pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebelum menikah, banyak sekali pertimbangan yang perlu dipikirkan masak-masak oleh seorang perempuan. Sepakat?
Alasan sederhananya, karena sepenuhnya urusan rumah tangga, baik itu tugas domestik sampai dengan mendidik anak kelak bukanlah sepenuhnya tugas dari seorang perempuan. If you not agree with me, feel free to share your point of view on my blog comment, ok?
Okelah, kaum kita tuh diititipi nikmatnya hamil dan
melahirkan. Tapi kalau urusan membesarkan anak, bukan sepenuhnya ada di tangan
Ibu lho. Hidup Ayah enak banget dong kalau cuma kebagian jatah nitipin benih
doang. Terus dalih remehnya, “Kan saya sudah kerja banting tulang cari nafkah.”
Oh, come on.
In my opinion,
lelaki punya kewajiban untuk menemukan calon Ibu yang menurutnya sesuai bagi
impian-impiannya sebagai “keluarga” di masa depan. Sementara perempuan, punya
hak untuk menerima dan menolak. Menikah nggak hanya berlandaskan akan rasa
cinta yang ternyata lust, karena
sudah terlanjur pacaran dan merasa saling cinta. Ya nggak sih?
Sependek pemahaman Ka Acha sebagai muslimah sih begitu ya.
Lelaki boleh datang meminta ijin meminang pada keluarga si perempuan, tapi
perempuan punya hak untuk menolak jika dirasa sosok yang datang bukanlah husband material yang ia lihat, bisa
diajak membangun komitmen bersama.
Lama waktunya menjalin hubungan dekat dengan dalih pacaran,
sudah saling mengerti, pun nggak bisa dijadikan patokan. Setiap orang akan
berubah, seiring perubahan status, lingkungan pertemanan, dan lain sebagainya.
Entah kamu setuju juga atau nggak, tapi saya pribadi lebih
senang memberi batas waktu untuk menjalin hubungan “lebih dari sekadar teman”
sama lawan jenis. Membatasi jenis keakraban yang menjurus skinship juga. Kalau nggak ada kejelasan dan tenggat waktu, ngapain
mulai berkomitmen sok serius? Padahal pernikahan kelak menyediakan segalanya,
tentu dengan tanggung jawab yang mengikuti.
Bagaimana kita bisa membangun keluarga, jika dalam urusan
akidah saja sudah nggak sama?
Akan lebih asik kalau kamu sama Ka Acha samakan persepsi
dahulu soal akidah ya. Nah, akidah ini, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dimaknai sebagai kepercayaan dasar, keyakinan tiap insan.
Sementara, jika ditilik dari asal bahasanya,
Aqada-Ya'qidu-Aqdatan – correct me if I
am wrong ya gengs – berarti tali pengikat antara satu dan yang lainnya,
sehingga akan sulit sekali untuk dipisahkan. Ia menjadi penuntun bagi kehidupan,
baik mengenai urusan berperilaku, keseharian, bahkan mempengaruhi kita dalam
mengambil keputusan, pilihan-pilihan yang hadir.
Dalam poin ini, saya nggak mau sekadar melihat dari agama
yang dianut dan muncul di kartu identitas ya. Soalnya, sepanjang perjalanan
hidup saya, ada saja sih yang memang seagama, tapi sudut pandang akhirnya
berbeda karena banyaknya pemahaman yang nggak sama. Pernah merasa juga?
Sadar atau pun nggak, segala sesuatu yang diyakini oleh
seseorang, termasuk urusan bagaimana ia menjalankan kesehariannya sesuai dengan
tuntunan akidah yang ditanamkan oleh keluarga sedari kecil, juga yang ia
pelajari sepanjang bertumbuh, memengaruhi karakter dirinya.
Yakin bakalan tangguh menyamakan persepsi dalam menjaga
komitmen bersama, termasuk kelak mengemban amanah momongan dari Yang Maha Memiliki
Hidup kalau pemahaman paling dasarnya saja sudah berbeda? Panjang lagi
adaptasinya.
Hidup di dunia ini tuh, bukan hanya biar bisa senang bahagia
kaya raya, no … ini bukan tujuan
akhirnya. Dunia nggak kekal soalnya.
Di sini, tempat kita mengumpulkan bekal, sementara menikah
adalah ibadah terpanjang, seumur hidup. Maka memulai dengan orang yang tepat,
semoga menjadikannya lebih menyenangkan sepanjang menyiapkan perbekalan untuk
akhirat nantinya.
