pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Drama ketika berkeluarga itu sesungguhnya banyak. Nggak selalu drama yang seru dan bikin berbunga-bunga, tapi sedih sendu dukanya ya nggak kalah berjilid-jilid juga.
Ada perasaan yang membawa saya pada perenungan setelah
membuka kembali buku Drama Mama Papa Muda yang ditulis oleh
Mba Pungky Prayitno dan suaminya. Tersadar akan betapa hidup itu sudah penuh
drama, apalagi kalau kelak memutuskan untuk menikah. Ya kan pernikahan nggak
hanya berisi tentang kehidupan yang senang gembira suka cita saja.
Pada akhirnya saya terbawa untuk berpikir lebih jauh, kalau
drama dalam pernikahan tadi sesungguhnya berawal dari mana. Tergantung di sisi
hulunya, sehingga akan menjadi seseru apa setelahnya. Ya … namanya juga hidup
nggak sendiri lagi kan, maka dramanya ya … gitu deh.
Hiyah … mungkin saya sudah mulai kebanyakan membaca buku non
fiksi tentang pernikahan ya. Eh, apa karena saya belakangan suka menonton drama
keluarga ala ala Go Back Couple juga? Sepertinya.
Nah, saya jadi teringat akan karakter Ma Jin Joo dan Choi
Ban Do yang karena sudah lama menikah, drama ributnya bukannya makin reda dan
tenang malah makin seru berujung perceraian. Ya tapi mana ada sih kejadian di
dunia nyata, sepasang mantan bisa balik ke masa lalu dan memulai semuanya dari
awal lagi. Oh … ini beneran cuma ada di dunia fiksi.
Tapi bisa jadi itulah harapan dari manusia ya. Sebab
penyesalan sering datang di akhir cerita, maka muncul kisah fiksi mengenai
perjalanan waktu dan lain sebagainya dalam urusan asmara. Kadang juga bisa
terjadi karena ada sisi dari diri manusia yang selalu khawatir akan masa depannya.
Sejatinya, seusai akad nikah selesai dilangsungkan, di
antara ucapan “sah” dari penghulu, saksi, beserta keluarga yang hadir, ada
drama baru yang sudah menunggu. Detik itu juga, nggak ada kata mundur atau pause, sehingga si drama bisa
diantisipasi.
Biasanya, kalau di masa pedekate,
ada sebab nggak bertemu 24 jam sehari, mulai dari bangun tidur dengan belek di
mata yang masih menggantung, sampai malam jelang tidur saat muka masih wangi facial
foam atau krim malam. Nah … masa begini kan, sisi super duper original dari pasangan, ya mana
ketahuan.
Lalu setelah sampai di masa pernikahan, awal-awalnya sih,
karena sedang adaptasi, transisi, sekaligus berbunga-bunga gembiranya masih
berlanjut, akan ada banyak permakluman yang terjadi. Banyak impian yang
disampaikan … banyak tawa yang berkelindan seiring waktu berjalan.
Mengalir hingga melalui tahun pertama, kedua, ketiga, dan
selanjutnya … drama kecil-kecilan sudah jadi hal yang biasa muncul dari
pasangan. Ya namanya juga tinggal bersama dengan seseorang yang kenalnya juga
belum lama, ya kan?
Kadang, jika pasangan memiliki karakter yang pengertian,
maka semua akan tetap tenang. Asal si pihak satunya jangan sampai ke level
keterlaluan.
Sudah jadi rahasia umum, jika menikah bukan hanya tentang
dua orang yang menyatu dalam sebuah ikatan ijab qabul. Menikah ya nggak
sesederhana sudut pandang cerita sinetron. Tentang si anu yang menikah dengan
anu, lalu punya orangtua super baik, kompak pula dengan si pihak mertua. Hey …
nggak selalu begitu.
Rejeki jika kedua pasang orangtua memiliki karakter
pengertian. Contoh dua keluarga bahagia yang menghadirkan anak-anak ceria bin
sabar dan pandai bertahan menghadapi kenyataan. Tapi … apa iya hidup akan
selalu menyajikan keindahan?
Kadang, ada menantu perempuan yang sungkan luar biasa, walau
sudah tahunan membersamai si pasangannya. Kadang, ada menantu yang nggak acuh
berat, dengan alasan, ya … sibuk ini lah itu lah, demi tuntutan hidup, hingga
bertanya kabar saja nggak sempat.
