Novel Fantasi Majava : Sebuah Dunia Berlatar Lokal Sunda

Mengenal Lebih Jauh Tentang Kusta

Rupanya, Kusta bukan hanya menyerang tangan dan kaki, tetapi juga bagian mata, dan akan dengan lekas menyebabkan masalah disabilitas. Sebuah pengetahuan baru yang disampaikan oleh Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SPKK(K) tentang kusta dalam acara bincang Ruang Publik bersama Berita KBR.

Tercengang. Ah, selama ini, pengetahuan saya, Morbus Hansen hanya memberi dampak pada tangan maupun kaki saja. Memberikan perubahan bentuk, sehingga para Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OIMPK) hadir dalam masyarakat dengan sebuah stigma, bahwa mereka memiliki sebuah “dosa” yang menyebabkannya mengalami kutukan sedemikian.

Untuk kesekian kalinya, saya mengikuti sesi bincang Ruang Publik, kerjasama antara NLR Indonesia dengan Berita KBR. Makin lama, bukannya saya makin punya kekhawatiran akan masalah kesehatan Morbus Hansen yang serupa “silent killer” dalam artian, menimbulkan stigma bagi penderita termasuk keluarga dekatnya ini, melainkan semangat untuk terus mencari tahu lebih jauh.

Hal pertama yang diungkapkan oleh salah satu narasumbernya saat itu, Ibu Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SPKK(K) selaku Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSK, menjawab sebuah pertanyaan awam, mengapa orang dengan kusta – atau kebanyakan dikenal juga dengan sebutan Lepra, namun pada istilah medis disebut Morbus Hansen – bisa mengalami disabilitas.

Tentang Kusta dan Disabilitas

Jawaban sederhana namun sebenarnya cukup mengkhawatirkan, tersebab kuman pencetus Morbus Hansen ini akan dengan serta-merta menyerang bagian syaraf. Kondisi mati rasa yang awalnya menyerang kulit dan – kebanyakan – disepelekan sebab terasa nggak terlalu menganggu ini, rupanya bisa menyerang hingga ke tulang lho. Bahkan otot bisa mengalami lumpuh layu maupun lumpuh kaku.

Itulah. Kebanyakan, rasa baal atau mati rasa yang menyerang di bagian tertentu dari kulit ini, pada awalnya nggak banyak menimbulkan rasa khawatir bagi penderitanya. Apalagi, proses perjalanan dari serangan penyakit kusta, termasuk dalam masa yang panjang, bisa 3 hingga 5 tahun. Menurut yang Ibu Sri sampaikan.

Jika mengulang kembali, berbagai sesi bincang Ruang Publik yang pernah Ka Acha ikuti beberapa waktu lalu, Morbus Hansen ini memang dekat sekali dengan disabilitas alias munculnya kendala bagi seseorang untuk menjalani berbagai aktivitas hariannya.

Belum lagi, gunjingan yang disematkan pada OYMPK beserta keluarganya, semenjak masa pengobatan, hingga pulih pun, bisa saja terjadi. Aih, stigma kusta memang nggak mudah dihempaskan ya. Sudah terlalu mengakar rasanya, padahal Morbus Hansen ini masuk dalam kategori endemi lho di tanah air kita.

Dari Pak Dulamin,salah satu narasumber yang turut dihadirkan, selaku Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kec. Astanajapura, Cirebon, ada sebuah pelajaran tersirat, bahwa sikap “tutup telinga” dari stigma itu perlu dikuatkan bagi para OYMPK. Pengobatan yang terlambat dan memicu disailitas, nggak perlu disesali.

Menurut penuturan Pak Amin – mari selanjutnya Ka Acha menyebut nama beliau dengan panggilan ini – hanya di Astanajapura saja, terbentuk Kelompok Perawatan Diri bagi para penderita dan OYMPK. Ia mengedukasi para penderita yang masih menjalani pengobatan, dan OYMPK, agar terus merawat bekas baal dari Kusta yang dimilikinya.

Ia sangat berharap, agar para penderitanya jangan sampai mengalami disabilitas. Ia berjuang, mengedukasi masyarakat kecamatan Astanajapura, agar lebih mengenal, apa sih Kusta itu. Mencontohkan dirinya secara langsung, sebagai sosok OYMPK.

Kusta Juga Bisa Menyerang Mata

Seperti yang sudah Ka Acha singgung di atas, bahwa ternyata Morbus Hansen juga dapat menyerang organ mata. Ibu Sri, menegaskan, bahwa risiko terbesar dari Lepra ini, bukan hanya terletak pada bagian tangan dan kaki saja.

