Novel Fantasi Majava : Sebuah Dunia Berlatar Lokal Sunda

Drama Ketika Berkeluarga

Drama ketika berkeluarga itu sesungguhnya banyak. Nggak selalu drama yang seru dan bikin berbunga-bunga, tapi sedih sendu dukanya ya nggak kalah berjilid-jilid juga.

Maka … tulisan ini saya buat sebagai pesan manis untuk sesiapa saja yang di luar sana suka iseng bercanda, “kapan nikah?”, aih … candaan begini bisa menimbulkan perang dalam diam lho. Ah … termasuk pertanyaan “kapan” lainnya.

 sakinah mawaddah wa rahmah

Ada perasaan yang membawa saya pada perenungan setelah membuka kembali buku Drama Mama Papa Muda yang ditulis oleh Mba Pungky Prayitno dan suaminya. Tersadar akan betapa hidup itu sudah penuh drama, apalagi kalau kelak memutuskan untuk menikah. Ya kan pernikahan nggak hanya berisi tentang kehidupan yang senang gembira suka cita saja.

Pada akhirnya saya terbawa untuk berpikir lebih jauh, kalau drama dalam pernikahan tadi sesungguhnya berawal dari mana. Tergantung di sisi hulunya, sehingga akan menjadi seseru apa setelahnya. Ya … namanya juga hidup nggak sendiri lagi kan, maka dramanya ya … gitu deh.

Hiyah … mungkin saya sudah mulai kebanyakan membaca buku non fiksi tentang pernikahan ya. Eh, apa karena saya belakangan suka menonton drama keluarga ala ala Go Back Couple juga? Sepertinya.

Nah, saya jadi teringat akan karakter Ma Jin Joo dan Choi Ban Do yang karena sudah lama menikah, drama ributnya bukannya makin reda dan tenang malah makin seru berujung perceraian. Ya tapi mana ada sih kejadian di dunia nyata, sepasang mantan bisa balik ke masa lalu dan memulai semuanya dari awal lagi. Oh … ini beneran cuma ada di dunia fiksi.

Tapi bisa jadi itulah harapan dari manusia ya. Sebab penyesalan sering datang di akhir cerita, maka muncul kisah fiksi mengenai perjalanan waktu dan lain sebagainya dalam urusan asmara. Kadang juga bisa terjadi karena ada sisi dari diri manusia yang selalu khawatir akan masa depannya.

Drama dengan Pasangan

Sejatinya, seusai akad nikah selesai dilangsungkan, di antara ucapan “sah” dari penghulu, saksi, beserta keluarga yang hadir, ada drama baru yang sudah menunggu. Detik itu juga, nggak ada kata mundur atau pause, sehingga si drama bisa diantisipasi.

 quote suami istri

Biasanya, kalau di masa pedekate, ada sebab nggak bertemu 24 jam sehari, mulai dari bangun tidur dengan belek di mata yang masih menggantung, sampai malam jelang tidur saat muka masih wangi facial foam atau krim malam. Nah … masa begini kan, sisi super duper original dari pasangan, ya mana ketahuan.

Lalu setelah sampai di masa pernikahan, awal-awalnya sih, karena sedang adaptasi, transisi, sekaligus berbunga-bunga gembiranya masih berlanjut, akan ada banyak permakluman yang terjadi. Banyak impian yang disampaikan … banyak tawa yang berkelindan seiring waktu berjalan.

Mengalir hingga melalui tahun pertama, kedua, ketiga, dan selanjutnya … drama kecil-kecilan sudah jadi hal yang biasa muncul dari pasangan. Ya namanya juga tinggal bersama dengan seseorang yang kenalnya juga belum lama, ya kan?

Kadang, jika pasangan memiliki karakter yang pengertian, maka semua akan tetap tenang. Asal si pihak satunya jangan sampai ke level keterlaluan.

Drama dengan Orang Tua dan Mertua

Sudah jadi rahasia umum, jika menikah bukan hanya tentang dua orang yang menyatu dalam sebuah ikatan ijab qabul. Menikah ya nggak sesederhana sudut pandang cerita sinetron. Tentang si anu yang menikah dengan anu, lalu punya orangtua super baik, kompak pula dengan si pihak mertua. Hey … nggak selalu begitu.