Belum lagi kisah mertua yang banyak bertanya dan memaksakan
pemikirannya soal kehidupan kepada anaknya. Bla bla bla ….
Seperti yang Ka Acha sampaikan di awal cerita, bahwa menikah
bukan hanya tentang dua orang saja, melainkan sepaket sama keluarga besarnya
sekalian. Jadi, jika ada yang bertanya iseng soal “kapan nikah?” seolah
perhatian, mungkin perlulah dipikirkan lebih jauh ke depan, bahwa pernikahan
nggak seindah kisah dongeng Disney. Masih ada sisi lain yang nggak akan sanggup
diperdebatkan.
Jika sebagai anak, dalam menghadapi orangtua yang sudah
memasuki masa lansia itu lebih bisa tenang, bagaimana dengan saudara kandung
yang sudah hadir bersama ipar?
Ya … inilah bumbu yang bikin drama ketika berkeluarga jadi pelik
lagi deh.
Karakter setiap anak yang lahir dari sepasang ibu ayah
seringnya nggak seperti copy paste,
persis. Perpaduan genetika membawa banyak sekali karakter yang njelimet kalau dirinci kesamaan dengan
si kakak maupun adiknya.
Hidup sedari kecil dengan saudara kandung saja sudah ada
drama tersendiri. Kemudian saat memasuki usia dewasa, si saudara kandung tadi
harus beradaptasi dengan saudara ipar. Pun sebaliknya.
Ikatan pernikahan lagi dan lagi memang dianggap sebagai
ibadah. Iya, bagi saya sih, menikah itu ibadah dalam bermasyarakat. Seluruh
sisi diri akan terlibat.
Makanya … saya seringnya heran sih, kok ada saja yang iseng
bertanya “kapan nikah?”, kemudian iseng bertanya “kapan punya anak?”, terus “kapan
nambah adik?”. Hey … ini siapa yang pertama kali mulai iseng tanya begini sih?
Ibadah kok dinodai dengan mulut jahat bikin sakit hati?
Saya pun kemudian paham mengapa agama saya sebagai muslim,
mengatur tentang mengapa saudara perempuan dari istri nggak disarankan untuk
tinggal bersama dalam satu rumah dengan kakaknya yang sudah menikah. Juga,
mengapa saudara laki-laki dari pihak suami juga sebaiknya sedikit memberi jarak
hormat kepada istri dari saudara kandungnya, dan sebaiknya juga nggak ikut
tinggal di rumah yang sama.
Saya pun lama-kelamaan jadi maklum, mengapa seorang saudara,
bisa berubah jadi nggak asik, atau malah bisa jadi asik banget diajak kumpul
seru, setelah ia menikah. Perubahan banyak terjadi, sebagai bentuk adaptasi dan
antisipasi seseorang akan kehidupannya yang baru, setelah pernikahan.
Pesan jahat dari Ka Acha, semoga kamu nggak menikah karena
akan segera memiliki momongan alias kebobolan ya.
Menikah karena hamil duluan itu beneran bikin drama penuh
dilema. Menikah itu ibadah lho, jadi mari dimulai dengan cara yang baik dan
waktu yang tepat. Lagipula, menikah bukan cara menyelesaikan masalah, melainkan
bersiap menghadapi banyak drama nggak terduga.
Sudah begitu ya, ungkapan sayang antar dua anak muda yang
masih belum mengikat cinta dengan ijab qabul itu adalah saling menjaga,
menghormati, dan melindungi sebaik-baiknya. Sepakat?
Sementara, drama dengan si kecil setelah menikah, akan
banyak dimulai dari masa menunggu kehadirannya lho.
Ada sih pasangan yang memang menikah dengan cara yang baik,
namun masih menunggu untuk cepat bisa menerapkan ilmu parenting yang dipelajari, sebab si janin belum juga nampak
hilalnya. Ada pula yang berjuang sampai ke tahap program bayi tabung. Maka saya sungguh
menghormati dan turut mendoakan kebaikan mereka.
Sebab memiliki si kecil, mau nggak mau, sepasang orangtua
akan banyak belajar. Terutama mengenai masalah kesehatan fisik dan mental anak
yang nggak mudah diterapkan. Eh, tapi sudah banyak sumber mengenai ilmu
kesehatan anak yang bisa ditemukan secara online
lho, misalnya di situs atau aplikasi Halodoc.
