Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Blogger Melek Literasi Digital

Apa sih hubungannya blogger sama melek literasi digital? Lha kan jadi blogger itu ya cuma menulis saja, mencurahkan isi hati, dan menyampaikan sebuah sudut pandang? Bebas dong!

Dear teman teman pembaca blog Taman Rahasia Cha yang Kak Acha sayangi, sebangsa dan setanah air. Sesungguhnya, perkembangan dunia menulis blog, mau nggak mau membuat para orang-orang yang menyematkan kata “blogger” sebagai profil di berbagai akun media sosialnya, mempunyai tanggung jawab besar atas apa saja yang tertuang di dalam blog pribadi miliknya.

blogger harus mau belajar literasi

Saya nggak akan jauh-jauh membahas mengenai, melek literasi digital bisa membuat seseorang jadi terhindar dari hoax alias berita yang belum jelas kebenarannya. Betul sih, tapi … saya mau menyederhanakannya menjadi sebuah pengaruh yang bisa dihadirkan oleh seorang blogger, pada literasi digital itu sendiri. Ya kan blogger itu sebenarnya merupakan bagian dari agent of change lho.

Apa sih Kak Acha ngomongin literasi digital terus? Baiklah, saya mau ajak kamu membedah makna dari literasi digital ini sedikit saja, kulitnya saja. Semoga setelah membaca tulisan saya ini hingga tamat, kamu akan memiliki kesamaan frekuensi pemahaman dengan saya.

Apa Sih Literasi Digital Itu?

Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), menyampaikan bahwa literasi digital merupakan kemampuan dalam memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber yang kesemuanya dapat diakses melalui internet.

Tapi, menurut Bawden (2001(, literasi digital lebih berakar kepada keterampilan teknis dalam mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.

Jadi, literasi digital itu sendiri merupakan kecakapan untuk mampu mennggali lebih dalam sebuah informasi yang berasal dari dunia digital, kemudian memilih dan memilahnya, sebelum menyebarluaskannya kembali, baik dalam bentuk tulisan maupun lainnya.

 pejuang literasi digital

Maknanya, seorang blogger memiliki tanggung jawab dalam menyajikan sebuah tulisan yang sudah melalui berbagai proses penyaringan informasi. Termasuk menghadirkan bentuk tulisan yang baik dan benar, taat Ejaan yang Disempurnakan (EYD) atau kini mulai dikenal sebagai Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Kan, blogger itu, pejuang literasi, penjaga budaya literasi. Sepakat?

Dengan begitu, bacaan yang disajikan di blog, bukan lagi hanya sekadar curhat yang berawal dari perasaan dan pandangan mata saja. Melainkan, dari berbagai sumber literatur yang kemudian diolah sedemikian rupa dengan penggunaan gaya bahasa yang sesuai karakter si blogger, hingga tulisan jadi mudah dipahami.

Sebab, seperti yang Kak Acha sudah sampaikan, sebuah tulisan di blog, bisa saja memberi pengaruh pada pembaca yang entah siapa dan dimana.

Nah, apa kamu sudah sefrekuensi dengan pemahaman sederhana saya tentang literasi digital? Jika ingin menyampaikan pendapat, kritik, atau mungkin pertanyaan, silakan kamu sampaikan di kolom komentar ya.

Kenapa Blogger Perlu Membiasakan Melek Literasi Digital?

Pernah nggak, kamu dikejutkan oleh direct message (DM) di akun media sosialmu atau e-mail dari seseorang yang merasa kalau tulisanmu sangat bermanfaat baginya? Pernah nggak, kamu menemukan komentar positif di blog kamu yang menyampaikan ucapan terima kasih atas tulisan yang sudah kamu muat? Atau, mungkin kamu pernah menemukan curhatan di kolom komentarmu, setelah si pembaca selesai membaca tulisanmu?

