Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Kesempatan Kerja Bagi Disabilitas Penyintas Kusta

Pernah nggak sih, kamu merasa nggak nyaman karena hidup bergantung terus dengan keluarga?

Apa menyenangkan jika berharap bisa menghidupi – paling nggak ya diri sendiri saja dulu – tapi sulit sekali menemukan kesempatan? Menikmati rasanya ditolak berkali-kali?

Seseorang yang memiliki fisik baik-baik saja pun akan menikmati perasaan yang nggak jauh berbeda. Bagaimana dengan teman-teman yang mengalami disalibitas?

ruang-publik-kbr

Sebelum melangkah jauh membahas mengenai “ajakan” untuk saling membuka kesempatan kerja bagi disabilitas, ada baiknya Ka Acha menyamakan persepsi dulu sama kamu yuk yuk yuk.

Makna Disabilitas

Jadi, menurut beberapa sumber yang Ka Acha sambangi sebelum mengoceh panjang di artikel ini, adalah … seseorang yang mengalami disabilitas, memiliki kendala dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari, sebab adanya kekurangan fisik atau lainnya.

Namun, nggak semua orang yang mengalami kondisi disabilitas, keadaannya nggak bisa diatasi dengan “treatment” tersendiri, sehingga ia dapat tetap menjalani aktivitas kesehariannya secara mandiri.

Inilah yang bisa jadi dialami oleh teman-teman di luar sana yang mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Misalnya saja, seseorang yang mengalami diseleksia, sehingga sulit baginya untuk banyak belajar dari buku atau sumber bacaan lainnya.

Tetapi, Allah Maha Baik. Seseorang tadi masih bisa belajar dengan memanfaatkan media berupa video maupun audio. Bahkan, bisa jadi, daya tangkapnya malah lebih baik.

See … sebagai manusia yang secara fisik nampak sempurna, nggak semua memiliki “setting” yang sama.

Ah ya, dalam bincang di Ruang Publik KBR yang Ka Acha sempat saksikan pada 15 Juni kemarin, isu disabilitas yang diangkat, lebih kepada teman-teman yang pernah mengalami Kusta. Setelah sembuh, teman-teman ini disebut sebagai Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYMPK).

Kusta Adalah ….

Kusta … atau bisa juga dikenal dengan sebutan Lepra, atau diperhalus dengan nama Morbus Hansen.

Kusta sendiri merupakan salah satu jenis penyakit tertua, sebab sudah dikenal sejak 600 tahun sebelum Masehi. Dulunya, penyakit ini dianggap sebagai kutukan, atau penyakit yang disebabkan oleh dosa besar.

Namun, penelitian dalam ilmu kesehatan kan terus berkembang ya. Jadilah, sudah diketahui bahwa sesungguhnya Kusta ini timbul akibat serangan dari bakteri Mycobacterium leprae. Sebab disebabkan oleh bakteri, maka nantinya perawatannya akan bersinggungan dengan antiobiotik.

Penyebarannya berasal dari percikan cairan saluran pernapasan. Iya, dari droplet. Baik itu berupa ludah atau dahak, dimana mereka keluar saat si penderita sedang batuk atau bersin.

Tapi, bukan hari itu ketemu tanpa sengaja, dan bersalaman sama penderita, lalu langsung tertular saat badan sedang drop, seperti si penyebab pandemi saat ini. Butuh kontak secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, baru bisa muncul kemungkinan untuk terkena.

Sayangnya, jika kamu berada di daerah yang endemik kusta, memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, atau bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta semisal Armadilo atau Simpanse, kemungkinan terkenanya akan makin tinggi jadinya.

Nah, apakah ada daerah endemik kusta di indonesia? Informasi yang Ka Acha temukan sih, berada di daerah timur, seperti Maluku, Papua, Maluku Utara, dan Papua Barat. Sayangnya, di ibukota dan kota penunjang seperti Bogor pun, kasus Kusta masih ditemukan, walau bukan masuk wilayah endemik tadi.