Halodoc sendiri merupakan situs dan aplikasi kesehatan
buatan anak negeri yang banyak menghadirkan artikel kesehatan, baik fisik,
mental, bahkan hingga kesehatan hewan peliharaan. Mau pesan obat, atau mencari
tahu informasi dengan dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan terdekat yang
bekerjasama dengan Halodoc juga sudah bisa. Lengkap banget sih, kalau mau kamu
jadikan acuan dalam membersamai si kecil.
Seiring waktu berjalan, drama dengan si kecil akan
memunculkan warna-warni nggak terduga dalam kehidupan. Kejutan demi kejutan
akan bermunculan.
Pada akhirnya, mengapa sampai pertanyaan “kapan nikah?” itu
terdengar menyebalkan, tentu sebab setiap jiwa yang sudah mengambil jalan dalam
sebuah pernikahan, nggak akan punya kesempatan untuk mundur atau berlari
menjauh.
Jika pun kelak memilih jalan perpisahan, akan banyak
kenangan yang tertinggal, namun nggak semuanya hanya cukup dikenang saja
seperti di masa anak muda sedang pedekate,
bukan? Akan ada sisi dari waktu yang telah terambil dan membawa pada waktu
selanjutnya di masa depan.
Drama dengan diri sendiri, menghadirkan jiwa yang tumbuh dan
berkembang di masa menikah. Akan ada anak perempuan yang berubah menjadi istri
dengan segudang tanggung jawab yang menuntut kewarasan. Demikian juga dengan
anak lelaki, seseorang yang akan nampak menyedihkan jika mentang-mentang
menyandang status sebagai suami tapi abai akan keluarga kecil yang diikatnya
sendiri.
Drama dengan diri akan membawa banyak dampak pada kehidupan
setelah menikah. Siap yang hanya di mulut namun absen dalam perbuatan dan
kebiasaan setiap harinya, dampaknya bisa langsung terasa. Aih … menikah itu
menuntut lho, menghadirkan banyak tuntutan dan bukannya bahan bercandaan.
Sudah Ka Acha sampaikan panjang lebar jika pertanyaan “kapan
nikah?” juga kapan dan kapan lainnya itu sama sekali nggak menyenangkan untuk
dianggap basa-basi. Sebab menikah, itu ibadah diri, berdua, berkeluarga, hingga
bermasyarakat. Bukan sesederhana rukuk dan sujud dalam shalat.
Drama ketika berkeluarga, hadir sepanjang usia. Selama waktu
bersama. Langgeng mesra bukanlah kerja satu orang saja, namun dua orang,
beserta dua paket keluarga besarnya, ditambah para si kecil yang hadir
belakangan. Sakinah mawaddah wa rahmah adalah tujuan yang butuh diperjuangkan.
Memang benar kalo menikah itu bukan akhir dari suatu hubungan tapi malah baru awalnya. Makanya suka heran kalo ada yang enak komen kapan kawin.
BalasHapusMenikah juga memang sepaket, ada mertua yang pastinya beda karakter dengan orang tua sendiri dan mungkin juga kakak dan adik ipar. Itu juga bisa bikin drama, lihat saja tayangan sinetron ku menangis huuooohooo....😂
Hihihi iya lho.
HapusMakanya memang menikah begini ya jleb saja kalo dijadiin basa basi.
Setuju mba drama berkeluarga itu ga cuman dari pasangan kita doang tapi dari mertua, ipar belum lagi kalau ada si kecil makanya bener2 kudu kuat mental juga hahaha
BalasHapusBetuulll Mba.
HapusAku bersyukur sih menikah dengan pak suami, di mana almarhum mertua sangaaaat baik, dan Kaka ipar 1-1 nya walopun kami ga akrab, tp saling menghormati, jd bisa dibilang kami rukun Ampe skr.
BalasHapusAku tau ga semua org bisa mendapat keluarga "kedua" yg sama baiknya. Banyak yg dpt mertua galak, sedih kalo baca. Seolah si menantu hanya pembantu anaknya aja :(.
Makanya bagi yg beruntung mendapatkan mertua baik, ipar yg bersahabat, bersyukur lah. Anggab mereka seperti ortu kita, dan Kaka/adek yg sebenernya.
Saya setuju dengan kak Fanny, gak semua dapat keluarga kedua yang sama baiknya. Kalaupun dapet yang baik eh iparnya nyebelin, hahahaha
HapusBegitulah drama keluarga. Udah mirip Drakor memang.