Banyak yang beranggapan bahwa minat baca di Indonesia itu cukup rendah. Dampak negatifnya, membaca bagi kebanyakan orang hanya sebagai kemampuan merangkai deretan kata dan kalimat yang terbaca saja, tanpa selalu menemukan makna maupun menggoda untuk memunculkan pertanyaan kritis atas sebuah bahan bacaan.

Arti sederhananya, membaca ya bisa menyebutkan kalimat yang ada saja. Memahami makna dan menemukan hal-hal lain di baliknya, belum tentu selalu bisa begitu.

menulis sesuai EBI

Di masa sekarang, kebanyakan orang, menggilai menemukan sebuah informasi yang dibutuhkannya dengan bertanya kepada Mbah Google. Tinggal buka smartphone, masuk ke aplikasi penelusuran, mengetik kata kunci, lalu si mesin penelusuran akan menyajikan deretan informasi yang si orang tadi butuhkan.

Payahnya, dengan kemampuan membaca yang seadanya, seseorang tadi, misalnya lho ya ini, menelan mentah mentah semua informasi yang tersaji. Sebab merasa geregetan dengan apa yang sudah ia temukan di laman pencarian, jempolnya akan secepat kilat melakukan trik copy link, lalu paste di media sosial. Syukur alhamdulillah kalau bukan copy paste langsung isi tulisannya ya. Screenshot apalagi.

Apakah ada kesempatan bagi seseorang tadi untuk mengambil jeda sejenak sebelum melakukan trik share-nya tersebut? Kemungkinan besar nggak, kalau kemampuan literasi digitalnya belum terasah tajam.

Kembali lagi dengan keberadaan para blogger. Siapa sih yang nggak mau kalau tulisannya bisa nyangkut di page one laman pencarian? Rasanya, jika ada tulisan yang bercokol di sana, menjadi sebuah kebanggaan, bukan? Namun, apa jadinya jika tulisan tadi bukanlah tulisan yang sudah melalui proses penyaringan, penyuntingan, bahkan sampai ke tahap riset kecil-kecilan?

Apa yang akan terjadi jika tulisan yang kurang melalui proses saring sana sini tadi, bertemu dengan seseorang yang terlalu nrimo dalam membaca, tapi ingin nampak tahu segalanya karena berguru sama Mbah Google?

Di sinilah maksud dari Kak Acha nih, para pengunjung Taman Rahasia Cha sekalian. Yuk, bagi kamu yang sudah berani menyematkan kata “blogger” di profil akun media sosial kamu, saatnya kamu dan saya menjadi agent of change. Saatnya untuk saya dan kamu, menyajikan tulisan di blog yang sudah melalui proses riset, penyaringan informasi, dan penyuntingan alias editing.

Baca juga : 7 Amunisi Menjadi Blogger Untuk Menemukan Peluang Dari Ngeblog

Blogger Butuh Melek Literasi Digital

Saya kompor banget nggak sih, menuliskan kalimat agent of change melulu sepanjang tulisan ini?

Saya hanya ingin membantu memantik semangat kamu, untuk turut memperjuangkan budaya literasi tanah air kita tercinta. Nggak muluk sampai keurusan menjadi saringan informasi kok, walau sebaiknya sebagai blogger ya butuh banget malah untuk terus belajar menjadi penyaring informasi yang baik.

Saya mau mengajak kamu untuk membantu Uda Ivan Lanin, dengan membiasakan menayangkan tulisan yang taat Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) dulu saja deh di blog atau media sosial milik kamu. Iya, sesederhana itu, gaes.

Semalam, saya ikut jadi peserta di Kelas Growthing Blogger (KGB) dan pematerinya adalah Kak Gemaulani. Materi yang disampaikan Kak Gilang – ngomong-ngomong doi perempuan lho, cantik lagi – membahas tentang teknik penulisan dan editing blogpost.

Sepanjang materi yang disampaikan Kak Gilang, saya belajar banyak tentang betapa pentingnya kemampuan menulis bagi seseorang yang menyematkan kata “blogger” di berbagai akun media sosial miliknya. Bukan buat bahan sombong lho, malah kata tersebut membuat saya punya tanggung jawab besar. Soalnya, kalau saya menulis tanpa taat EBI, bisa bisa kamu yang mampir ke blog saya, ikut-ikutan nggak taat EBI.