Terlalu berbeda itu nggak seru, capek. Terlalu sama pun nggak
ada bahan diskusinya dan komunikasi menuju kesepakatannya. Namun, dengan akidah
yang sama, semoga saja mengurangi waktu yang terbuang untuk mencapai satu suara
bersama.
Nggak asik banget deh kalau kita bersiap menjalin komitmen
panjang, dan nggak tahu pula akan sampai kapan, kalau sama seseorang yang nggak
“dikenal”. Sementara drama ketika berkeluarga, akan seketika muncul
sebagai kerikil bahkan hujan meteor, selepas akad, nggak memberimu jeda.
Bagi Ka Acha secara personal, membahas impian-impian pribadi
bahkan membeberkan berbagai jalan yang siap saya tempuh untuk menjajakinya,
perlu diidentifikasi juga sama si doi. Hal yang sama pun berlaku sebaliknya.
Bahkan alasan saya kini memilih untuk mencari penghasilan dari rumah, sudah
saya bincangkan dengan partner saya sebelum dia datang melamar.
Saya nggak ingin bersama dengan seorang dream killer, kalau dream
builder akan selalu bisa saya temukan. Prinsip sih ini. Akan lebih mantap
lagi kalau bisa saling menjadi support
system. Ya nggak sih?
Apakah impian membangun sebuah keluarga – bukan sepenuhnya
berpondasi pada seseorang yang ingin dibersamai lho – sudah dirumuskan sedari
masih sendiri? Ini nih yang sering saya pertanyakan dulu, apalagi mempersiapkan diri untuk menikah itu dimulai sejak masih
single.
Jadilah … saat kamu
bersiap mengulik apa saja sih impian dia. Bagaimana cara dia mencapainya. Karakter
positif dan negatifnya dia. Kamu pun sudah punya materi yang tersusun rapi, dan
dapat kamu suguhkan secara lugas dalam bentuk komunikasi yang baik.
Jangan sampai, pernikahan, status sebagai istri dan ibu,
kelak menjadi alasan dan alibi yang kamu bawa-bawa dalam penyesalan atas nggak
tercapainya impianmu sendiri. Sebaliknya pun, demikian.
Di bagian ini, saya hanya ingin menjelaskan secara singkat
padat saja, biar nggak bertele-tele.
Setiap anak, baik dan buruk karakternya, dibentuk oleh
sebuah keluarga juga. Kelak, jika menjadi pasangan dari si doi, kamu pun akan
banyak berinteraksi juga sama keluarganya.
Walau dia yang sebenarnya akan membawamu masuk dalam
keluarganya, sebagai istri pula, ada rambu-rmbu yang perlu kamu minta dari doi
dong. Bagaimana memperlakukan saudara kandungnya, orangtuanya.
Saya mempertimbangkan hubungan ini, sebab ngasih lebih
banyak pengaruh untuk sikap-sikap dari orang yang saya bersamai. Kalau temannya
tipe pembelajar, nggak menutup kemungkinan besar kalau ia pun sama.
Bukankan dalam hubungan akrab, seseorang biasanya bergabung
dengan kelompok pertemanan yang sama dengannya. Klik dengan karakternya.
Apalagi, teman itu bukan sama siapa saja, tapi dipilih dan dipilah. Kalau sama
siapa saja itu namanya mau kenalan. Dekat banget ya belum tentu.
Biasanya, seseorang berteman itu karena alasan apa sih?
Butuh aja? Sehobi? Satu sekolah? Satu tempat kerja?
Termasuk nih, biasanya kan kamu dipertemukan sama si doi
juga bermula dari pertemanan kan? Ada jalinan yang membawamu bisa dekat sama
dia juga.
Eh, apa kamu tipe yang nggak masalah ketemu sama si calon
dari media sosial?
Bagaimana nantinya kehidupan pernikahan kamu dan si doi akan
berjalan, ditentukan oleh gaya hidup masing-masing. Kamu akan jadi influencer buat doi, begitu pun
sebaliknya.
Kalau si doi tipe yang kebanyakan gaya alias sering terjebak
lebih besar pasak daripada tiang. Sungguh nantinya ketika kamu merasa, duh …
kita tuh harus punya rumah tinggal lho, ya masa hal pertama yang lekas terpikir
adalah mencari pinjaman, utang. Yakin sebagai istri, kamu kuat?
