Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Belajar Sabar dan Ikhlas Lewat Novel Athirah

Menemukan novel Athirah karya Alberthiene Endah pada sebuah sesi jasa titip (jastip) yang digelar seorang teman saya, teteh Triani Retno yang saat itu sedang menjajakannya dari gudang buku Mizan, lekas membuat saya memesan tanpa berpikir panjang.

Selain karena novel Athirah memang sudah difilmkan, tentu saja sebab penulisnya adalah seseorang yang sangat mumpuni di bidang kepenulisan. Siapa sih yang nggak eungeuh sama Mba AE, penulis kawakan yang sudah banyak melahirkan sejumlah buku biografi? And yes … novel Athirah pun merupakan sebuah kisah kehidupan dari ibunda mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.

Melalui informasi yang Ka Acha dapati kemudian dari akun Instagram resmi Mba Alberthiene Endah – dan Ka Acha sudah meminta ijin ke beliau, alhamdulillah --, rupanya sudah ada 18 buku yang menuliskan tentang kisah kehidupan Bapak Jusuf Kalla, dan kesemuanya memiliki kisah yang nyaris sama.

Semua bergulir tentang : Golkar, Kalla Group, Poso, Ambon. Begitu terus, berulang. Hingga kemudian, sebuah pertanyaan to the point dari Mba AE yang selanjutnya menjadi inti dari bagaimana sosok dan karakter Jusuf Kalla terbentuk.

“Pak, hampir di semua buku menceritakan kisah gemilang Bapak. Tapi, dalam hidup Bapak, apakah pernah ada luka yang sangat dalam. Yang memberi pengaruh pada gerak langkah ke depan?”, begitulah pertanyaan yang Mba Alberthiene Endah ajukan.

Dari sanalah kisah yang bergulir dalam buku terbitan Noura Books ini berawal, mengalir, menyentuh sisi terdalam diri saya sebagai anak perempuan sepanjang membaca.

Menemukan sisi sebagaimana wanita adalah sebuah kunci untuk keberlangsungan generasi. Mungkin inilah yang dimaknai di masa kini bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Mendidik bukan hanya tentang mengenalkan keseharian, namun juga sikap, dan pembentukan karakter. Kisah yang manis, penuh haru biru, tapi menguatkan.

Identitas Buku Novel Athirah

Judul : Athirah

Penulis : Alberthiene Endah

Penerbit : Noura Books

Cetakan : 2013

Tebal : 404 halaman

ISBN : 978-602-7816-67-1

Blurb Novel Athirah Karya Alberthiene Endah

“Apakah ini artinya Emma kalah, Jusuf?” Pertanyaan Emma menusuk batinku. Aku pilu. Mata bening Emma basah. Angin sore mendadak terasa sangat dingin. Cahaya matahari dari barat jatuh di wajah Emma. Dukanya semakin terlihat.

Emma tidak pernah punya gambaran tentang wanita yang dimadu.

Sejak Bapak memilih tinggal di rumah keduanya, Emma sering terlihat merenung, tertunduk lesu. Ketika langkah Bapak semakin jarang terdengar di rumah kami, Emma semakin sendu.

Namun, Emma tak membiarkan dirinya terlalu lama disiksa rindu.

Dia segera berjuang untuk bangkit, menjadi wanita yang mandiri.

Emma adalah perjalanan keberanian. Ada sosok yang kokoh dalam dirinya yang lembut dan sangat halus.

Jika kau ingin aku berkata-kata tentang keindahan, kepadanya benakku akan bertumpu.

Maka kini, aku akan bercerita tentang dia, ibuku.

Emma-ku, Athirah.

Perempuan indah yang mengajarkan aku tentang hidup ….

Sesuatu yang tak perlu kau takutkan jika kau tahu makna kesabaran ….

Kisah Perempuan Lembut Penyabar dan Penuh Ikhlas Bernama Athirah

Membuka halaman pertama buku Athirah bersampul bias mentari dari arah timur dengan sebuah rumah panggung beratap biru gelap, saya sudah disuguhi sebuah pesan yang dicetak dengan font hand writing, dimana pada bagian penutupnya tertulis, “salam hangat, Jusuf Kalla”.

Di sana pun tersurat pesan, bahwa buku ini ditulis dengan apa adanya, tentang keluarga Jusuf Kalla yang tak selalu berhias dan manis. Saya menyepakati, sebab tak ada sosok gemilang yang hidupnya penuh berkelimpahan. Ujian adalah tantangan. Penempa jiwa. Pengukir sikap.