Selanjutnya, dari hasil curhat dengan Mama Ka Acha, ternyata di Jawa Barat juga ada. Kasus begini ditemukan beberapa di tempat Mama Ka Acha bertugas nih. Tim kesehatan mengawasi konsumsi obat mereka selama minimal 6 bulan hingga satu tahun, dan nggak boleh terputus.

Sementara keluarga dekatnya juga akan diawasi, jika … bukan hanya memiliki kontak erat, tetapi juga menunjukkan gejala dari si penyakit Morbus Hansen tadi.

Ciri dari seseorang yang mengalami Kusta ini berupa munculnya bercak putih kemerahan serupa panu, tetapi mati rasa. Kuncinya … mati rasa di kulit ya.

Jika kamu menemukan anggota keluarga yang mengalami hal begini, sebaiknya lekas dilakukan pemeriksaan mendalam pada dokter kulit. Nantinya, akan ada beberapa tes yang dilakukan, termasuk pengambilan sampel kulit di bagian yang mati rasa dan bagian telinga.

Pengobatannya harus lekas. Semakin awal ditemukan, semakin baik dan singkat masa pengobatannya.

Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYMPK)

Terenyuh saya mendengarkan penuturan dari Mas Muhamad Arfah, selaku pemuda OYMPK. Betapa menahan rasa rendah diri atas stigma yang meluncur begitu saja dari ungkapan orang-orang di sekitarnya, nggak mudah.

Ada masa sulit yang ia lalui di masa sekolah. Akibat Kusta dan pengobatan yang ia jalani, tentu ia menikmati tantangan tersendiri.

Beruntung, ia berkesempatan untuk mencicipi rasanya bekerja di Satpol PP Sulawesi Selatan, sebagai pekerja magang disabilitas. Ternyata, masih ada saja kesempatan menemukan penghidupan yang bisa didapatkan oleh teman-teman seperti Mas Arfah. Alhamdulillah.

Ada lagi kisah yang bergulir dari Mba Zukirah Ilmiana, selaku owner dari PT Anugrah Frozen Food yang pernah mempekerjakan karyawan dengan disabilitas. Baginya, semua sama saja. Nggak ada yang perlu dibedakan. Bahkan, bisa jadi, karyawan tadi malah jadi lebih cepat paham dan tanggap saat diajari.

Semoga makin banyak orang yang berhati baik seperti Mba Zukirah. Sosok yang mau memberikan kesempatan untuk mencari penghidupan, walau fisik nggak selalu serupa dengan orang kebanyakan.

Stigma Penyintas Morbus Hansen

Saya sepakat dengan ungkapan yang disampaikan oleh Mas Angga Yanuar selaku Manager Proyek Inklusi Disabilitas NLR Indonesia, sepanjang webinar yang diselenggarakan oleh Radio KBR kemarin lusa.

Mas Angga menyampaikan bahwa, sumber dari stigma yang menyebabkan terjadinya perundungan atau bullying terhadap para difabel, merupakan bukti nyata dari sebuah stigma yang dilakukan oleh satu kelompok masyarakat tertentu. Bisa jadi, oknum tadi berupa pribadi, masyarakat, kelompok profesi, atau institusi.

Padahal, masih menurut Mas Angga, ada 3 hal yang sebenarnya bisa dilakukan untuk menanggulangi stigma, yaitu : menjaga konsep bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, dimana semuanya adalah baik, juga memiliki derajat yang sama.

Kedua, membekali diri dengan pengetahuan akan kondisi tertentu yang terjadi pada seseorang tadi. Misalnya saja, orang yang telah sembuh dari Kusta, walau secara fisik jadi nggak sempurna, sudah nggak memiliki kecenderungan untuk menularkan Kusta pada orang di sekitarnya.

Terakhir. Melakukan komunikasi publik untuk pengurangan stigma, dan membantu peningkatan rasa percaya diri pada orang dengan stigma tadi.

Nah, sebenarnya, apa yang sedang Ka Acha lakukan saat ini, sepertinya masuk dalam poin dua dan tiga, seperti apa yang diungkapkan oleh Mas Angga dari NLR Indonesia.