Semisal si doi jika urusan makan setiap hari saja menunya
dari pagi sampai malam nggak bisa sama, kamu sanggup nggak masak tiga kali
sehari? Kecuali kalau kamu dan si doi akhirnya sepakat untuk lebih sering jajan
di luar atau langganan catering daripada masak sendiri.
Gaya hidup ini nantinya ngasih pengaruh juga untuk
keberlangsungan stabil atau nggaknya rumah tangga kalian. Termasuk jadi teladan
yang akan kamu dan si doi wariskan pada anak-anak kalian.
Sebelas dua belas lah ya sama gaya hidupnya. Cara mengatur
pendanaan ini penting, sebab saat sudah membangun keluarga, kayaknya nggak seru
saja kalau masih bergantung sepenuhnya sama orangtua masing-masing.
Di dalam keluarga, posisi istri sering dianggap sebagai
manager-nya. Tapi kalau pemimpinnya nggak mau terbuka soal urusan pengelolaan
keuangan, kan lelah hati juga ya kita.
Kalau Ka Acha, mulai menerapkannya dari masa mempersiapkan pesta pernikahan impian. Bahkan sumber
dana dan jumlahnya pun diatur bersama. Saya mewanti-wanti calon suami, agar
jangan sampai kami membebankan urusan pendanaan sepenuhnya pada keluarga. Walau
kadang, orangtua akan dengan ringan hati mengulurkan bantuan.
Jika sudah punya niatan untuk menjalin komitmen dengan
seseorang, maka untuk membeli barang besar semisal kendaraan saja, perlu
dibicarakan sih. Nggak masalah kalau nggak mau menjabarkan secara mendetail
jumlah pendapatan, saat kamu dan dia belum sah.
Nah, segitu saja dulu deh poin-poin yang bisa kamu jadikan
bahan pertimbangan sebelum menikah sama si doi ya. Semoga bermanfaat.
Setuju sama semua poin Acha.
BalasHapusKadang ya ada satu hal yang aorang lupakan ketika keluarga menelisik seperti apa orang tua dari calon yang menghubungi putrinya. Lupa ditelisik bagaimana kawan2 dekatnya, hanya dilihat orang tuanya orang baik lantas disimpulkan si anak orangnya baik padahal kan tak selalu demikian.
Iya banget Bunda.
HapusKadang orangtuanya nampak baik tapi nggak pernah tahu bagaimana pertemanan si anak dan lain sebagainya kan serem juga, apalagi kalau memang niat menikahnya murni sebab ingin membangun keluarga, mengasuh generasi selanjutnya.
Setuju dengan poin-poin pertimbangan sebelum menikahnya Ka Acha. Setelah akidah, perlu menimbang impian dan apa yang jadi tujuan hidup calon pasangan. Jangan sampai setelah menikah baru ada saling menyalahkan yang seharusnya bisa didiskusikan atau diketahui saat tahap perkenalan.
BalasHapusIya Mba. Menurut pemahamanku pun begitu. Komunikasikan dulu segalanya sebelum melangkah lebih jauh dan jauh lagi. Pertimbangkan diri sendiri dulu sebelum bersepakat, sebab mengubah diri sendiri lebih nyaman dibanding berharap bisa mengubah orang lain yang itu tuh sebenarnya "menyiksa" diri sendiri.
HapusEhem sampai kapan menjalani hubungan lebih dari sekadar teman, pastinya harus ada keseriusan untuk selanjutnya. Mantep ini poin-poin yang perlu dipertimbangkan, biar lebih mantep dan gak cerai atau bermasalah di tengah jalan. :)
BalasHapusWalau sebenarnya setelah menikah itulah baru segala tabir akhirnya terkuak, tapi paling nggak, dengan menyadari alarm alarm bahaya yang muncul dari dalam diri sebelum melangkah lebih jauh, bisa jadi pertimbangan terbaik selain bermunajat dan meminta restu serta sudut pandang orangtua.
HapusNah bener harus bener2 kenal sama pasangan luar dalam, keluarga n lingkungannya juga seperti apa jadi besok menjalani bahtera rumah tangga sudah lebih siap
BalasHapusSetuju banget sama point-point yang mba Acha sampaikan ini, memang sebelum melangkah ke jenjang yang serius kita perlu mempertimbangkan banyak hal (bukan hanya cinta).