Hingga akhirnya, di halaman penutup kisah, kemudian saya menemukan diri saya yang ikut terisak-isak, merasai pilu dan sendu, juga hangat cinta yang membuncah, buah dari kesabaran dan keikhlasan Ibunda Athirah. Membawa saya pada perenungan jauh, sudah sekuat apa saya menempa diri sebagai anak perempuan. Tangguhkah saya dalam menjalani kehidupan?

Sebenarnya, sebelum memberanikan diri untuk menuliskan pengalaman apa yang saya dapati sepanjang menikmati ratusan halaman novel Athirah, saya menjelajahi dahulu beberapa tayangan di platform Youtube yang menampilkan sesi wawancara dengan Pak Jusuf Kalla. Saya ingin mengenal beliau, melalui caranya bertutur dan bercanda. I got it. Ka Acha menemukan sesi wawancara beliau dengan Rossi.

Di sana, saya menemukan betapa dekatnya Jusuf Kalla dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Beliau menyajikan kehangatan yang penuh. Canda dengan anak dan cucu yang utuh. Manis tanpa dibuat-buat. Aih, mungkinkah segalanya terbentuk dari sebuah rasa sepi di masa remaja, ketika sang Ayah, Hadji Kalla, memilih untuk mendua, menikah dan punya keluarga kedua?

Entah. Saya nggak berani untuk lekas memberi kesimpulan. Namun sepanjang menikmati untaian kata dalam salah satu novel biografi dari Alberthiene Endah ini, ketika saya tiba di halaman 27, ada sebuah kalimat yang lekas menarik saya pada rasa pilu.

 

Saya nggak sanggup membayangkan, bagaimana rasanya kehilangan yang menemani Jusuf Kalla remaja. Menemukan bahwa sosok ayahanda masih ada, bisa diajak diskusi pula, namun nggak lagi sering bermalam di rumah. Pilu.

Jangan bilang bahwa Hadji Kalla nggak berjuang untuk tetap adil, memperjuangkan kehadirannya bagi anak-anak. Beliau masih terus melakukannya. Masih selalu ada di pagi dan senja. Ke masjid bersama anak lelaki jadi rutinitasnya. Tetapi, apa yang dirasai anak-anak dalam sebuah keluarga yang berpoligami, nggak selalu bisa ditutupi. Ia serupa lubang menganga yang tersembunyi.

Di sisi lain, sosok Athirah telah menyihir saya. Saya membayangkan, jika hal serupa begini terjadi di masa kini, mungkin akan ada perseteruan antara istri tua dan istri muda, seperti yang acap kali muncul di media sosial. Ah … atau malah akan menghadirkan sebuah drama mama papa muda?

Athirah bahkan telah sukses mengomando anak-anaknya untuk nggak kepo dengan keluarga kedua sang Ayah. Nggak mengompori agar anak-anaknya mencari tahu kelemahan si istri muda, kemudian membandingkan segalanya pada dirinya. Ia menunjukkan rasa ikhlas dan sabarnya, dengan terus-menerus, menjadi sosok istri dan ibu terbaik bagi kesemua anak-anaknya.

Mungkinkah, menjaga agar keluarga tetap berada dalam zona hijrah sakinah yang diperjuang oleh Ibunda Athirah? Walau pun pasti sakit sekali, sebab seolah-olah ia dibiarkan menjalaninya sendirian? Beliau menyadari bahwa menjaga keutuhan kedua orang tua dalam sebuah rumah tangga, semoga saja mampu menaungi anak-anaknya?

Saya sebagai pembaca yang malah tergoda untuk mencari tahu. Hebatnya, nggak ada jejak yang saya dapatkan sepanjang menamatkan buku ini. Semuanya terkunci. Terjaga, sebagai bentuk penghormatan untuk menghargai kisah perjalanan sebuah keluarga besar.

Saya ternganga, ketika menemukan beberapa kisah, dimana Ibu Athirah masih mau hamil dan melahirkan, juga mengurus adik-adik Jusuf Kalla, setelah suaminya pun membangun keluarga dengan istri mudanya. Di sana, saya menemukan amarah yang meremas-remas dada. Duh, apakah cinta harus semenderita ini?