Jikalau saja saya terbiasa menulis menggunakan kata “merubah” padahal kata yang tepat adalah “mengubah” sebab kata dasarnya sendiri adalah “ubah” bukan “rubah”, lalu tulisan saya masuk page one, kemudian banyak pembaca yang datang, ya … lama kelamaan kata “mengubah” jadi tergerus dan seluruh Indonesia akan kompak menggunakan kata “merubah”. Kamu sadar nggak, di beberapa lagu pop Indonesia jadinya malah begitu?

Itulah mengapa, blogger perlu melek literasi digital. Blogger butuh untuk mampu membaca dengan baik, sehingga dapat menyaring berbagai informasi, sebelum dituangkan ke dalam blogpost. Blogger pun butuh untuk paham penulisan yang tepat, agar pembaca yang berkunjung jadi turut terbiasa membaca kata yang sesuai, dan menjadikannya sebagai kebiasaan umum. Blogger itu, pejuang literasi.

Belajar Literasi Digital dengan Memilih Membaca di Platform Terpercaya

Tenang, kamu sudah sampai di akhir pembahasan. Sedikit lagi ya.

Apa sih proses pertama yang perlu dilakukan sebelum mahir menulis? Tentu saja, membaca dong. Maksud Kak Acha, sebagai blogger, membaca itu perlu dijadikan kebutuhan, membaca itu kan amunisi dalam menulis.

Duh, Kak Acha, saya nggak sempat baca buku. Lha kan ada banyak buku-buku yang kamu bisa baca secara digital. Tinggal buka di smartphone sambil santai.

Kamu bisa memanfaatkan aplikasi iPusnas, misalnya. Atau kamu bisa kunjung Storial, Cabaca, bahkan Let’s Read. Bahan bacaan yang ada di sana, merupakan hasil karya yang sudah melewati cukup banyak proses penyaringan. Tentunya, karena dalam proses menerbitkan sebuah karya menjadi bahan bacaan di sana, turut melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah editor.

Dengan kamu terbiasa membaca tulisan yang baik, kamu pun akan turut terpengaruh untuk memunculkan tulisan yang baik pula. Seringnya membaca tulisan yang taat EBI, kamu akan menulis dengan taat EBI juga.

Baca juga : Yuk Pelajari Bahasa Ibu Kita Dengan Baik

Teman-teman blogger, yuk semangat mengasah diri untuk menjadi blogger yang lebih baik lagi setiap harinya. Semangat menjadi pejuang literasi digital, semangat menjadi agent of change.

Komentar

  1. blogger harus melek digital ya mbak
    biar saat mencari referensi tulisan tidak terjebak dgn kabar hoax
    blogger juga sbg garda terdepan dalam meperjuangkan literasi digital

    BalasHapus
  2. Setuju! Blogging sendiri sesungguhnya merupakan literasi digital yang harus taat EBi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bangeettt. Walaupun bahasa asik malahan cenderung nggak formal tapi ya tetap penting taat EBI ya Mba. Kan taat EBI nggak selalu menulis dengan pembawaan kaku.

      Hapus
  3. Yappp, Masih banyak yang perlu dipelajari mengenai literasi digital.
    Para ortu juga harus berperan aktif untuk mendidik anak, termasuk dalam hal literasi digital

    Semangattt buat kita semuaaa!

    BalasHapus
  4. Duh jadi ingat, kemaren kan mertua saya sakit, trus ada sodara-sodara ipar saya, yang dikit-dikit googling, lalu ngotot dengan mengikuti semua yang dibaca di google itu, hehehe.

