Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Pertimbangkan Ini Sebelum Menikah Sama Si Doi

Sebelum menikah, banyak sekali pertimbangan yang perlu dipikirkan masak-masak oleh seorang perempuan. Sepakat?

Alasan sederhananya, karena sepenuhnya urusan rumah tangga, baik itu tugas domestik sampai dengan mendidik anak kelak bukanlah sepenuhnya tugas dari seorang perempuan. If you not agree with me, feel free to share your point of view on my blog comment, ok?

 

Okelah, kaum kita tuh diititipi nikmatnya hamil dan melahirkan. Tapi kalau urusan membesarkan anak, bukan sepenuhnya ada di tangan Ibu lho. Hidup Ayah enak banget dong kalau cuma kebagian jatah nitipin benih doang. Terus dalih remehnya, “Kan saya sudah kerja banting tulang cari nafkah.” Oh, come on.

In my opinion, lelaki punya kewajiban untuk menemukan calon Ibu yang menurutnya sesuai bagi impian-impiannya sebagai “keluarga” di masa depan. Sementara perempuan, punya hak untuk menerima dan menolak. Menikah nggak hanya berlandaskan akan rasa cinta yang ternyata lust, karena sudah terlanjur pacaran dan merasa saling cinta. Ya nggak sih?

Sependek pemahaman Ka Acha sebagai muslimah sih begitu ya. Lelaki boleh datang meminta ijin meminang pada keluarga si perempuan, tapi perempuan punya hak untuk menolak jika dirasa sosok yang datang bukanlah husband material yang ia lihat, bisa diajak membangun komitmen bersama.

Lama waktunya menjalin hubungan dekat dengan dalih pacaran, sudah saling mengerti, pun nggak bisa dijadikan patokan. Setiap orang akan berubah, seiring perubahan status, lingkungan pertemanan, dan lain sebagainya.

Entah kamu setuju juga atau nggak, tapi saya pribadi lebih senang memberi batas waktu untuk menjalin hubungan “lebih dari sekadar teman” sama lawan jenis. Membatasi jenis keakraban yang menjurus skinship juga. Kalau nggak ada kejelasan dan tenggat waktu, ngapain mulai berkomitmen sok serius? Padahal pernikahan kelak menyediakan segalanya, tentu dengan tanggung jawab yang mengikuti.

 

Poin 1 : Sudut Pandang Dalam Hal Akidah

Bagaimana kita bisa membangun keluarga, jika dalam urusan akidah saja sudah nggak sama?

Akan lebih asik kalau kamu sama Ka Acha samakan persepsi dahulu soal akidah ya. Nah, akidah ini, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai kepercayaan dasar, keyakinan tiap insan.

Sementara, jika ditilik dari asal bahasanya, Aqada-Ya'qidu-Aqdatan – correct me if I am wrong ya gengs – berarti tali pengikat antara satu dan yang lainnya, sehingga akan sulit sekali untuk dipisahkan. Ia menjadi penuntun bagi kehidupan, baik mengenai urusan berperilaku, keseharian, bahkan mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan, pilihan-pilihan yang hadir.

Dalam poin ini, saya nggak mau sekadar melihat dari agama yang dianut dan muncul di kartu identitas ya. Soalnya, sepanjang perjalanan hidup saya, ada saja sih yang memang seagama, tapi sudut pandang akhirnya berbeda karena banyaknya pemahaman yang nggak sama. Pernah merasa juga?

Sadar atau pun nggak, segala sesuatu yang diyakini oleh seseorang, termasuk urusan bagaimana ia menjalankan kesehariannya sesuai dengan tuntunan akidah yang ditanamkan oleh keluarga sedari kecil, juga yang ia pelajari sepanjang bertumbuh, memengaruhi karakter dirinya.

Yakin bakalan tangguh menyamakan persepsi dalam menjaga komitmen bersama, termasuk kelak mengemban amanah momongan dari Yang Maha Memiliki Hidup kalau pemahaman paling dasarnya saja sudah berbeda? Panjang lagi adaptasinya.

Hidup di dunia ini tuh, bukan hanya biar bisa senang bahagia kaya raya, no … ini bukan tujuan akhirnya. Dunia nggak kekal soalnya.

Di sini, tempat kita mengumpulkan bekal, sementara menikah adalah ibadah terpanjang, seumur hidup. Maka memulai dengan orang yang tepat, semoga menjadikannya lebih menyenangkan sepanjang menyiapkan perbekalan untuk akhirat nantinya.