BalasHapusDoain yaa saya sama doi segera mantap untuk ke jenjang selanjutnya
Aamiin. Semangat ya Mba Ayu.
Hapuskarakter orang tsb juga penting. Ingat seumur hidup sama dia. Big no kalo dah toxic,kasar,tukang mukul, kalo ngomong jahat. Kenali bener2 dan bawa dalam doa
BalasHapusNah, biasanya pas pacaran apalagi kenal dalam waktu super singkat gitu nggak selalu bisa memahami karakter orangnya luar dalam, selain diajak berkomunikasi yang nggak terlalu serius tapi diam diam menilai sikap orangnya bagaimana.
HapusYa udah diteliti bener-bener aja juga ada gelombang-gelombangnya..
BalasHapusApalagi yang diteliti sambil lalu..
Wah bisa-bisa 'tekejut badan' kata orang medan...
Semua poin tak acungi jempol...
Orang yang sedang mempertimbangkan jodoh,baik mengetahui semua poin di atas, biar ndak salah langkah, dan jangan lupa istikharah ya..
Yes Kak. Kunci akhirnya memang istikharah itu sendiri. Sebab hidup kita kan sepenuhnya bersandar dan wajib disandarkan sama Sang Pemilik Alam Semesta.
HapusTerkadang memang kita perlu rekomendasi orang yang akan dijodohkan biar gak ketemu kucing dalam karung ya kak Acha. Sebagian perempuan melihat seseorang Sholih dari luarnya. Ternyata ketika berumahtangga hal tersebut gak sama seperti yang dilihatnya.
BalasHapusGaya menjodohkan ala Rasulullah kayaknya tepat nih kak Acha. ketika sudah kenal luar dalam dengan orang lain barulah berani merekomendasikan orang tersebut untuk orang lain.
Nah, bisa tuh Kak.
HapusYa, Mbak, setuju dengan poin-poin yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah. Dengan pertimbangan yang matang kita akan bisa menjalani pernikahan dan menerima setiap konsekuensi yang nantinya akan terjadi.
BalasHapusAku juga setuju tentang poin membahas mimpi. Karena kita kan akan membangun rumah tangga, bersama dalam satu bahtera, jadi harus satu visi juga dong dalam mewujudkan mimpi.
BalasHapusBiar yang satu orang nggak selalu berjuang menjadi support system dan pendukung tapi impiannya sendiri terlupakan. Hidup kan nggak bisa diulang, apalagi kalau menyesal karena terlalu mengurusi pasangan dan lupa mengawal impian personal.
HapusWajar sih kak Acha pgn sesuatu yg pasti dr seorang calon suami. Semoga menemukan sosok calon suami impiannya ya. Emg menemukan jodoh ini susah2 gampang ya kak. Ada 1 poin yg oke, tapi lainnya minus. Tp kadang di situlah nikmatnya mencari jodoh. Tdk smuanya sih kita dapatkan dalam semua poin itu. Tapi minimal ada kecocokan di antara semua poin itu pun ckp. Kecuali emg Kak Acha pgn pny suami yg hrs memenuhi smua poin itu.
BalasHapusSebagai persiapan memulai pernikahan ikhtiarnya dimulai dari mempersiapkan diri. Kalo dari yang saya yakini adalah
BalasHapusLaki-laki yang baik untuk perempuan yang baik sebaliknya rumusan tersebut berlaku.
Jadi kalo mau dapet yang ideal, coba idealkan diri juga.
Hal lainnya adalah melihat latarbelakang pengasuhan pada subjek. Pola asuh yang terbentuk mempengaruhi bagaimana seseorang menduplikasi pola tersebut secara tidak sadar karena sudah terekam bertahun-tahun dalam otaknya yang akan ia lakukan di rumahtangganya.
Yang terakhir adalah terus berdoa agar Allah berikan yang terbaik sesuai taqdir Nya
Nah, sepakat sama Mba. Pola pengasuhan mempengaruhi cara dia bersikap, berperilaku, memilih lingkungan pertemanan dan lain sebagainya. Betul bukan sih Mba?
HapusBener mbak.. kadang satu agama aja sering berbeda pendapat dan mazhab.. ya allah..
BalasHapusUdah gitu bisa berdebat kusir panjang lebar saling sindir dan bikin lelah sendiri padahal kalau mau mengurangi nafsu dengan memperbanyak ilmu sih mudah mudahan bikin kita menemukan inti dan ngerasa, "berseteru antar golongan a b c" nggak perlu lagi.