    Kebayang nggak sih, kalau yang dia baca itu informasi yang salah, memang literasi digital itu penting, dan sebagai blogger, kita juga ikutan bertanggung jawab akan hal itu :D

    BalasHapus
  5. Wah saya kalo nulis blog masih curhat2 aja ni mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama kok Mba. Curhat jadi gagasan utama di blog saya ini.

      Hapus
  6. Merasa bangga dink jadi blogger, ternyata agent of change juga yaa.. Pengaturan EBI nih jadi catatan pntg buat aku, kak. Nggak boleh malas utk ngecek kbbi ya

    BalasHapus
  7. Kemampuan literasi yang baik bisa membawa perubahan ke arah lebih baik, dan kitapun jadi gak mudah terpancing hoax

    semangat buat kita semuaaa

    BalasHapus
  8. Kalau gini, saya harus makin rajin baca supaya lebih pinter lagi membuat konten berkualitas. Kan, blogger adalah agen of change juga. Lewat tulisan, kita bisa memberikan edukasi hingga perubahan pola pikir dan perilaku. Kontennya tentu harus benar-benar mengena.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama nih Mba Iim. Saya juga masih harus sangat banyak membaca lagi.

      Hapus
  9. Ashiap kaka acha, jadi makin kepingin ikutan kelas growthing nih, makin hari makin mrerasa bodoh aja ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huhu ... Aku masih sendu karena kena kick kemarin. Tapi setekah istirahat panjang, kusiap belajar lagi

      Hapus
  10. Betul neh, harus banyak menyerap informasi agar nanti tulisan di blog bagus dan bermanfaat buat pengunjung.

    BalasHapus
  11. Nah betul banget. Bacaan yang bagus memang nggak cuma jalan ceritanya aja tapi bahasanya. Masalahnya beberapa platform menulis ya gitu, pada suka cerita yang tragis daripada tatabahasa yang rapi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu. Kadang sedih lihatnya tapi ya masa diam saja. Jadi malah menggoda buat ikutan juga sih.

      Hapus
  12. Waaaa.....sayapun ngefans ke Mbak Gema Maulani
    Blogger yang kerennnn
    Hihihi iya, sayapun suka gemes baca tulisan blogger yang masih menulis di"rubah" bukan diubah, ngelus dada deh dengan kemalasannya

    Bahasa Indonesia kalau bukan kita yang mempelajari, siapa lagi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lalu yang menulis dengan kata "rubah" ini banyak Ambu. Bahkan para pemegang kunci akun akun medsos brand, satu dua masih suka ketemu yang begitu menulis kata "ubah" jadi "rubah".

      Hapus
  13. Bloggerpun penggiat literasi. Memberi informasi dan menyampaikannya dengan jelas. Kadang info yang baik jadi salah penerimaannya kalo kita tidak memahami makna literasi yang sebenarnya bukan hanya membaca tapi juga mengolah informasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Kak. Makanya perjuangannya panjang lho ternyata.

      Hapus
  14. Seeringgg.. dan kalau udah ada yang ngucapin terimakasih tu kayak nggak percaya "Eh aku nulis apa yah, kok bisa yah?" Jadinya makin semangat buat nebar kebaikan. Bener sekali, Blogger itu Agent of change, makanya banyak yang takut kalau apa-apa ditulis sama blogger hahhaa.. jangan macam macam ya.. Semangat terus menebar kebaikan Mbak Acha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba Inuel. Semoga Mba Inuel semangat terus juga ya.

      Hapus
  15. Nah Iya betul banget Kak.. Menjadi agent of change salah satu resolusi ku ditahun ini, wah baru sadar salah satunya lewat blog. Dan sekarang Aku pun masih belajar tentang EBI dan PUEBI, makanya karena sering nulis sering banget ngecek KBBI daring

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Kak. Semoga terus maju jadi agent of change.

      Hapus
  16. Dengan jadi blogger jadi membiasakan juga untuk menulis sesuai kaidah, dan kalau bisa nggak disingkat seperti saat sedang sms yak hihi.

