alasan, kenapa harus menulis bagi
saya. Untaian kata yang mereka sajikan, membawa saya pada begitu banyak
pengalaman melalui bacaan. Lalu apa saya nggak boleh juga seperti mereka?
Mengajak siapapun yang mampir ke tulisan yang saya buat, kemudian membawa
mereka pada imajinasi yang saya rangkai?
Saya pernah punya keinginan untuk hidup lama, lalu bisa
menjadi penjelajah waktu. Hmm ... rasanya saya terlalu akrab dengan serial
Doraemon sehingga saya sering berpikir begini. Bisa punya mesin waktu dan pintu
kemana saja, atau malah menemukan tablet panjang umur. Terima kasih Fujiko F.
Fujio.
Ngomong-ngomong soal Fujiko F. Fujio, tahukah kamu kalau dibalik
nama pena ini, ada kejutannya? Awalnya penulis komik alias mangaka untuk
Doaremon ini adalah Fujiko Fujio yang digawangi oleh dua orang, yaitu Fujimoto Hiroshi dan Abiko Motoo.
Keduanya berkolaborasi sejak tahun 1951.
Namun karena terjadi perseteruan dan perbedaan misi di
kemudian hari, hingga di tahun 1987, keduanya pun memilih jalan yang berbeda di
dunia manga. Fujimoto Hiroshi lebih menikmati terjun ke dalam anime
genre anak dan memakai nama pena Fujiko F. Fujio, sementara Abiko Motoo terjun ke genre komedi dewasa.
Lalu, Fujimoto Hiroshi menambahkan huruf “F” pada nama pena tadi dan jadilah Fujiko
F. Fujio yang sekarang dikenal luas sebagai pencipta karakter Doraemon.
Ish Ka Acha, ini bahas soal penulis lho, doi kan mangaka.
Hmm ... memangnya sebelum doi menggambar manga, nggak dibikin dulu plot
ceritanya? Ya kan itu ditulis. Gimana gengs? Kalau setuju alhamdulillah, kalau
nggak, silakan kasih Ka Acha contoh asik penulis yang tetap hidup sepanjang
generasi melalui karyanya ya. Please.
Eh, atau kalau kamu sudah nonton drama Korea berjudul
Chicago Typewriter. Hmm, kamu akan menemukan sedikit pesan di sana, bahwa
menulis akan membuat penulisnya tetap abadi. Salah satu alasan mengapa saya
pada akhirnya benar-benar dibuat jatuh cinta oleh serial drama ini, sebab saya
pun menontonnya di kala saya sendiri sedang malas untuk menulis.
Baca juga : Chicago Typewriter (2017) : Kisah Yang Ditulis Akan Abadi
Sayangnya Allah SWT memberikan batas usia bagi manusia,
dengan jatah waktu yang berbeda-beda. Fujiko F. Fujio memang sudah tiada.
Tetapi karakter Doraemon, Nobita, Giant, Suneo, Sizuka, masih bisa dikenal oleh
anak-anak dan dewasa di masa sekarang. Sungguh luar biasa dampak dari sebuah
karya, bukan?
Ada cukup banyak penulis yang memang telah berpulang namun
meninggalkan karya-karya yang bisa dikenang dan dinikmati oleh generasi
setelahnya. Apa saya nggak boleh punya impian yang sama? Menjadi abadi dengan
karya?
Saya sebenarnya agak deg-degan menulis bagian ini. Saya
sering bertanya pada diri saya, apakah sebagai blogger, dimana saya bebas
mengocehkan gagasan saya di platform blog, tanpa editor lain atau sebut saja
semuanya dilakukan sendiri, sudah jadi pembaca yang baik sebelumnya?
Apa saya sudah menulis tanpa terlalu banyak pemborosan kata, semisal : berkisah tentang, maju ke depan, mundur ke belakang? Apakah tepat penulisan imbuhan “di” yang selama ini saya gunakan, antara “di” yang penulisannya dipisah dengan yang disambung? Pernahkah saya salah menuliskan huruf besar untuk nama kota atau nama negara, lalu kemudian dicontoh oleh pembaca saya?