Rejeki jika kedua pasang orangtua memiliki karakter pengertian. Contoh dua keluarga bahagia yang menghadirkan anak-anak ceria bin sabar dan pandai bertahan menghadapi kenyataan. Tapi … apa iya hidup akan selalu menyajikan keindahan?

 orangtua vs mertua

Kadang, ada menantu perempuan yang sungkan luar biasa, walau sudah tahunan membersamai si pasangannya. Kadang, ada menantu yang nggak acuh berat, dengan alasan, ya … sibuk ini lah itu lah, demi tuntutan hidup, hingga bertanya kabar saja nggak sempat.

Belum lagi kisah mertua yang banyak bertanya dan memaksakan pemikirannya soal kehidupan kepada anaknya. Bla bla bla ….

Seperti yang Ka Acha sampaikan di awal cerita, bahwa menikah bukan hanya tentang dua orang saja, melainkan sepaket sama keluarga besarnya sekalian. Jadi, jika ada yang bertanya iseng soal “kapan nikah?” seolah perhatian, mungkin perlulah dipikirkan lebih jauh ke depan, bahwa pernikahan nggak seindah kisah dongeng Disney. Masih ada sisi lain yang nggak akan sanggup diperdebatkan.

Drama dengan Saudara Kandung dan Ipar

Jika sebagai anak, dalam menghadapi orangtua yang sudah memasuki masa lansia itu lebih bisa tenang, bagaimana dengan saudara kandung yang sudah hadir bersama ipar?

Ya … inilah bumbu yang bikin drama ketika berkeluarga jadi pelik lagi deh.

 saudara kandung vs ipar

Karakter setiap anak yang lahir dari sepasang ibu ayah seringnya nggak seperti copy paste, persis. Perpaduan genetika membawa banyak sekali karakter yang njelimet kalau dirinci kesamaan dengan si kakak maupun adiknya.

Hidup sedari kecil dengan saudara kandung saja sudah ada drama tersendiri. Kemudian saat memasuki usia dewasa, si saudara kandung tadi harus beradaptasi dengan saudara ipar. Pun sebaliknya.

Ikatan pernikahan lagi dan lagi memang dianggap sebagai ibadah. Iya, bagi saya sih, menikah itu ibadah dalam bermasyarakat. Seluruh sisi diri akan terlibat.

Makanya … saya seringnya heran sih, kok ada saja yang iseng bertanya “kapan nikah?”, kemudian iseng bertanya “kapan punya anak?”, terus “kapan nambah adik?”. Hey … ini siapa yang pertama kali mulai iseng tanya begini sih? Ibadah kok dinodai dengan mulut jahat bikin sakit hati?

Saya pun kemudian paham mengapa agama saya sebagai muslim, mengatur tentang mengapa saudara perempuan dari istri nggak disarankan untuk tinggal bersama dalam satu rumah dengan kakaknya yang sudah menikah. Juga, mengapa saudara laki-laki dari pihak suami juga sebaiknya sedikit memberi jarak hormat kepada istri dari saudara kandungnya, dan sebaiknya juga nggak ikut tinggal di rumah yang sama.

Saya pun lama-kelamaan jadi maklum, mengapa seorang saudara, bisa berubah jadi nggak asik, atau malah bisa jadi asik banget diajak kumpul seru, setelah ia menikah. Perubahan banyak terjadi, sebagai bentuk adaptasi dan antisipasi seseorang akan kehidupannya yang baru, setelah pernikahan.

Drama dengan Si Kecil

Pesan jahat dari Ka Acha, semoga kamu nggak menikah karena akan segera memiliki momongan alias kebobolan ya.

Menikah karena hamil duluan itu beneran bikin drama penuh dilema. Menikah itu ibadah lho, jadi mari dimulai dengan cara yang baik dan waktu yang tepat. Lagipula, menikah bukan cara menyelesaikan masalah, melainkan bersiap menghadapi banyak drama nggak terduga.

Sudah begitu ya, ungkapan sayang antar dua anak muda yang masih belum mengikat cinta dengan ijab qabul itu adalah saling menjaga, menghormati, dan melindungi sebaik-baiknya. Sepakat?

 membersamai si kecil

Sementara, drama dengan si kecil setelah menikah, akan banyak dimulai dari masa menunggu kehadirannya lho.

Ada sih pasangan yang memang menikah dengan cara yang baik, namun masih menunggu untuk cepat bisa menerapkan ilmu parenting yang dipelajari, sebab si janin belum juga nampak hilalnya. Ada pula yang berjuang sampai ke tahap program bayi tabung. Maka saya sungguh menghormati dan turut mendoakan kebaikan mereka.