Tapi ini hidup nyata, memang benar yang harus dilakukan adalah adaptasi dan menerima. Walau dua hal itu sulit, kalo bisa berhasil berdamai dengan dua hal itu, hidup berumah tangga juga terasa lebih ringan sih
Setuju banget sih sama kak Fanny, aku termasuk yang nggak bisa dekat dengan keluarga 'kedua'ku, padahal nikah udah mau 13 tahun. Tapi bersyukurnya suami selalu mampu jadi penengah yang baik, nggak berat sebelah. Jadi ya nggak perlu ada drama berkelanjutan tentang mertua vs menantu atau ipar vs istri.
HapusMasya Allah,malah aku banyak belajar daro komen Mba Fanny, Kak Eka, sama Mba Marita.
Hapusyang punya rencana menikah atau akan melangsungkan pernikahan harus baca dulu nih tulisan ini. biar lebih paham yang pasti akan terjadi saat menjalin hubungan rumah tangga. akupun sudah masuk 5 tahun berumahtangga dan tulisan ini memang benar adanya. kuncinya bukan hanya ada di kita tapi kita dan pasangan kita agar rumah tangga tetap terjalin indah.
BalasHapusIya ya Kak Rina. Kunci pernikahan itu ya dipegang sama dua orang beserta keluarga intinya masing-masing.
Hapusbanyak sekali dramanya tapi kalau kita pelajari insyaallah akan lebih mudah jalannya ya ... dan berusaha kompak selalu dgn suami
BalasHapusSakinah mawaddah wa rahmah buat kita semua ya Kak.
HapusDrama dengan pasangan ini sih yang jadi bumbu hihi. Kadang kalau malah flat aja kayak kurang greget gitu wkwkw. Apaa karena itu ya kadang jadi cari gara2 😂😂
BalasHapusWadudu Kak Jihan cari gara gara kah? Hihihi ... biar ada seru-serunya ya Kak.
HapusTulisan ini makin nyadarin aku kalau waktu kita nikah sama seseorang, nggak cuma dengan dia tapi dengan seluruh keluarga dan lingkungannya. Bukan bikin takut, tapi bikin makin sadar. Doakan segera ketemu jodoh ya mbak aku ini hahaha
BalasHapusAamiin. Semoga lekas bertemu dengan si jodoh ya Mba.
Hapus5 tahun pertama emg penuh drama ya mba biasanya, aku pun masih terus menyesuaikan dan mencoba menerima kelucuan dri masing2 keluarga >.<
BalasHapusHihihi iya. Dari masing masing keluarga aja ada banyak lucunya.
HapusMenyelaraskan 2 kepala dengan 2 isi otak berbeda memang tidak mudah. Belum lagi latar belakang keluarga yang berbeda.
BalasHapusNah. Banyak sudah drama ketika berkeluarga yang terjadi.
HapusDi pernikahan yang berjalan 12 tahun ini, Alhamdulillah semua drama-drama di atas sudah terlewati dengan baik.
BalasHapusMood kita bakal naik turun menjalaninya.
Tapi teteup, percaya pada diri sendiri, selalu berdoa kepada Allah, insyaAllah always happy ending.
Semangat buat yang mau menikah!!!
Makasih banyak Mba. Semoga terus sakinah mawaddah wa rahmah.
Hapus2 hari lalu diamanahi untuk sharing tentang membangun komunikasi produktif dengan pasangan, mendengar cerita dan curhatan teman-teman yang saat itu jadi peserta sharing, melemparkan ingatanku di 5 tahun pernikahan.
BalasHapusAlhamdulillah memasuki tahun ke 13, semua drama-drama itu telah terlewati. Kini aku dan suami udah kek best friend. Hambatan komunikasi juga udah terpecahkan. Ya, kalaupun ada riak2 kecil adalah hal lumrah.
Selama bukan sesuatu yang melanggar syariat, rumah tangga itu sangat worth it untuk dipertahankan. Kuncinya hanyalah sabar, kuat dan terus belajar setiap harinya karena kita dan pasangan sama2 bertumbuh. Dan karena pernikahan adalah ibadah terlama, jadi yaa adaptasinya seumur hidup.. :)
Iya ya, ibadah terlama adalah pernikahan. Maka adaptasi juga jadi kunci selain komunikasi.