    Btw itu paragraf 7 "kecapakan" atau "kecakapan" kak Acha?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih koreksinya Kak Fenni. 🤗🤗🤗

      Iya lho. Mau nggak mau ya belajar menulisnya nggak singkat-singkat lagi

      Hapus
  17. Dengan kita paham literasi digital, kita enggak akan mudah terpancing hoax di media sosial

    BalasHapus
  18. Aku tuh suka sedih kalau ada yang meremehkan blog, katanya ditulisnya bisa aja ngasal. Tapi ya kemudian introspeksi...memang ada blog yang ditulisnya tanpa mencantumkan sumber yang jelas sehingga berpotensi menyesatkan pembaca. Semoga kita tidak termasuk yang demikian, ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semangat buat kita yang mulai paham sedikit sedikit ya.

      Hapus
  19. Bener juga yaa kalo bloger ngga melek literasi digital takutnua kebawa hoax sana sini. Akhirnya yg ditulis cuma pepesan kosong. Hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya saya merasa masih harus banyak baca dan belajar lagi, bukan hanya belajar menulis saja.

      Hapus
  20. Bener banget mbak blogger itu penting banget menyajikan sesuatu yg "benar" karena dizaman sekarang banyak juga yang mencari kebenaran dr google :D Nah kalau menulis sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar saya pun masih banyak belajar :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Mba Susi. Saya pun masih harus lebih banyak belajar lagi.

      Hapus
  21. Waduh, biasanya saya nulis di blog seperti artikel, saya menulisnya beradasarkan pengalaman saya sih ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya kalau pengalaman ya nggak masalah Mba. Tapi lebih lengkap kalau ada informasi pendukungnya. Saya juga baru mulai seperti itu kok Mba. Semangat.

      Hapus
  22. 𝕊𝕖𝕓𝕒𝕘𝕒𝕚 𝕓𝕝𝕠𝕘𝕘𝕖𝕣𝕓𝕜𝕚𝕥𝕒 𝕙𝕒𝕣𝕦𝕤 𝕞𝕖𝕝𝕖𝕜 𝕝𝕚𝕥𝕖𝕣𝕒𝕤𝕚 𝕟𝕚𝕙. 𝔹𝕚𝕒𝕣 𝕓𝕚𝕤𝕒 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕨𝕒 𝕡𝕖𝕣𝕦𝕓𝕒𝕙𝕒𝕟 𝕡𝕠𝕤𝕚𝕥𝕚𝕗 𝕕𝕚 𝕕𝕦𝕟𝕚𝕒 𝕞𝕒𝕪𝕒.

    BalasHapus
  23. Sebagai blogger, kita memang wajib buat melek literasi ya mbak, karena melalui tulisan-tulisan kita, kita bisa menyampaikan apa yg kita pikirkan.

    BalasHapus
  24. Perlukah blogger melek literasi digital? Pelu banget ya gak mbak. Setuju banget dengan tulisan ini. sebaiknya blogger bisa menulis sesuai EBI dan yang dia tulis adalah informasi yang harus jauh dari HOAX.

    BalasHapus
  25. Sebagai penulis, memiliki literasi yang bagus tentunya akan menambah kualitas tulisan kita :)

    BalasHapus
  26. Dengan adanya kemampuan literasi digital, saya sbgai wanita Indonesia...melakukan tindakan stop penyebaran hoax apalgi dgrup2 wa keluarga wkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah WA keluarga seringnya jadi ladang sebar hoax nih Kak Ghina 🤭

      Hapus
  27. Seneng aku bisa ambil peran di dunia literasi digital ya kak karena jadi blogger, tapi tanggungjawabnya juga luar biasa besar karena harus selalu belajar setiap saat

    BalasHapus
  28. Bener banget kak. Konten blog yang juga memerhatikan kaidah penulisan itu akan lebih enak dibaca dan dipahami. Sehingga pembaca juga bisa belajar mana kata yang tepat dan tidak. Mereka juga bisa lebih mudah mencerna pastinya ya.