Terlalu berbeda itu nggak seru, capek. Terlalu sama pun nggak ada bahan diskusinya dan komunikasi menuju kesepakatannya. Namun, dengan akidah yang sama, semoga saja mengurangi waktu yang terbuang untuk mencapai satu suara bersama.

 

Poin 2 : Impian-Impian Pribadi Si Doi Dan Usaha Ia Mencapainya

Nggak asik banget deh kalau kita bersiap menjalin komitmen panjang, dan nggak tahu pula akan sampai kapan, kalau sama seseorang yang nggak “dikenal”. Sementara drama ketika berkeluarga, akan seketika muncul sebagai kerikil bahkan hujan meteor, selepas akad, nggak memberimu jeda.

Bagi Ka Acha secara personal, membahas impian-impian pribadi bahkan membeberkan berbagai jalan yang siap saya tempuh untuk menjajakinya, perlu diidentifikasi juga sama si doi. Hal yang sama pun berlaku sebaliknya. Bahkan alasan saya kini memilih untuk mencari penghasilan dari rumah, sudah saya bincangkan dengan partner saya sebelum dia datang melamar.

Saya nggak ingin bersama dengan seorang dream killer, kalau dream builder akan selalu bisa saya temukan. Prinsip sih ini. Akan lebih mantap lagi kalau bisa saling menjadi support system. Ya nggak sih?

Apakah impian membangun sebuah keluarga – bukan sepenuhnya berpondasi pada seseorang yang ingin dibersamai lho – sudah dirumuskan sedari masih sendiri? Ini nih yang sering saya pertanyakan dulu, apalagi mempersiapkan diri untuk menikah itu dimulai sejak masih single.

 Jadilah … saat kamu bersiap mengulik apa saja sih impian dia. Bagaimana cara dia mencapainya. Karakter positif dan negatifnya dia. Kamu pun sudah punya materi yang tersusun rapi, dan dapat kamu suguhkan secara lugas dalam bentuk komunikasi yang baik.

Jangan sampai, pernikahan, status sebagai istri dan ibu, kelak menjadi alasan dan alibi yang kamu bawa-bawa dalam penyesalan atas nggak tercapainya impianmu sendiri. Sebaliknya pun, demikian.

 

Poin 3 : Kedekatannya Dengan Keluarga

Di bagian ini, saya hanya ingin menjelaskan secara singkat padat saja, biar nggak bertele-tele.

Setiap anak, baik dan buruk karakternya, dibentuk oleh sebuah keluarga juga. Kelak, jika menjadi pasangan dari si doi, kamu pun akan banyak berinteraksi juga sama keluarganya.

Walau dia yang sebenarnya akan membawamu masuk dalam keluarganya, sebagai istri pula, ada rambu-rmbu yang perlu kamu minta dari doi dong. Bagaimana memperlakukan saudara kandungnya, orangtuanya.

 

Poin 4 : Dengan Siapa Saja Doi Berteman Dekat

Saya mempertimbangkan hubungan ini, sebab ngasih lebih banyak pengaruh untuk sikap-sikap dari orang yang saya bersamai. Kalau temannya tipe pembelajar, nggak menutup kemungkinan besar kalau ia pun sama.

Bukankan dalam hubungan akrab, seseorang biasanya bergabung dengan kelompok pertemanan yang sama dengannya. Klik dengan karakternya. Apalagi, teman itu bukan sama siapa saja, tapi dipilih dan dipilah. Kalau sama siapa saja itu namanya mau kenalan. Dekat banget ya belum tentu.

Biasanya, seseorang berteman itu karena alasan apa sih? Butuh aja? Sehobi? Satu sekolah? Satu tempat kerja?

Termasuk nih, biasanya kan kamu dipertemukan sama si doi juga bermula dari pertemanan kan? Ada jalinan yang membawamu bisa dekat sama dia juga.

Eh, apa kamu tipe yang nggak masalah ketemu sama si calon dari media sosial?

 

Poin 5 : Gaya Hidup

Bagaimana nantinya kehidupan pernikahan kamu dan si doi akan berjalan, ditentukan oleh gaya hidup masing-masing. Kamu akan jadi influencer buat doi, begitu pun sebaliknya.

Kalau si doi tipe yang kebanyakan gaya alias sering terjebak lebih besar pasak daripada tiang. Sungguh nantinya ketika kamu merasa, duh … kita tuh harus punya rumah tinggal lho, ya masa hal pertama yang lekas terpikir adalah mencari pinjaman, utang. Yakin sebagai istri, kamu kuat?