Jujur, saya takut. Saya khawatir jika saya nggak membaca
dengan baik, maka pembaca baik yang berkunjung ke tulisan saya, kelak akan
meniru kesalahan yang telah saya lakukan.
Belum lagi, sebelum menulis pastilah dibutuhkan referensi yang
cukup, bukan hanya sekadar celotehan berputar-putar tanpa tujuan yang jelas.
Ada poin-poin bermanfaat yang kemudian tersampaikan, di tiap epilog yang saya
sediakan pada tulisan saya. Sungguh berat.
Ditambah, keterampilan menulis nggak bisa didapatkan begitu saja melalui membaca lalu menuliskannya suka-suka. Penulis tetap butuh latihan. Hmm ... pelatihan sih tepatnya bagi saya. Sebagai ajang, bukan hanya untuk bertemu teman baru dan mengenalkan diri di dunia kepenulisan, tetapi tentunya untuk bisa menjadi penulis yang baik.
Maka alasan saya, kenapa harus menulis adalah ...
saya ingin terus bisa belajar jadi pembaca dan pembelajar yang baik.
Sebaik-baiknya. Sehingga kemudian tulisan yang saya hadirkan pun menjadi tulisan
yang punya nilai. Mana saya tahu jika dikemudian hari, gagasan dalam berbagai
tulisan yang saya sajikan, menjadi referensi bagi penulis lainnya, kan?
Sebagai bonus penyemangat, saya sering tergoda oleh foto buku-buku bacaan yang telah lebih dulu singgah ke bagian lain dunia, dibawa oleh para pembacanya. Penulisnya mungkin belum bisa berkunjung ke sana, namun karyanya telah tiba duluan. Terlintas oleh saya, foto tadi serupa doa agar penulisnya pun bisa sampai ke tempat si karya miliknya pernah berpose juga.
Selain itu, ada banyak sekali pekerjaan yang berhasil
menghidupi sesiapa yang senang berkecimping di bidang ini. Saya pun pada
akhirnya mensyukuri kesenangan saya akan menulis, sehingga saya bisa menyajikan
portofolio saya yang hampir keseluruhannya bisa saya capai melalui menulis.
Baca juga : Portofolio Akarui Cha
Terima kasih bagi kamu yang telah bertahan untuk membaca
tulisan saya kali ini. Jika kamu pun punya alasan, kenapa harus menulis
seperti saya, mari tuliskan, lalu bagikan pada saya melalui mention di Twiter
atau DM di Instagram ya. Di kolom komen pun, boleh sekali. Salam hangat.
PS : Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Catatan
Pringadi bekerja sama dengan Tempo Institute
Keren Kak! Mengingatkan saya kembali kenapa saya menulis..
BalasHapusTerima kasih. Semoga kamu pun tetap semangat menulis ya. Mari saling menyemangati.
Hapusbuku mbak windy aku suka banget, baca bukunya bener bener membuat aku seolah olah sedang berada disana. dan karna corona ini, aku harus menghanguskan tiket ke indochina, dan malah plannya mau ikuti beberapa aktivitas yang mbak windi ceritakan di bukunya
BalasHapusHuhu turut sedih Mba. Patah hato banget pastinya, harus merelakan tiket begini.
HapusKecenya tuisan Mba Windy karena bisa banget bikin pembacanya seperti ikut masuk ke dalam ranselnya dan mengikuti setiap perjalanan yang ia jalani.
Seringkali saya mengalami writer's block saat menulis di blog. Buntu, jenuh gak punya ide, vakum beberapa lama, kemudian kembali menulis lagi. Mungkin saya tidak bisa konsisten menulis setiap hari, tapi saya meyakini suatu saat saya akan selalu kembali menulis :)
BalasHapusSemoga semangat terus ya Mba.
Hapusalasanku menulis adalah terlalu banyak kata dan kalimat indah terekam dalam hati dan fikiranku, membuatku wajib menuliskannya. Entah hanya sekedar ubtuk membagikan kisah demi melegakan hati dan fikiran, maupun kalimat kalimat positif yg bisa bermanfaat untuk orang lain. Karena ada pepatah kata kata itu seperti udara bisa hilang jika tidak segera engkau tuliskan. :)
BalasHapusIya ya. Kalau terlambat dituliskan, kata kata akan menguap serupa uap air.