    BalasHapus
  29. Siap. Sebagai blogger kita bisa berpeeran dalam Literasi digital ini dengan menyampaikan berita atau tulisan yang akurat atau bukan hoax.

    BalasHapus
  30. Betul, blogger harus melek digital. Harus Juga ambil info dari sumber terpercaya. Manfaatnya kan buat blogger nya sendiri ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget Mba. Pada akhirmya manfaat terasa juga ke diri sendiri.

      Hapus
  31. EBI atau PUEBI itu penting, tapi menurut saya buat tipikal orang Indonesia, kita harus punya pendekatan berbeda. Kita harus pakai bahasa yang mudah mereka mengerti dulu. Zaman sekarang bahkan kantor berita pun sudah semakin populer bahasanya. Blogger, menurut saya sah sah saja pakai bahasa gaul atau bahasa yang gak terlalu baku untuk menjangkau lebih banyak pembaca, sehingga mereka terliterasi dengan baik, khususnya kesadaran menyaring berita-berita hoax.

    BalasHapus
    Balasan
    1. EBI kan update terus Kak. Jadi memang penggunaan bahasa gaul pun nggak ada masalah rasanya.

      Hapus
  32. Setuju ka Acha, sebagai blogger kita butuh melek digital literasi. terima kasih sharingnya kaca walaupun tidak ikut kelas KGB jadi kecipratan ilmunya jg

    BalasHapus
  33. Berasa kesentil nih mba Cha,
    Soalnya aku dah jarang ngecek ejaan yg bener, kebiasaan ngetik chat disingkat2 dan pake bahasa sehari2..
    Makasih infonya ya mba

    BalasHapus
  34. Jadi blogger harus dong jadi agen penggiat literasi digital, kita lawan hoaks dengan konten-konten artikel yang positif dan sumbernya bisa dipertanggungjawabkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huwaaa jadi makin semangat nih dapat komentar dari Kak Shynta.

      Hapus
  35. Blogger seperti kita wajib memahami makna literasi. Dan akan lebih baik lagi jika bisa dengan bijak menggunakan dan memanfaatkan skill literasinya via media digital. Setidaknya blogger bisa menjadi salah satu pilar yang berpengaruh dalam sosialisasi dan pengembangan literasi digital itu sendiri.

    BalasHapus
  36. Aku paling senanh kalau tulisan di blog bermanfaat. Pernah suatu hari ada yang kirim email menanyakan tulisanku. Tapi ada juga yang menanyakan pekerjaan dalam postingan review tempat makan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya. Kadang ada yang mau tau lebih banyak eh bukan bidang si bloggernya.

      Hapus
  37. Blogger harus melek literasi digital dulu ya supaya para pembacanya pun terbawa serta menjadi di melek digital literasi juga

    BalasHapus
  38. Setujuu Mba, sebagai blogger memang kita harus menjadi salah satu agen perubahan plus yang ikut mensosialisasikan betapa penting literasi digital untuk para pengguna internet.

    BalasHapus
  39. wah menarik banget sekaligus menampar saya ini hehe. secara saya masih suka menggunakan kata sesuka hati dalam blog huhuhu. makasih pencerahannya ya mbak

    BalasHapus
  40. Sampai saat ini saya masih belajar terus tentang kepenulisan yang baik dan benar untuk blog saya, maka dari itu saya terus berusaha meningkatkan kemampuan literasi khususnya literasi digital.

    Zaman sekarang memiliki kemampuan literasi digital yang baik sangat penting adanya, menghindarkan kita dari termakan berita hoax, tidak menuliskan hal-hal yang tidak berguna di sosial media atau bahkan menyebarkan toxic untuk orang lain. Sebaliknya, dengan literasi digital yang baik, kita bisa berbagi ilmu, informasi yang berguna dan tentunya valid.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Mba. Makanya jadi pejuang literasi ternyata tantangannya banyak sekali.