Semisal si doi jika urusan makan setiap hari saja menunya dari pagi sampai malam nggak bisa sama, kamu sanggup nggak masak tiga kali sehari? Kecuali kalau kamu dan si doi akhirnya sepakat untuk lebih sering jajan di luar atau langganan catering daripada masak sendiri.

Gaya hidup ini nantinya ngasih pengaruh juga untuk keberlangsungan stabil atau nggaknya rumah tangga kalian. Termasuk jadi teladan yang akan kamu dan si doi wariskan pada anak-anak kalian.

 

Poin 6 : Cara Doi Mengatur Keuangannya

Sebelas dua belas lah ya sama gaya hidupnya. Cara mengatur pendanaan ini penting, sebab saat sudah membangun keluarga, kayaknya nggak seru saja kalau masih bergantung sepenuhnya sama orangtua masing-masing.

Di dalam keluarga, posisi istri sering dianggap sebagai manager-nya. Tapi kalau pemimpinnya nggak mau terbuka soal urusan pengelolaan keuangan, kan lelah hati juga ya kita.

Kalau Ka Acha, mulai menerapkannya dari masa mempersiapkan pesta pernikahan impian. Bahkan sumber dana dan jumlahnya pun diatur bersama. Saya mewanti-wanti calon suami, agar jangan sampai kami membebankan urusan pendanaan sepenuhnya pada keluarga. Walau kadang, orangtua akan dengan ringan hati mengulurkan bantuan.

Jika sudah punya niatan untuk menjalin komitmen dengan seseorang, maka untuk membeli barang besar semisal kendaraan saja, perlu dibicarakan sih. Nggak masalah kalau nggak mau menjabarkan secara mendetail jumlah pendapatan, saat kamu dan dia belum sah.

Nah, segitu saja dulu deh poin-poin yang bisa kamu jadikan bahan pertimbangan sebelum menikah sama si doi ya. Semoga bermanfaat.

 

 

Komentar

  1. Setuju sama semua poin Acha.
    Kadang ya ada satu hal yang aorang lupakan ketika keluarga menelisik seperti apa orang tua dari calon yang menghubungi putrinya. Lupa ditelisik bagaimana kawan2 dekatnya, hanya dilihat orang tuanya orang baik lantas disimpulkan si anak orangnya baik padahal kan tak selalu demikian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget Bunda.

      Kadang orangtuanya nampak baik tapi nggak pernah tahu bagaimana pertemanan si anak dan lain sebagainya kan serem juga, apalagi kalau memang niat menikahnya murni sebab ingin membangun keluarga, mengasuh generasi selanjutnya.

      Hapus
  2. Setuju dengan poin-poin pertimbangan sebelum menikahnya Ka Acha. Setelah akidah, perlu menimbang impian dan apa yang jadi tujuan hidup calon pasangan. Jangan sampai setelah menikah baru ada saling menyalahkan yang seharusnya bisa didiskusikan atau diketahui saat tahap perkenalan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba. Menurut pemahamanku pun begitu. Komunikasikan dulu segalanya sebelum melangkah lebih jauh dan jauh lagi. Pertimbangkan diri sendiri dulu sebelum bersepakat, sebab mengubah diri sendiri lebih nyaman dibanding berharap bisa mengubah orang lain yang itu tuh sebenarnya "menyiksa" diri sendiri.

      Hapus
  3. Ehem sampai kapan menjalani hubungan lebih dari sekadar teman, pastinya harus ada keseriusan untuk selanjutnya. Mantep ini poin-poin yang perlu dipertimbangkan, biar lebih mantep dan gak cerai atau bermasalah di tengah jalan. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walau sebenarnya setelah menikah itulah baru segala tabir akhirnya terkuak, tapi paling nggak, dengan menyadari alarm alarm bahaya yang muncul dari dalam diri sebelum melangkah lebih jauh, bisa jadi pertimbangan terbaik selain bermunajat dan meminta restu serta sudut pandang orangtua.

      Hapus
  4. Nah bener harus bener2 kenal sama pasangan luar dalam, keluarga n lingkungannya juga seperti apa jadi besok menjalani bahtera rumah tangga sudah lebih siap

    BalasHapus
  5. Setuju banget sama point-point yang mba Acha sampaikan ini, memang sebelum melangkah ke jenjang yang serius kita perlu mempertimbangkan banyak hal (bukan hanya cinta).
    Doain yaa saya sama doi segera mantap untuk ke jenjang selanjutnya

    BalasHapus
  6. karakter orang tsb juga penting. Ingat seumur hidup sama dia. Big no kalo dah toxic,kasar,tukang mukul, kalo ngomong jahat. Kenali bener2 dan bawa dalam doa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, biasanya pas pacaran apalagi kenal dalam waktu super singkat gitu nggak selalu bisa memahami karakter orangnya luar dalam, selain diajak berkomunikasi yang nggak terlalu serius tapi diam diam menilai sikap orangnya bagaimana.