Kesemua cirinya sama, mati rasa atau baal. Namun, jika sudah menyerang mata, akan menimbulkan gejala tambahan seperti mata merah, termasuk pula pandangan yang jadi kabur. Belum lagi. Reaksinya akan terjadi secara tiba-tiba. Sehingga, akan wajar, jika penderita akan lekas mengambil jadwal berobat dengan Dokter Mata.

Fakta lain yang disampaikan oleh Ibu Sri, bahwa rupanya, di daerah tropis seperti negara kita ini, Kusta cenderung menular antar manusia. Sehingga, jika ada seorang penderita Kusta di dalam rumah, dan menjadi kontak erat sebab berada dalam satu lingkup keluarga, penularannya akan semakin tinggi.

Masa Pengobatan Kusta

Kusta masih jadi endemi di Indonesia. Yap. Mau nggak mau, inilah kenyataan yang perlu diterima.

Sekali dua, saya menemukan poster mengenai Morbus Hansen ini terpajang di beberapa fasilitas kesehatan. Salah satunya, pernah saya baca di tempat Mama saya bertugas, juga di puskesmas yang nggak jauh dari tempat saya tinggal kini. Biasanya sih dipasang berdampingan dengan poster mengenai Hepatitis. Dua masalah kesehatan yang masih membayang-bayangi, bahkan di kota besar sekali pun.

Ibu Sri menerangkan leih jauh, bahwa kusta memiliki dua jenis, yaitu kusta kering dan kusta basah. Jika kusta kering dianggap sebagai penyakit yang nggak terlalu menular, berkebalikan dengan kusta basah. Walau tetap saja, kesemua butuh diwaspadai.

Seseorang dengan tubuh yang sehat, punya kemungkinan untuk tertular – terutama – dari penderita kusta basah. Walau kembali lagi, jika daya tahan tubuh seseorang tadi baik, insyaAllah.

Selanjutnya, pesan tambahan dari Pak Amin bagi penderita Kusta, jika bagian tangan misalnya, sudah mengalami luka, dianjurkan untuk memakai sarung tangan setiap kali ingin menyentuh benda, terutama yang ada di rumah. Dengan demikian, dapat turut menjaga kesehatan keluarga serumah.

Kusta memanglah sebuah masalah kesehatan yang waktu pengobatannya cukup panjang. Konsumsi obat beserta antibiotik yang nggak boleh terputus walau sehari saja. Kalau sempat terputus sehari, masa minum obatnya bisa jadi diulang kembali dari awal.

Bisa dipahami sih, sebab ada saja bakteri Morbus Hansen yang berada dalam keadaan dorman alias hibernasi, sehingga perlu terus-menerus diserang dengan antibiotik. Selain itu, ketidakteraturan minum obat tadi, bisa menimbulkan risiko resistensi antibiotik.

Terbuka sudah, mengapa pengobatan Morbus Hansen begini, membutuhkan dukungan kuat, bukan hanya dari dalam diri si penderita, seperti yang dituturkan oleh Pak Amin, melainkan oleh selurujh keluarga dan masyarakat.

Sepanjang 6 sampai 9 bulan, bagi penderita kusta kering. Selama 12 hingga 18 bulan bagi penderita kusta basah. Setiap bulannya, obat kusta bisa diambil secara teratur di puskesmas, bersamaan dengan pemeriksaan fisik bulanan yang biasanya dilakukan oleh para tenaga kesehatan.

Setelah sembuh, nantinya OYMPK nggak lagi bisa menularkan. Maka, fungsi dari penanganan cepat dan pengobatan secara teratur tadi, bukan hanya untuk mencegah terjadinya disabilitas, melainkan untuk mengurangi munculnya risiko penularan.

Senang sekali saya bisa kembali mempelajari lebih jauh tentang kusta melalui sesi bincang Ruang Publik dengan Berita KBR yang berkolaborasi dengan NLR Indonesia. Semoga saja, masalah kusta ini nggak lagi menjadi stigma yang mengikat dan menjerat penderita dan keluarganya, agar bisa diatasi bersama.

 

Komentar

  1. saya punya sangat sdikit informasi tentang kusta, ternyata ada 2 jenis ya mbak, yang basah dan kering. untuk daya menular, lebih menular yang basah meskipun keduanya tetap saja menular dengan kontak fisik. Dan disarankan untuk memakai sarung tangan ketika memegang barang2 yang ada di rumah.

    BalasHapus

Posting Komentar