      Hapus
  41. iya loh
    blogger, apalagi yang masih muda, adalah agent of changet banget
    dengan jempol-jempol dan ide kreatifnya, bisa banget melakukan perubahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayaknya yang udah nggak muda juga masih bisa. Seperti beberapa blogger senior yang malah berasa banget jadi agent of change-nya di dunia kepenulisan.

      Hapus
  42. Saya pribadi masih PR banget untuk konsisten membaca. Harus dipaksa dan dibuat waktu khusus agar bisa konsisten.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Mba. Saya sampai bikin aku IG @bacha.santai untuk memaksa diri saya membaca.

      Hapus
  43. Aku seneng kalau blogger dibilang agen perubahan, karena berkat tulisannya meningkatkan literasi digital masy Indonesia. Tentunya dengan tulisan-tulisan bermanfaat dan informatif ya...

    BalasHapus
  44. bener banget kak acha. aku baca ini kaya lagi di sentil juga. yang menyandang gelar blogger. tapi terkadang masih tidak memperdulikan soal tulis menulis. padahal kita memang agen perubahan ya. aku pengen juga deh ikutan kelas blogger.

    BalasHapus
  45. Betul, Kak Acha. Bloger adalah agent of change karena tulisannya dapat dibaca dan tersebar, bahkan sampai ke pelosok wilayah asalkan ada koneksi internet. Kesempatan untuk dapat dibaca justru lebih luas daripada penulis buku. Itulah kenapa bloger juga harus mengasah kemampuan menulis dan juga kemampuan berbahasa yang baik agar dapat menjadi the real agent of change dan konten blognya berkualitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huwaaa. Peluk Mba Hastin. Aduh kapan ya aku punya buku dan editornya Mba Hastin. Mau banget.

      Hapus
  46. wah wajib bgt buat blogger melek literasi mbak


    tulisan yang kita hadirkan juga harus ada manfaatnya, dan pasti bisa dipertanggung jawabkan

    BalasHapus
  47. apalagi blogger ya, harus melek digital
    dia yang sering dapat informasi, bagi informasi
    ya masa' kena hoax
    kan gak lucu
    gak bisa menjaga nama baik "blogger"

    BalasHapus
  48. Berkah barokah ikut kelasnya ya Cha, makin keren dalam ngeblog nih pastinya. Belajar literasi digital memang menyenangkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Nyi aih kamu mah lebih keren dari aku. Bahkan tulisan fiksimu jalan terus.

      Hapus
  49. melek literais digital ini jadi suatu keharusan ya, kalau ga bisa dengan mudah termakan hoax atau malah jadi pelaku hoax

    BalasHapus
  50. Setuju kalau membaca itu amunisi untuk menulis, kadang saya pribadi kalau lagi stuck nulis pasti langsung baca, hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Toss Mbak
      Saya pun demikian
      Jadi kalau ga bisa nulis artinya saya kurang baca

      Hapus
  51. Sebagai blogger saya jadi terbiasa membaca artikel panjang dan menulis dengan sumber. Sehingga itu bisa jadi bekal untuk mengantisipasi informasi hoax yang beredar sepotong-sepotong.

    BalasHapus
  52. Ah benar saja. Kadang kita berlomba menempati posisi satu tapi belum tentu dibarengi dengan usaha menyuguhkan satu kontent yang syarat akan makna. Harus mengubah mindset ini. Kudu benar-benar melek literasi. Nggak hanya sekedar membaca dan lalu menghilang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget Mba. Dan saya masih harus banyak belajar lagi.

      Hapus
  53. Sebagai blogger memang wajib untuk menyediakan informasi yang akurat dan berdasarkan fakta. Karena blogger merupakan bagian dari literasi digital

    BalasHapus
  54. Setuju,,, jadi blogger ya harus melek literasi. Biar tulisan yang dihasilkan nggak sembarangan dan punya manfaat positif bagi orang lain.

    BalasHapus
  55. Setuju. Kadang sesuatu yang 'terdengar hebat' itu sebenarnya 'hanya'lah tentang menghormati hal-hal dasar seperti tata bahasa atau kita sebut PUEBI sekarang ini.