HapusSemoga semangat selalu dalam menulis ya.
Saya juga dari kecil sudah senang dan buku mba, buku apapun yg ada di rak buku di rumah pasti satu per satu saya baca. Banyaknya buku-buku tentang agama dan kisah Nabi dan Rasul. Setelah dari situ, SMP saya mulai banyak menjelajah fiksi, sampai Harry Potter pun saya baca saat kelas satu SMP. Nah pas masa-masa SMP menuju SMA itu minat saya terhadap menulis lagi giat2nya. Saya sampe berkeinginan untuk buat novel walaupun pada akhirnya gak sampai tuntas karena management waktu yg kurang baik antara belajar dan sekolah😅 Waktu itu saya mulai merambah ke sastra juga. Kalau sekarang entah kenapa saya lebih tertarik buat tulisan yg personal seputar self-improvement di blog (lebih cenderung ngedumel tapi sih isinya😂) , mungkin karena waktu untuk membaca tulisan fiksi lebih sedikit dibanding dulu. Walaupun begitu semoga semangat nulisnya tetap terus ada sampai nanti bisa berkarir di dunia tulis menulis seperti mba, hehe. Salam kenal ya mba Acha😊🙏🏻
BalasHapusHai salam kenal.
HapusSemoga tetap semangat menulis ya.
Saya pun belum punya karya solo nih, karena memang, menulis buku solo itu butuh energi dan waktu yang lebih panjang, juga kesabaran dan ketekunan yang banyak.
tetap menulis agar bisa menuangkan ide-ide brilian.
BalasHapusAku terharu nih, Bang Deddy mampir ke tulisanku ini. Terima kasih banyak Bang.
Hapusbagi saya menulis itu bisa sebagai healing kita pelampiasan diri dari segala jenis emosi, menulis bebas berimajinasi, menulis seakan berbicara kepada pembaca biasanya yang suka menulis pasti suka membaca..
BalasHapusHuum, membaca itu seperti mengisi amunisi sih ya Mba. Setuju banget, sebab menulis memang bisa jadi healing yang baik.
Hapusdulu menulis ya menulis aja,,utk komunikasi sm diri sndiri. tapi skg selang bbrp tahun baru nyadar dgn mnulis bisa mndatangkan pundi2 rejeki. Thanks GOD
BalasHapusHihihi iya banget Kak Gina. Time flies dan saya pun amaze dibuatnya. Ternyata menulis bisa membuat saya bisa hidup nyaman juga. alhamdulillah.
HapusKalau bagiku, menulis ini benar - benar me time dan melegakan beban dan fikiran. Selain itu dengan menulis setidaknya dapat membagikan berbagai hal positif yang membawa manfaat bagi banyak orang.
BalasHapusIyap, menulis memang merupakan salah satu cara untuk berbagi ya.
HapusBetul bgt
BalasHapusKalau saya untuk theraphy stress haha
Maksdnya dengan nulis, jd tersalurkan apa yg ada di benak, jd ga jd beban
Yq yaa
Kalo Bang Sani mah, sekalian merekam cerita perjalanannya yang bejibun dan unik unik memang. Duh Bang, segitu menulis macam terapi stres, huhu ... iri Acha tuh sama Bang Sani.
HapusSalah satu cara buat healing atau terapi diri adalah dengan menulis, selain sharing tentunya. Menulis juga buat menyampaikan pesan kebaikan. Ini tujuan utama saya
BalasHapusIyap, setuju. Menyampaikan pesan, opini, dan lainnya, bisa dilakukan dengan menulis.
HapusBikin manga, buat skenario untuk drama, ya semua kan di draft juga melalui bentuk tulisan ya kak.
BalasHapusMakanya daku juga lagi mengusahakan menulis yang bermanfaat, karena dari karya yang ditulis akan meninggalkan jejak sejarah hidup kita yang akan terkenang dan insya Allah menjadi amal jariyah juga buat kitanya
Setuju banget Kak Fenni.