Sebab memiliki si kecil, mau nggak mau, sepasang orangtua akan banyak belajar. Terutama mengenai masalah kesehatan fisik dan mental anak yang nggak mudah diterapkan. Eh, tapi sudah banyak sumber mengenai ilmu kesehatan anak yang bisa ditemukan secara online lho, misalnya di situs atau aplikasi Halodoc.

Halodoc sendiri merupakan situs dan aplikasi kesehatan buatan anak negeri yang banyak menghadirkan artikel kesehatan, baik fisik, mental, bahkan hingga kesehatan hewan peliharaan. Mau pesan obat, atau mencari tahu informasi dengan dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan terdekat yang bekerjasama dengan Halodoc juga sudah bisa. Lengkap banget sih, kalau mau kamu jadikan acuan dalam membersamai si kecil.

Seiring waktu berjalan, drama dengan si kecil akan memunculkan warna-warni nggak terduga dalam kehidupan. Kejutan demi kejutan akan bermunculan.

Drama dengan Diri Sendiri

Pada akhirnya, mengapa sampai pertanyaan “kapan nikah?” itu terdengar menyebalkan, tentu sebab setiap jiwa yang sudah mengambil jalan dalam sebuah pernikahan, nggak akan punya kesempatan untuk mundur atau berlari menjauh.

 apa aku siap menikah

Jika pun kelak memilih jalan perpisahan, akan banyak kenangan yang tertinggal, namun nggak semuanya hanya cukup dikenang saja seperti di masa anak muda sedang pedekate, bukan? Akan ada sisi dari waktu yang telah terambil dan membawa pada waktu selanjutnya di masa depan.

Drama dengan diri sendiri, menghadirkan jiwa yang tumbuh dan berkembang di masa menikah. Akan ada anak perempuan yang berubah menjadi istri dengan segudang tanggung jawab yang menuntut kewarasan. Demikian juga dengan anak lelaki, seseorang yang akan nampak menyedihkan jika mentang-mentang menyandang status sebagai suami tapi abai akan keluarga kecil yang diikatnya sendiri.

Drama dengan diri akan membawa banyak dampak pada kehidupan setelah menikah. Siap yang hanya di mulut namun absen dalam perbuatan dan kebiasaan setiap harinya, dampaknya bisa langsung terasa. Aih … menikah itu menuntut lho, menghadirkan banyak tuntutan dan bukannya bahan bercandaan.

Sudah Ka Acha sampaikan panjang lebar jika pertanyaan “kapan nikah?” juga kapan dan kapan lainnya itu sama sekali nggak menyenangkan untuk dianggap basa-basi. Sebab menikah, itu ibadah diri, berdua, berkeluarga, hingga bermasyarakat. Bukan sesederhana rukuk dan sujud dalam shalat.

Drama ketika berkeluarga, hadir sepanjang usia. Selama waktu bersama. Langgeng mesra bukanlah kerja satu orang saja, namun dua orang, beserta dua paket keluarga besarnya, ditambah para si kecil yang hadir belakangan. Sakinah mawaddah wa rahmah adalah tujuan yang butuh diperjuangkan.  

Komentar

  1. Memang benar kalo menikah itu bukan akhir dari suatu hubungan tapi malah baru awalnya. Makanya suka heran kalo ada yang enak komen kapan kawin.

    Menikah juga memang sepaket, ada mertua yang pastinya beda karakter dengan orang tua sendiri dan mungkin juga kakak dan adik ipar. Itu juga bisa bikin drama, lihat saja tayangan sinetron ku menangis huuooohooo....😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi iya lho.

      Makanya memang menikah begini ya jleb saja kalo dijadiin basa basi.

      Hapus
  2. Setuju mba drama berkeluarga itu ga cuman dari pasangan kita doang tapi dari mertua, ipar belum lagi kalau ada si kecil makanya bener2 kudu kuat mental juga hahaha

    BalasHapus
  3. Aku bersyukur sih menikah dengan pak suami, di mana almarhum mertua sangaaaat baik, dan Kaka ipar 1-1 nya walopun kami ga akrab, tp saling menghormati, jd bisa dibilang kami rukun Ampe skr.

    Aku tau ga semua org bisa mendapat keluarga "kedua" yg sama baiknya. Banyak yg dpt mertua galak, sedih kalo baca. Seolah si menantu hanya pembantu anaknya aja :(.