HapusYa ampun bahasanku jadi kemana-mana nih hihihi.
Makanya, satu agama tapi sudut pandang beda juga repot sih.
Setuju banget. Kadang ada sih yang bilang, kamu tu mau pasangan yang gimana lagi? Padahal mereka nggak tahu, husband material seperti apa yang diinginkan oleh yang ditanya. SUka gemes dah kalau begitu. Hehehe
BalasHapusAgree.
HapusSecara ya Kak. Masa depan kita tuh ditentukan juga dengan siapa kita bersama, pun sebaliknya ya Kak. Paling nggak, ketika akhirnya sepakat untuk menjalani komitmen dalam sebuah rumah tangga bersama, nggak ada penyesalan, sebab kita sudah berjuang seselektif mungkin di saat memilih, dulu.
Setunu babget deh dengan semua poinnya ini. Jangan asal pilih pasangan hidup ya. Apalagi pake coba-coba yang kebablasan. Karena menikah untuk seumur hidup.
BalasHapusNah, coba-coba itu tuh membahayakan diri sendiri ya Mba.
HapusDalam artian, belum ada ikatan sah bahkan restu dua keluargam tapi udah mesra-mesraan berlebihan sampai bercampur. Ba ha ya.
memang kalau mau menemukan pasangan hidup itu kita harus benar-benar cerewet ya sebenarnya dalam menetapkan kriteria. namun ada juga yang mungkin menikah karena sudah dikejar umur dan akhirnya menerima sosok yang dianggapnya baik dan ternyata setelah menikah muncul beberapa ketidakcocokan. kalau sudah begini mau nggak mau harus kembali sama-sama belajar deh untuk menyatukan visi dalam pernikahan
BalasHapusBegitulah Kak Antung.
HapusMakanya, rasanya, menikah itu nggak perlu kepikiran dikejar umur sih. Berat, Rindunya Dilan aja udah berat, apalagi yang lain hihihi.
Setuju banget dengan poin-poin yang harus menjadi pertimbangan sebelum ijab kabul diucapkan.
BalasHapusTapi, jodoh benar-benar rahasia Allah. Yang tertulis di atas adalah usaha terbaik kita dalam menemukannya.
wah penting banget ya bahas semuanya sebelum kita memutuskan menikah dengan pasangan kita. Semoga segera menemukan calon suami terbaik ya kak Acha
BalasHapusSebelum memutuskan nikah Ama pak suami, yg bikin aku yakin itu poin ke 3 mba. Kedekatan dia Ama keluarga. Aku ngeliat sendiri dia sayang Ama mama dan papanya, bahkan kompak Ama mbak nya. Mereka cuma berdua Kaka adik, tapi saling support. Dan aku jadi yakin kalo suami dididik dengan sangat baik. Mamanya sendiri sering ngasih petuah ke aku, kalo sudah nikah nanti, jangan seatap Ama orangtua, Krn biar gimana ntr jadi bentrokan. Reus dia KSH petuah ke suamiku, saat sudah menikah utamakan istrimu dulu, baru kluarga yg lain. Terharu aku dengernya ðŸ˜. Kangen bgt Ama almarhum mama mertua. Mertua paling asyik yg bisa aku ajak kompakan traveling dan kulineran.
BalasHapusTrus ttg prinsip, jujur pas awal kami beda kayak bumi dan langit. Suami itu tipe family man, penyayang anak. Sementara aku ga suka anak, ga kepengin punya juga. Kami bhkan sempet putus gara2 ga Nemu kesepakatan . Tapi akhirnya toh balik lagi, dan cari solusi . Aku sadar aja kalo disitu ga mau kehilangan dia, dan akhirnya ngalah untuk mau hamil, tapiiii suami KSH solusi untuk memberikan babysitter buat anak2. Win win solution. Aku terbantu, dan kami tetep bisa punya anak.
Makanya buatku, sebelum nikah itu, discuss dulu deh SEMUA TOPIK yang kira2 bakal jadi aral nantinya. Ttg anak, keuangan, even sampe ke hutang. Jangan bikin pasangan kaget pas udah nikah trus tahu hutang spouse nya segunung 😅. Kasiaaan, yg ada malah berantem, trus divorce cepet. Terbuka aja, cari solusi bareng sebelum nikah. Baru putusin bakal gimana. Lanjut atau ga ..