 

Rupanya, Ibunda Athirah bukan hanya berjuang untuk dirinya sendiri. Anak-anak menjadi penenang hatinya yang luka. Ia bergerak maju, memunculkan pesonanya, menghadirkan kilau anggunnya. Bahkan dengan ikhlas, ia turun tangan dalam mendukung suaminya, ketika bisnis Hadji Kalla sedang terguncang keadaan.

Saya nggak ingin mengisahkan secara lengkap seluruh kisah yang Ka Acha temui dalam buku Athirah. Jika kamu tergoda untuk menyelami segala rasa dari perjalanan hidup Bapak JK, nggak ada salahnya jika kamu membeli buku ini, baik dalam bentuk cetak, maupun e-book resminya. Eits ... kisah romantis Pak JK dengan Ibu Mufidah pun tersaji manis di dalamnya.

Banyak sekali untaian kejadian yang bukan hanya menjadi kisah perjalanan hidup salah satu mantan Wakil Presiden Republik Indonesia dua periode ini, melainkan pelajaran tersirat untuk memaknai makna sabar dan ikhlas. Hey hey, sabar dan ikhlas bukan berarti diam dengan alasan menerima keadaan lho ya. Ikhlas itu terus bergerak, bukan tenggelam dalam pilu.

Ah ya, dua lagi hal yang paling membuat saya tertarik mengenai jejak hidup Ibunda Athirah, tentang bagaimana hidup sederhana namun tetap bisa banyak memberi, dan manajemen keuangan yang baik sekali dari sosok beliau. See? Sosok perempuan dalam sebuah rumah tangga itu, seperti kunci, bukan?

Di potongan-potongan kisah yang kebanyakan latar tempatnya berada di Makassar ini, saya menyadari, bahwa menjadi cantik bukan berarti selalu menunjukkan kemewahan, tapi kepantasan. Selain itu, paling mengena buat Ka Acha ya urusan pencatatan keuangan dan pengelolaan tabungan.

Bahkan beliau membuat pembukuannya dua rangkap, salah satunya menggunakan salah satu kekayaan aksara nusantara kita, Lontara. Ibunda Athirah pun nampak sekali sebagai sosok yang disiplin, mendisiplinkan anak-anaknya dengan cara yang penuh kelembutan dan menjadikan dirinya teladan.

Tanpa Ibunda Athirah, mungkin Kalla Group nggak akan menggurita seperti sekarang. Tanpa didikan beliau, mungkin anak-anaknya nggak akan mencatat nama besarnya di negeri ini, seperti Pak JK.

Menikmati sejilid sajian manis dari Alberthiene Endah tentang Ibunda dari Bapak Jusuf Kalla, telah membawa Ka Acha turut merasai perjalanan hidup seorang perempuan yang berkilau, terasah oleh luka, bersinar dengan sabar dan ikhlasnya. Novel Athirah layak untuk masuk dalam bacaan wajib bagi para perempuan.

 


Komentar

  1. Aku baru tahu tentang ini, menginspirasi banget apalagi ini dari kisahnya Jusuf Kalla dan sang Ibunda. Keren!

    BalasHapus
  2. Aku udah baca, dan jujurnya sediiiiih , karena berasaaa banget kesedihan dari ibu Athirah ini mba 😔. Aku ga kebayang kalo berada di posisi beliau. Hebaaat, tegar dan ikhlasnya luar biasa. Dan aku JD salut dengan pak JK, karena belajar dari orang tuanya, dan tetap bisa jadi suami yg memuliakan istrinya ❤️. Inget part di mana dia mau melamar istri ya, tapi keluarga istri keberatan mengingat sejarah keluarga pak JK yg berpoligami. Wajar sih, calon mertuanya waktu itu pasti kuatir kalo anaknya juga akan diduakan.

    Buku2 tulisan mba alberthiene memang selalu baguuuus dibaca ❤️❤️❤️. Penulis fav ku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama deh Mba.

      Apalagi di beberapa bagian tuh beneran kalau ngebayangin harus menjalaninya ya sedihnya ampun-ampunan. Tapi Ibu Atirah selalu menyelipkan ikhlas. Dimana ikhlas bukan bermakna berhenti bergerak dan pasrah saja.

      Nah, part mau melamar itu tuh bikin nyessss banget di dada.