    Makanya bagi yg beruntung mendapatkan mertua baik, ipar yg bersahabat, bersyukur lah. Anggab mereka seperti ortu kita, dan Kaka/adek yg sebenernya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan kak Fanny, gak semua dapat keluarga kedua yang sama baiknya. Kalaupun dapet yang baik eh iparnya nyebelin, hahahaha

      Begitulah drama keluarga. Udah mirip Drakor memang.

      Tapi ini hidup nyata, memang benar yang harus dilakukan adalah adaptasi dan menerima. Walau dua hal itu sulit, kalo bisa berhasil berdamai dengan dua hal itu, hidup berumah tangga juga terasa lebih ringan sih

      Hapus
    2. Setuju banget sih sama kak Fanny, aku termasuk yang nggak bisa dekat dengan keluarga 'kedua'ku, padahal nikah udah mau 13 tahun. Tapi bersyukurnya suami selalu mampu jadi penengah yang baik, nggak berat sebelah. Jadi ya nggak perlu ada drama berkelanjutan tentang mertua vs menantu atau ipar vs istri.

      Hapus
    3. Masya Allah,malah aku banyak belajar daro komen Mba Fanny, Kak Eka, sama Mba Marita.

      Hapus
  4. yang punya rencana menikah atau akan melangsungkan pernikahan harus baca dulu nih tulisan ini. biar lebih paham yang pasti akan terjadi saat menjalin hubungan rumah tangga. akupun sudah masuk 5 tahun berumahtangga dan tulisan ini memang benar adanya. kuncinya bukan hanya ada di kita tapi kita dan pasangan kita agar rumah tangga tetap terjalin indah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Kak Rina. Kunci pernikahan itu ya dipegang sama dua orang beserta keluarga intinya masing-masing.

      Hapus
  5. banyak sekali dramanya tapi kalau kita pelajari insyaallah akan lebih mudah jalannya ya ... dan berusaha kompak selalu dgn suami

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sakinah mawaddah wa rahmah buat kita semua ya Kak.

      Hapus
  6. Drama dengan pasangan ini sih yang jadi bumbu hihi. Kadang kalau malah flat aja kayak kurang greget gitu wkwkw. Apaa karena itu ya kadang jadi cari gara2 😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wadudu Kak Jihan cari gara gara kah? Hihihi ... biar ada seru-serunya ya Kak.

      Hapus
  7. Tulisan ini makin nyadarin aku kalau waktu kita nikah sama seseorang, nggak cuma dengan dia tapi dengan seluruh keluarga dan lingkungannya. Bukan bikin takut, tapi bikin makin sadar. Doakan segera ketemu jodoh ya mbak aku ini hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga lekas bertemu dengan si jodoh ya Mba.

      Hapus
  8. 5 tahun pertama emg penuh drama ya mba biasanya, aku pun masih terus menyesuaikan dan mencoba menerima kelucuan dri masing2 keluarga >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi iya. Dari masing masing keluarga aja ada banyak lucunya.

      Hapus
  9. Menyelaraskan 2 kepala dengan 2 isi otak berbeda memang tidak mudah. Belum lagi latar belakang keluarga yang berbeda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah. Banyak sudah drama ketika berkeluarga yang terjadi.

      Hapus
  10. Di pernikahan yang berjalan 12 tahun ini, Alhamdulillah semua drama-drama di atas sudah terlewati dengan baik.
    Mood kita bakal naik turun menjalaninya.
    Tapi teteup, percaya pada diri sendiri, selalu berdoa kepada Allah, insyaAllah always happy ending.

    Semangat buat yang mau menikah!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih banyak Mba. Semoga terus sakinah mawaddah wa rahmah.

      Hapus
  11. 2 hari lalu diamanahi untuk sharing tentang membangun komunikasi produktif dengan pasangan, mendengar cerita dan curhatan teman-teman yang saat itu jadi peserta sharing, melemparkan ingatanku di 5 tahun pernikahan.

    Alhamdulillah memasuki tahun ke 13, semua drama-drama itu telah terlewati. Kini aku dan suami udah kek best friend. Hambatan komunikasi juga udah terpecahkan. Ya, kalaupun ada riak2 kecil adalah hal lumrah.

    Selama bukan sesuatu yang melanggar syariat, rumah tangga itu sangat worth it untuk dipertahankan. Kuncinya hanyalah sabar, kuat dan terus belajar setiap harinya karena kita dan pasangan sama2 bertumbuh. Dan karena pernikahan adalah ibadah terlama, jadi yaa adaptasinya seumur hidup.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, ibadah terlama adalah pernikahan. Maka adaptasi juga jadi kunci selain komunikasi.