HapusDan aku tuh amaze gitu lho sama Kak Fenni. Tetap bisa menghasilkan banyak karya dan tulisan di blog hanya dari smartphone selama ini. Mantap. Semoga impiannya buat bisa punya laptop, lekas tercapai ya Kak Fenni.
Pertama menulis cuma sebagai ungkapan2 hati aja, tapi sekarang malah bisa menghasilkan pundi2 ya. beruntung banget aku bisa punya blog. aku sendiri ga nyangka nulis di blog bisa hasilkan duit di zaman skr.
BalasHapusMenulis bikin kita menemukan jalan baru ya Kak Lita. Duh, aku masih panjang nih perjalanannya, Kak.
HapusBetul mba, menjadi penulis itu akan selalu dikenang walopun sudah gak ada. That's why pengen banget bisa buat karya yang bisa dinikmati banyak orang.
BalasHapusSemoga ya Mba Shynta. Aamiin. Semangat selalu.
HapusManfaat menulis banyak banget
BalasHapusSaat harus bicara di depan umum, ngga akan terlalu gagap
Karena terbiasa fokus di topik dan mearngkai kata
Nah, ini salah satunya nih Ambu. Sekalian belajar bagaimana caranya menyampaikan gagasan secara langsung. Duh Acha masih harus banyak belajar untuk bisa bicara dengan tenang di depan umum.
HapusKak 🤗 aku salut banget! Suka banget sama orang yang justru maju karena kondisinya. Bener, beberapa yang tinggal di NTT NTB memang dulu belum terjangkau buku bacaan, akupun beberapa tahun ini kalo ks NTT pasti sisakan beberapa kilo bagasi untuk bawa buku 💙 bersyukur Sekarang internet lumayan merata ya kak. Makasih udah sangat menginspirasi 💙luv banget
BalasHapusAh benar mbak..
BalasHapusKlo aw menulis untuk healing dan menyalurkan hobi
Menulis untuk kesehatan jiwa :D
BalasHapusItu alasanku.
Tapi manfaatnya memang sangat banyak, dan sudah terbukti selama 12 tahun aku jadi penulis blog, majalah, dan buku. ALhamdulillah.
Salah satu alasan saya menulis supaya bisa jadi amal jariyah kalau mungkin ada salah satu pembaca tulisan saya melakukan hal positif setelah mampir ke blog saya :)
BalasHapusMasyaAllah. Semoga tulisan-tulisan baik yang dilahirkan melahirkan amal jariyah untuk kita kelak ya. Aamiin.
HapusKalau buat saya, menulis adalah sarana menyalurkan energi dan ide. Alhamdulillah bisa untuk tambahan pendapatan, gak nyangka bisa sampai di sini hehe
BalasHapusAku sudah suka menulis sejak bisa menulis alias di Sekolah Dasar. Terutama nulis fiksi. Makin dewasa jaid beragam deh minat dan tema yang aku tulis. Bagiku, menulis itu adalah terapi jiwa. Self-healing. Thanks for inspirasinya, Cha!
BalasHapusAq kadang mengalami buntu saat mau nulis, kayaknya masih suka tergantung mood juga ya mbak.
BalasHapusKalau aku, menulis karena menurutku menulis adalah healing therapy sih jadi bener bener lega setelah menulis
BalasHapusBenar dengan menulis kita bisa terus belajar agar bisa menyiapkan artikel-artikel yang bermanfaat bagi pembaca
BalasHapusMenurut Saya, penulis yang baik adalah pembaca yang baik juga. Memperkaya diri dengan aneka bacaan apapun, mau blog, buku dll. Dan setuju harus menulis, karena tulisan inilah yang akan menjadi warisan kita buat orang lain, semoga tercerahkan & terinspirasi karenanya
BalasHapusHallo Kak Acha...
BalasHapussalam kenal ya :)
saya merinding di bagian quote Ali bin Abu Thalib
Oia selamat ya sudah menang tulisannya :)
PS: Masih kah kangen dengan kota Mataram, Lombok?