      Hapus
  3. Mbaaaaak, bagus banget tulisannya. Berasa kayak baca bukunya beneran, aku smpe terharu hiks. Btw aku jd penasaran sm bukunya mbak. Kayaknya bakalan baca juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh aku tuh deg-degan Mba kalau sampai ada yang bilang "serasa baca bukunya beneran". Aku selalu merasa cara menulisku terlalu menebar spoiler yang bikin penulisnya nanti malah sebel.

      Masih ada cetakan barunya Mba. Silakan dicari dan selamat membaca ya.

      Hapus
  4. Saat launching bukunya, sempat baca juga resensi pada ulasan teman yg lain, dan baca blog ini makin bikin terharu perjuangan Emma dan pak Jusuf kalla, cantik banget penurutan Alberthiene endah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang. Makanya aku nyaman sekali baca buku karya beliau ini.

      Hapus
  5. Novel berdasarkan kisah nyata emang selalu menarik ya kak. Apalagi ini dari tokoh terkemuka negeri ini. Pasti banyak ilmu yg bisa diambil. Ternyata beliau juga orang biasa seperti kita. Dengan tempaan cobaan, mereka bisa melewatinya. Akhirnya bisnisnya menggurita. Salut kepada bu Mufidah yang jadi subjek dalam novel tsb. Filmnya juga keren loh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subjek utamanya sebenarnya Ibu dari Pak JK sih, bukan istri beliau, Mas.

      But ya, bagaimana pun kita menemukan kegemilangan dari kehidupan seseorang, seringnya mereka berawal dari tempaan-tempaan hidup juga.

      Hapus
  6. Selalu suka sama novel yang inspiratif kayak gini. Jadi ikutan semangat gitu lho bahwa setelah kegagalan itu pasti ada kesuksesan yang datang di belakangnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Kak Jihan.

      Nggak ada seseorang yang selalu berada dalam keadaan baik dan gemilang ya. Selalu ada cobaan dan tantangan hidup yang menjadi penempa kita.

      Hapus
  7. Penulis AE ini tetap eksis, ya. Kebanyakan novelnya dijadiin film, tapi aku jarang baca buktinya karena ada film-nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi nonton filmnya lebih cepat selesai dan paham makna kisahnya ya Kak.

      Hapus
  8. Meski daku belum baca maupun menonton filmnya, tapi dari ulasan ini, pasti banyak inspirasi yang dapat menjadi contoh dalam kehidupan ya kak Acha.

    BalasHapus
  9. Aku belum baca bukunya juga, tapi sempat mengikuti kehebohan filmnya.
    Sebuah novel yang menginspirasi banget karena diangkat dari kisah nyata perjalanan hidup tokoh yang sudah sukses di negeri ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, dan karya Alberthiene Endah selalu menginspirasi. Yg paling oke adalah beliau bs menuliskan biografi bak menceritakan dari mata kepalanya sendiri. woaaa .. saya kira ini karya rekaan semacam novel fiksi, gak taunya tentang ibunda orang penting di negeri kita dong

      Hapus
  10. Saya terharu baca uraian dari kak Acanttg buku Athirah, bisakah saya seperti bu Athirah mampu mendidik anak-anak dengan baik di tengah semua problematika? Terima kasih sudah berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah.

      Mudah-mudahan kita sebagai ibu diberii keteguhan hati ya. Aamiin.

      Hapus
  11. Hai Mba salam kenal . Saya jg udah baca buku Athirah tapi saya lupa udah review belum ya. Saya jg gregetan banget dg sosok ibu Athirah yg sabar banget namun mgk itulah kesabaran beliau dlm membina rumah tangga berbuah anak2 yg berhasil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo juga Mba Kania.

      wah kayaknya Mba Kania lebih dulu bikin ulasannya nih dibanding saya.

      Hapus
  12. nah aku tau film Athirah lebih dulu karena beberapa kali seliweran di sosmed yaa, ternyata diangkat dari kisah nyata dan based on books. Jujur ketika baca ulasan novel athirah ini ada politik dimadu, aku yo ikutan gregetan, kaya ga kuat klo aku sendiri ngalamin hal tsb. Perjuangan perempuan tuh ga keliatan di publik tapi sebegitu peliknya yaa, dan jadi kunci kekokohan keluarga, didikan anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hebat memang ya. Sedih dan penuh haru banget memang kisah hidup beliau, sejak dimadu begitu.