      Hapus
  12. Ramdhan tinggal 30 hari, abis itu lebaran. Pertanyaan menyebalkan segera viral "kapan nikah?" Wkwkwk. Siap siap pasang muka senyum sekuat-kuatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku sih nggak senyum Kak. Diem aja tapi kelihatan banget kalau aku sebal ditanya begitu, dulu.

      Hapus
  13. Jadi deg2an nih, drama setelah menikah nnti bakal gimana. Hahaha, bismillah.. Memang mesti baca bukunya mbak Pung nih kayaknya, biar nnti abis nikah bisa mahir menyelesaikan masalah :D

    BalasHapus
  14. Asik nih mbak artikelnya. Yang parah adalah drama dengan lingkungan entah itu saudara suami, saudara kita sendiri, tetangga dan orang lain yang engga kenal ketika tanya "kok belum hamil juga" dikira hamil itu bisa dihembuskan lewat angin gitu. hehehe. Apapun itu mencoba utk sabar adalah kuncinya bagiku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu iiihhhh. Itu penasarannya juga buat apa sih ya? Bingung. Jadi bahan becanda juga nggak asik banget.

      Hapus
  15. Klo pernikahan gak ada dramanya mah hambar atuh yaa.. justru di situ serunya plus ujiannya. Setelah satu drama lewat pun akan ada drama lainnya hee.. Bagus artikelnya kak 👍

    BalasHapus
  16. Setelah berkeluarga banyak hal baru yang terjadi ya Ka Acha... hidup jadi lebih berwarna-warni karena penuh drama yang melibatkan pasutri, mertua, saudara kandung/ipar, dan anak. Itulah Allah ganjar dengan surga bagi yang bersabar menjalani dan bersyukur setiap harinya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat banget sama Mba Mia. Makanya aku termasuk yang nggak tega tanya kapan dan kapan lainnya ke teman atau keluarga. Karena drama yang menunggu itu belum tentu setiap orang siap menghadapinya.

      Hapus
  17. Swtidak ya ini jadi pembelajaran untuk kita yang belum berkeluarga agar dapat mempersiapka dengan baik

    BalasHapus
  18. Aku sih siap menghadapi drama apapun kak, asalkan jangan diulang-ulang. Sama kayak nonton serial drama. Kalo diulang terus kan bosen..

    Misalnya, ada drama cemburu dengan saudara ipar. Cukup sekali aja terjadi pertengkaran. Jangan diungkit terus bikin malessss

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih ya. Kalau dramanya berulang ya mumet juga.

      Hapus
  19. Menikah itu ternyata jauh dari bayangan semula saya hehehe yang saya pikir indah2nya saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga pernikahan Mba sakinah mawaddah wa rahmah terus ya.

      Hapus
  20. Masya Allah, setiap keluarga pasti ada dramanya, dan kita harus siap itu :)

    BalasHapus
  21. Ah, sepakat mbak. drama keluarga sepertinya selalu ada dan setiap orang pasti pernah mengalaminya. So, saya selalu menyebut menikah bukan awal dari kebahagian, to awal dari perbedaan yang harus ditoleransi setinggi2nya ♥️

    BalasHapus
  22. Memang sih kuncinya adalah komunikasi. Tapi, komunikasi antarorang kan beda-beda. Misalnya aja suami yang cara komunikasinya itu adalah diam, langsung bergerak memperbaiki yang salah, males-malesan ngerjakan langsung kalau dirasa cuma baikin dikit, dll. Lalu, komunikasi istri adalah ngomong sebanyak-banyaknya dengan alasana bahwa wanita butuh lebih banyak mengeluarkan kata, lalu pengennya itu serba rapi, beres semua, salah dikit langsung dibaikin. Lalu, cara komunikasi anak adalah pokoknya main, sekolah tu cuma datang terus main. Terus, cara komunikasi orang tua itu ya pokoknya ingin mendengar apa yang dikatakan cucunya. Dan berbagai cara komunikasi yang berbeda-beda. Nah, kuncinya di atas komunikasi adalah pengetahuan. Semakin kita tau perbedaan antarindividu, maka kita akan lebih legowo menerima setiap perbedaan walaupun memang membuat tegang juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak. Makanya setelah komunikasi ya akhirnya butuh adaptasi dan saling belajar sabar.

      Hapus

Posting Komentar