Bagi teman yang mengalami disabilitas, saya pun menemukan sebuah situs pencari kerja khusus nih. Namanya, kerjabilitas. Mungkin, jika kamu merupakan teman difabel yang berkunjung ke tulisan Ka Acha, bisa memanfaatkannya. Silakan.

Akhirulkalam, semoga apa yang sudah Ka Acha sampaikan, menjadi manfaat bagi kamu yang mampir ke mari. Orang yang Pernah Mengalami Kusta, sebenarnya nggak bisa menularkan lagi. Kusta juga bukanlah penyakit akibat kutukan atau dosa, melainkan ditularkan melalui droplet dan jangka waktu penularannya nggak serta merta alias perlu kontak yang lama.

 

 

Komentar

  1. Keren nih ada kerjabilitas ini, jadinya tetap memberikan kesempatan buat para penyandang disabilitas ya kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Mana tau memudahkan para teman disabiiitas yang membutuhkan.

      Hapus
  2. Alhamdulillah, ada kerjabilitas. Semoga berkah dan sangat bermanfaat untuk penyandang disabilitas.

    BalasHapus
  3. Dibalik kekurangan pasti ada kelebihan. Penyandang disabilitas juga manusia yang wajib dihargai martabatnya sebagai manusia. Perlu diberi kesempatan sesuai kelebihannya.
    Masalahnya banyak prasarana umum dan ruang publik yang belum didesain agar dapat mengakomodir para penyandang disabilitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat.

      Banyak pula yang masih terjebak stigma atau mungkin belum menyadari sehingga bisa berempati dengan mereka.

      Hapus
  4. Nah, ini nih baru keren!!
    Karena gimanapun juga, survivor kusta juga berhak dong, mendapatkan kesempatan kerja serupa.
    Semoga ga ada stigma baru mereka yah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.

      Semoga tulisan ini pun mengenalkan banyak tentang keberadaan mereka yang sebenarnya nggak perlu dikucilkan jika sudah sembuh ya.

      Hapus
  5. bagi penyintas kusta tentu dapat diperdayakan karena mereka sudah tidak punya masalah lagi dengan penyakitnya. Semoga masyarakat memahaminya ya

    BalasHapus
  6. Teman-teman disabilitas gak bisa dipandang setengah mata lagi, mereka berhak berkarya dan berbaur ditengah kenormalan hidup. Dan salut dengan Mas Arfah, tetap semangat semua :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Disabilitas mungkin hanya cangkang belaka. Mana tau di dalamnya ada potensi bak mutiara ya.

      Hapus
  7. Penghapusan tigma memang perlu dilengkapi dengan kesempatan kerja yang inklusif ya, termasuk bagi disabilitas. Karena mereka memiliki kesempatan yang sama juga

    BalasHapus
  8. Keren banget niy klo semua sadar bahwa pengandang disabilitas pun berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Mungkin mereka ada keterbatasan dalam hal tertentu tapi seringkali punya skill keren melebihi orang2 pada umumnya, aku kenal beberapa diantaranya. Kemampuan dan semangat mereka seringkali bikin kagum.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya Teh Linda. Nggak ada yang bisa sadar akan potensi yang dimiliki kalau belum dicari tahu. Selain itu, penyintas kusta kan ternyata nggak akan menularkan kembali, walau secara fisik kemungkinan mereka akan nampak berbeda.

      Hapus



  9. Program begini bagus banget, karena mereka juga berhak untuk berkarya dan mempunyai hidup yang normal.

    BalasHapus
  10. aku termasuk yang support banget loh adanya peraturan yang mengharuskan perusahaan tuh untuk menyediakan porsi lowongan kerja untuk para difabel untuk penerapan azas kemanusiaan dan keadilan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya. Paling nggak, jadi wadah dulu bagi orang lain. Mana tau ternyata malah menemukan potensi yang lebih.

      Hapus
  11. Kerjabilitas bikin disabilitas semangat lagi buat berkarya tanpa batas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga. Soalnya saya hanya tahu sekadar dari berselancar di internet saja. Semoga kelak ada komen dari teman disabilitas yang sudah pernah mencoba aka mampir ke mari dan ikut menyampaikan suaranya.

      Hapus

Posting Komentar