    Bisa jadi kesalahpahaman dalam literasi berawal dari kerancuan arti sebuah kata-kata atau kalimat yang tak sesuai dengan kaidah bahasa. Kesalahan bahasa yang seolah sepele bisa berakibat fatal karena mungkin diartikan ambigu, multitafsir, dll.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keracunan arti sebuah kata kata yang belum tepat makna ya Mba. Suka sekali sama komennya. Terima kasih banyak Mba.

      Hapus
  56. Peran blogger terhadap literasi digital ini berpengaruh banget. Yang pertama, blogger harus mengkampanyekan pentingnya literasi digital bagi semua kalangan. Yang kedua, blogger itu sendiri harus melek literasi digital untuk referensi menulis.

    BalasHapus
  57. Kak Acha.. pertanyaan tentang ada yang email atau DM karena merasa tulisan kita dibutuhkan atau bermanfaat bagi pembaca saya jadi teringat beberapa hari lalu dikirimin email tentang tulisan saya. Katanya setelah baca artikel tersebut dia lebih tenang karena jadi tau faktanya.
    Waaaah saya senang sekali kak. Rasanya bisa bermanfaat buat orang lain.

    BalasHapus
  58. Aku tersorot sama kata2 ini : agent of change , kayak wah banget.. tapi memang wah si...
    agent of change terntu harus punya kamampuan dalam mempengaruhi khalayak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya lho Mba Nita. Menjadi berpengaruh itu ternyata juga butuh banyak amunisi.

      Hapus
  59. Harus banget nih blogger memahami literasi digital karena di tangan mereka orang orang akan mendapatkan informasi yang benar

    BalasHapus
  60. Penting ya ka belajar literasi digital. Karena aku pernah baca postingan teman tentang hotel yang sedang dia liput. Dibilang instagramable, tapi pas aku cek ke hotelnya. Hmm... menurutku belum bisa disbut instagramable karena hanya ada 1 dinding yang bisa di pakai buat foto2 ria.

    Nah, literasi digital ini juga mampu membuka wawasan bagi para penulis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Kak. Hmm ... jadi merasa perlu lebih berhati-hati lagi nih dalam menyampaikan review.

      Hapus
  61. kalau bloger mah wajib melek literasi, karena semuanya tentang literasi. fil khusus ketika membaca syarat dan ketentuan untuk sebuah job. Keliru sedikit saja bisa menurunkan citra kita di mata klien...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huhu iya lho Bang. Urusan baca brief ini kadang bikin jleb

      Hapus
  62. Dengan kondisi seperti sekarang yang minim membaca jadi sedih, apalagi kalau orang-orang percaya hoax. Duh.. semoga bisa berubah ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga dengan menukis blog bisa sedikit banyak jadi bagian khalayak yang bisa memperjuangkan literasi non hoax.

      Hapus
  63. Setuju banget kak kalo blogger harus melek literasi, karena tulisan kita pasti bakal dibaca orang lain, jadi sebisa mungkin ya harus ada pertanggung jawaban atas apa yang kita tulis. Tapi, ini apa berlaku untuk semua jenis blog? Karena beberapa blog kan dia mungkin hanya berisi catatan pribadi, diary, dll, dimana yah, ada gaya penulisan tersendiri sebagai identitasnya.

    Kalau saya sendiri belum berani menyematkan kata 'blogger' sebagai salah satu identitas saya. Masih banyak kurangnya. Hehe.

    Terimakasih atas tulisan yang bagus ini, membuat saya kepikiran 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama Kak. Sepemahaman saya, blog memang kebanyakan sih diisi dengan curhatan. Tapi bagi saya, nggak ada salahnya taat EBI jadi nyaman dibaca. Mana tahu nantinya si tulisan tadi menginspirasi. Lagipula bahasa sesuaI EBI kan nggak selalu baku. Pakai bahasa gaul juga nggak masalah.

      Hapus

Posting Komentar