      Hapus
  13. Bapak Jusuf Kalla di tanah Sulawesi,utamanya di tanah Bugis adalah sosok yang nyata dalam menginspirasi kami sebagai Putra Sulawesi. Banyak pelajaran penting yang kami dapatkan dari kisah perjalanan hidup Beliau dengan Ibunda Athirah.
    Bukti nyata perjuangan hidup Ibunda Athirah bersama anaknya, Bapak Jusuf Kalla terlihat jelas bagaimana Beliau mampu bangkit dan menjadi pemilik dari Kalla Group yang saat ini menggurita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, betul sekali.

      Didikan ibunda beliau jadi membentuk beliau menjadi lebih tangguh ya.

      Hapus

  14. Huwaaaa... Apakabar buku-buku ku yang udah masuk kardus. Inget banget duku ikutan giveawayy nya buku ini karena penasaran banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayoooo Kak Heizyi buku-bukunya dilirik lagi, keburu kena serangan rayap Kak.

      Hihihi aku sempat gini soalnya dan nangis banget.

      Hapus
  15. Membaca buku Athirah ini membuat kita semua belajar bagaimana kesabaran seorang perempuan dan melantunkan segala keluh kesahnya melalui doa.
    Pendidikan yang diberikan dengan memberikan contoh kebaikan dan kesabaran dari seorang Ibu kepada anak-anaknya.

    Mulianya..MashaAllah, tabarakallahu.

    BalasHapus
  16. setuju banget dengan tulisannya, sabar dan ikhlas bukan berarti harus dengan diam, tapi sabar dan ikhlas setelah kita berusaha dan bertawakkal dengan hasilnya ya. sepertinya bukunya bagus ya mba, jadi penasaran

    BalasHapus
  17. Masua Allah... Saya baru tau loh kalau Athirah itu ceritanya tentang poligami... Salut banget dengan Emma, perjuangannya enggak sia-sia ya...

    BalasHapus
  18. masya allah kenapa kau ikut merasa untuk meremas dada ya mbak, pilu..
    wah pak kalla berarti tumbuh bersama wanita hebat yang luarbiasa ya

    menjadi cantik bukan berarti selalu menunjukkan kemewahan, tapi kepantasan.

    ini qoute keren banget sih.. belum lagi quote2 di infografis jleb jleb deh

    BalasHapus
  19. Baca segini aja udah kerasa banget ceritanya. Jadi pengen baca fullnya. Belom pernh baca buku ini.

    BalasHapus
  20. Menarik sih nih melihat sosok dibalik tokoh nasional di negeri ini, pasti menyentuh dan banyak yang bisa kita petik untuk jadi panutan

    BalasHapus
  21. Wah apalagi novel ini ditulis oleh mbak AE semakin bagus saja kisahnya, Jadi pengin baca.

    BalasHapus
  22. Jadi nangis kan padahal cuma baca ulasannya.
    Ini mengingatkan pada kisah keluarga saya.
    Bapak yang kental kehadirannya di masa kecil, secara tiba-tiba bisa tak berjejak di masa remaja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jleb banget memang rasanya. Membayangkannya saja nggak sanggup. Apalagi alasan hilangnya karena berbagi dengan keluarga beliau yang lain.

      Hapus
  23. setiap ibu memiliki perjuangannya masing masing ya, bunda athirah ini sabar ya, ya ampun jadi merenung ikhlas dan sabar saya kayaknya masih dangkal

    BalasHapus
  24. Aku belum pernah baca novelnya, tapi kalau sesuai banget sama filmnya, wah bisa jadi novel Athirah ini salah satu yang terbaik dan membuat banyak orang belajar hal-hal positif

    BalasHapus

  25. Perempuan hebat ya, mampu bangkit dari luka dan berjuang demi anak-anaknya. Dan hasil manis berupa kesuksesan anak-anaknya adalah penawar duka bagi Athirah. Inspiratif...

    BalasHapus
  26. Di balik orang hebat, selalu ada tangan dingin perempuan-perempuan hebat ya. Selain istri, juga pasti ada ibu yang luar biasa. Selalu suka sama novel-novel based on true story begini, jadi pengen baca sendiri.

    BalasHapus
  27. masyaAllah ceritanya bagus banget novel Athira ini, banyak banget pelajaran tentang kehidupan yang bisa kta dapatkan lewat buku ini

    BalasHapus
  28. Jadi penasaran pengen baca, kebetulan di deket rumah juga ada gudang mizan. Mereka juga melayani jual beli buku eceran gitu. Mau nanya ke sana deh

    BalasHapus

Posting Komentar