Yes, diskusi adalah kunci ya Kak Fanny. Aku padamu.
HapusNah hutang juga nih. Ngeri banget pas habis akad, eh taunya keseret-seret sama hutangnya si doi. hadeuh.
Masya Allah daku sungkem nih sama Kak Acha, ini sih jadi wejangan manis buat daku.
BalasHapusSiap jadi masukan cantik ini, biar makin mantap lagi melangkah
Hahaha ya ampun Kak Fenni.
HapusMudah-mudahan kita bisa punya masa depan terbaik sebab membersamai sosok yang terbaik buat diri kita masing-masing ya Kak.
Sepakat sekali kak, apalagi nomer 1. Itu yang paling penting dari yang terpenting.
BalasHapusSetuju nih semua point yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah. Karena sebuah pernikahan itu tidak mudah. Setidaknya dua kepala yang ingin bersama ini memiliki pemikiran yang tidak terlalu jauh dan akhirnya bikin perdebatan. Oh iya, sekain itu penting juga diskusi tentang bagaimana nanti ingin mengasuh anak. Karena, meskipun jauh banget mikirin anak tapi ini krusial juga sih menurutku. Kalau dalam mengasuh anak berbeda pendapat dengan pasangan bisa bikin puyeng.
BalasHapusYes, sepakat deh Mba.
HapusYa ... walaupun pas awal-awal tuh kok kayaknya masih halu banget tapi perlu juga dijadikan pembahasan.
ternyata menikah itu ga sesimpel yang ada di imajinasi dan foto2 akad serta resepsi yaa, melangkah menuju sepakat menikah dan dinikahkan juga banyak banget yang harus dilalui termasuk urusan luar dalemnya si doi
BalasHapusHuum.
HapusMakanya, setelah banyak membaca dan mencari tahu sama yang akhirnya sudah lama menjalani pernikahan, i thonk, nggak seharusnya sih di usia tertentu, perempuan tuh mendadak bapek binti bapk gitu kalau lihat post teman-teman yang share soal pernikahannya. Kan jalan hidup setiap orang nggak selalu bisa samaan.
Mengenai mimpi, kami pernah membicarakan tentunya sebelum menikah.
BalasHapusNamun, bukan bahtera rumah tangga namanya kalau gak ada badai yang menghadang. Setelah menikah, semua impian kami ambyar dan aku tetap percaya dengan sang nakhkoda untuk bisa tetap mewujudkan impian baru kami kembali.
Memang intinya adalah komunikasi.
Apapun impiannya, semoga demi kebahagiaan bersama pasangan dan anak-anak.
MasyaAllah.
HapusSenangnya dapat sudut pandang baru dari Teh Lendy. Terima kasih banyak Teteh.
setuju banget dengan semua poin yang dituliskan kak acha ini. mungkin perlu ditambahkan juga, bagaimana kelak gaya parenting yang akan digunakan ketika sudah punya anak pun perlu dibicarakan sejak sebelum menikah yaa.
BalasHapusTerima kasih banyak Mba Qoty.
HapusIya ya, walaupun urusan parenting ini kesannya agak halu pas awal-awal, tapi kan nggak ada salahnya buat dibahas dan dipelajari bersama ya. Kan menyangkut masa depan berdua juga nantinya ya, biar kompak.
Menikah itu bukan sesuatu yang sederhana sih. Dia adalah sesuatu yang kompleks. Makanya, perlu belajar terus-menerus
BalasHapusPoin 4 itu penting banget ya Ka Acha,, jangan sampai setelah menikah br tahu kl suaminya ternyata bebas2 aja berteman dg temen2 ciwinya, wad,,duh bisa runyam dong ya urusannya, jd serba gak jelas batasannya. Artikel yg inspiring Ka Acha, tfs ya ^^
BalasHapusSetuju kak Icha sama semua poinnya termasuk yang pertama karena kayaknya itu yang paling pentinggggg ya Mba..
BalasHapusYamg masih jomblo, jcatet niiih poin-poinnya sebelum belum apa-apa "Pengen nikah ajaaa!"
BalasHapusBanyak yang harus dipertimbangkan sebelum nikah karena ini adalah ibadah terpanjang di dunia
Kuncinya di komunikasi yang baik dengan calon pasangan biar kita saling sevisi-semisi