Haii Kak Reni. Sampai saat ini, tentu masih. Tapi sepertinya bukan untuk menetap lagi di sana, melainkan mampir sesekali.
HapusDengan menulis kita bisa menciptakan sejarah sendiri dengan karya yang kita miliki walaupun kita bukan siapa-siapa :)
BalasHapusMasyaAllah, Teteh. Selalu kagum sama Teteh.
HapusAku pun masih degdegan mba ada kata blogger di nama belakangku sekarang. Buat ku menjadi blogger / penulis membuat kita juga belajar banyak hal ;) so semangat terus yah mba nulis nya :)
BalasHapussepakat dengan semua itu, salah satu alasan saya tetap menulis salah satunya juga karena sadar betul ini pekerjaan keabadian yang bisa dibaca anak cucu kelak
BalasHapussemangat terus menulisnya mba...
BalasHapussetiap orang punya alasan n motivasi tersendiri ketika mnenulis,
tp sy yakin menulis merupakan bentuk berbagi yang mungkin tidak kita sadari.
bsesederhana saat tulisan lebih pada sebuah curhat lalu ada yg comment dan merasa terbantu krn menghadapi hal yg sama dan tak merasa sendiri
Walaupun banyak yang bilang kalau bahasa blogger lebih bebas. Buat saya pribadi tetap ada tanggung jawabnya. Jadi apapun bentuk tulisan kita memang harus dilakukan dnegan benar dan berani dipertanggungjawabkan
BalasHapusHai ka acha! salam kenal
BalasHapusAlasan aku sendiri mengapa menulis, karena ingin semua perjalananku tertuang dalam satu wadah yang di suatu hari nanti bisa ku ulas kembali, ku ceritakan, dan ku kenang. bahwa aku pernah menjadi seorang blogger dan akan tetap menjadi seorang blogger
Menulis kerap menjadi healing dan mengungkapkan segala keluh kesah maupun kata yang tak bisa terungkap lewat lisan.
BalasHapusI do understand Mbak bagaimana anak daerah dengan keterbatasan fasilitas utk bisa melek literasi dan membaca karena suamiku pengelola relawan d pedalaman :') Btw inu lombanya masuhe berlangsung ngga Mbak? Hehe
BalasHapusBuat saya sendiri,menulis sudah jadi hobi sejakengenal pelajaran mengarang di sekolah. Kekinian malah jadi nambah semangat, karena dengan menulis kita bisa berbagi dan menerima
BalasHapusSalam kenal kak, duh saya merasa bagai butiran debu, harus mulai lebih banyak membaca supaya lebih mantap menulis , sangat menginspirasi kak , salam kenal yaa.
BalasHapusTerima kasih insigth-nya Mba, mengingatkanku juga tentang kebiasaan menulis (curhat) di Diary saat masih SD hingga SMA. Masuk Kuliah mulai kenal Blog karena harus mengerjakan tugas disana, eh keterusan jadi ngeblog sampai sekarang :)
BalasHapusMenulis juga bikin percaya diri/menambah nilai
BalasHapusDi WAG alumni, teman-teman memperkenalkan saya:
"Masih inget Maria ngga, kelas sekian, dia sekarang penulis lho"
Omaygat bangga nian, walau belum punya buku solo :D
Setuju banget kak!
BalasHapusSetiap orang punya alasan masing-masing kenapa suka menulis, termasuk aku yang suka menulis karena ingin berbagi informasi terkait destinasi yang telah aku kunjungi biar banyak orang yang tau dan berkunjung hehe. Semangat terus kak :)
Akujuga suka menulis. Rasanya puas aja gitu setelah menulis. Menulis membantu kita merunut isi pikiran. Jadi otak kanan kita bekerja dengan baik dan seimbang. Semangat menulis terus ya kak.
BalasHapusAlasanku menulis supaya otak ga makin tumpul.
BalasHapusMakin sering menulis secara gak langsung ilmu pengetahuan makin bertambah.
Puncak dari tulisan menurutku adalah menelurkan karya, bikin buku! Sebanyak banyaknya!
Kelak nama kita tidak akan pernah mati seperti para penulis yang hebat itu ...