HapusRamdhan tinggal 30 hari, abis itu lebaran. Pertanyaan menyebalkan segera viral "kapan nikah?" Wkwkwk. Siap siap pasang muka senyum sekuat-kuatnya.
BalasHapusAku sih nggak senyum Kak. Diem aja tapi kelihatan banget kalau aku sebal ditanya begitu, dulu.
HapusJadi deg2an nih, drama setelah menikah nnti bakal gimana. Hahaha, bismillah.. Memang mesti baca bukunya mbak Pung nih kayaknya, biar nnti abis nikah bisa mahir menyelesaikan masalah :D
BalasHapusBismillah ya Mba.
HapusAsik nih mbak artikelnya. Yang parah adalah drama dengan lingkungan entah itu saudara suami, saudara kita sendiri, tetangga dan orang lain yang engga kenal ketika tanya "kok belum hamil juga" dikira hamil itu bisa dihembuskan lewat angin gitu. hehehe. Apapun itu mencoba utk sabar adalah kuncinya bagiku.
BalasHapusNah itu iiihhhh. Itu penasarannya juga buat apa sih ya? Bingung. Jadi bahan becanda juga nggak asik banget.
HapusKlo pernikahan gak ada dramanya mah hambar atuh yaa.. justru di situ serunya plus ujiannya. Setelah satu drama lewat pun akan ada drama lainnya hee.. Bagus artikelnya kak 👍
BalasHapusTerima kasih banyak.
HapusSetelah berkeluarga banyak hal baru yang terjadi ya Ka Acha... hidup jadi lebih berwarna-warni karena penuh drama yang melibatkan pasutri, mertua, saudara kandung/ipar, dan anak. Itulah Allah ganjar dengan surga bagi yang bersabar menjalani dan bersyukur setiap harinya ya.
BalasHapusSepakat banget sama Mba Mia. Makanya aku termasuk yang nggak tega tanya kapan dan kapan lainnya ke teman atau keluarga. Karena drama yang menunggu itu belum tentu setiap orang siap menghadapinya.
HapusSwtidak ya ini jadi pembelajaran untuk kita yang belum berkeluarga agar dapat mempersiapka dengan baik
BalasHapusSemangat ya Mas.
HapusAku sih siap menghadapi drama apapun kak, asalkan jangan diulang-ulang. Sama kayak nonton serial drama. Kalo diulang terus kan bosen..
BalasHapusMisalnya, ada drama cemburu dengan saudara ipar. Cukup sekali aja terjadi pertengkaran. Jangan diungkit terus bikin malessss
Iya sih ya. Kalau dramanya berulang ya mumet juga.
HapusMenikah itu ternyata jauh dari bayangan semula saya hehehe yang saya pikir indah2nya saja.
BalasHapusSemoga pernikahan Mba sakinah mawaddah wa rahmah terus ya.
HapusMasya Allah, setiap keluarga pasti ada dramanya, dan kita harus siap itu :)
BalasHapusBismillah menjalaninya.
HapusAh, sepakat mbak. drama keluarga sepertinya selalu ada dan setiap orang pasti pernah mengalaminya. So, saya selalu menyebut menikah bukan awal dari kebahagian, to awal dari perbedaan yang harus ditoleransi setinggi2nya ♥️
BalasHapusDan masa adaptasi yang nggak ada akhirnya.
HapusMemang sih kuncinya adalah komunikasi. Tapi, komunikasi antarorang kan beda-beda. Misalnya aja suami yang cara komunikasinya itu adalah diam, langsung bergerak memperbaiki yang salah, males-malesan ngerjakan langsung kalau dirasa cuma baikin dikit, dll. Lalu, komunikasi istri adalah ngomong sebanyak-banyaknya dengan alasana bahwa wanita butuh lebih banyak mengeluarkan kata, lalu pengennya itu serba rapi, beres semua, salah dikit langsung dibaikin. Lalu, cara komunikasi anak adalah pokoknya main, sekolah tu cuma datang terus main. Terus, cara komunikasi orang tua itu ya pokoknya ingin mendengar apa yang dikatakan cucunya. Dan berbagai cara komunikasi yang berbeda-beda. Nah, kuncinya di atas komunikasi adalah pengetahuan. Semakin kita tau perbedaan antarindividu, maka kita akan lebih legowo menerima setiap perbedaan walaupun memang membuat tegang juga.
BalasHapusIya Kak. Makanya setelah komunikasi ya akhirnya butuh adaptasi dan saling belajar sabar.
Hapus