      Hapus
  7. Ya udah diteliti bener-bener aja juga ada gelombang-gelombangnya..
    Apalagi yang diteliti sambil lalu..
    Wah bisa-bisa 'tekejut badan' kata orang medan...
    Semua poin tak acungi jempol...
    Orang yang sedang mempertimbangkan jodoh,baik mengetahui semua poin di atas, biar ndak salah langkah, dan jangan lupa istikharah ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes Kak. Kunci akhirnya memang istikharah itu sendiri. Sebab hidup kita kan sepenuhnya bersandar dan wajib disandarkan sama Sang Pemilik Alam Semesta.

      Hapus
  8. Terkadang memang kita perlu rekomendasi orang yang akan dijodohkan biar gak ketemu kucing dalam karung ya kak Acha. Sebagian perempuan melihat seseorang Sholih dari luarnya. Ternyata ketika berumahtangga hal tersebut gak sama seperti yang dilihatnya.
    Gaya menjodohkan ala Rasulullah kayaknya tepat nih kak Acha. ketika sudah kenal luar dalam dengan orang lain barulah berani merekomendasikan orang tersebut untuk orang lain.

    BalasHapus
  9. Ya, Mbak, setuju dengan poin-poin yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah. Dengan pertimbangan yang matang kita akan bisa menjalani pernikahan dan menerima setiap konsekuensi yang nantinya akan terjadi.

    BalasHapus
  10. Aku juga setuju tentang poin membahas mimpi. Karena kita kan akan membangun rumah tangga, bersama dalam satu bahtera, jadi harus satu visi juga dong dalam mewujudkan mimpi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar yang satu orang nggak selalu berjuang menjadi support system dan pendukung tapi impiannya sendiri terlupakan. Hidup kan nggak bisa diulang, apalagi kalau menyesal karena terlalu mengurusi pasangan dan lupa mengawal impian personal.

      Hapus
  11. Wajar sih kak Acha pgn sesuatu yg pasti dr seorang calon suami. Semoga menemukan sosok calon suami impiannya ya. Emg menemukan jodoh ini susah2 gampang ya kak. Ada 1 poin yg oke, tapi lainnya minus. Tp kadang di situlah nikmatnya mencari jodoh. Tdk smuanya sih kita dapatkan dalam semua poin itu. Tapi minimal ada kecocokan di antara semua poin itu pun ckp. Kecuali emg Kak Acha pgn pny suami yg hrs memenuhi smua poin itu.

    BalasHapus
  12. Sebagai persiapan memulai pernikahan ikhtiarnya dimulai dari mempersiapkan diri. Kalo dari yang saya yakini adalah

    Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik sebaliknya rumusan tersebut berlaku.

    Jadi kalo mau dapet yang ideal, coba idealkan diri juga.

    Hal lainnya adalah melihat latarbelakang pengasuhan pada subjek. Pola asuh yang terbentuk mempengaruhi bagaimana seseorang menduplikasi pola tersebut secara tidak sadar karena sudah terekam bertahun-tahun dalam otaknya yang akan ia lakukan di rumahtangganya.

    Yang terakhir adalah terus berdoa agar Allah berikan yang terbaik sesuai taqdir Nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, sepakat sama Mba. Pola pengasuhan mempengaruhi cara dia bersikap, berperilaku, memilih lingkungan pertemanan dan lain sebagainya. Betul bukan sih Mba?

      Hapus
  13. Bener mbak.. kadang satu agama aja sering berbeda pendapat dan mazhab.. ya allah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah gitu bisa berdebat kusir panjang lebar saling sindir dan bikin lelah sendiri padahal kalau mau mengurangi nafsu dengan memperbanyak ilmu sih mudah mudahan bikin kita menemukan inti dan ngerasa, "berseteru antar golongan a b c" nggak perlu lagi.

      Ya ampun bahasanku jadi kemana-mana nih hihihi.

      Makanya, satu agama tapi sudut pandang beda juga repot sih.

      Hapus
  14. Setuju banget. Kadang ada sih yang bilang, kamu tu mau pasangan yang gimana lagi? Padahal mereka nggak tahu, husband material seperti apa yang diinginkan oleh yang ditanya. SUka gemes dah kalau begitu. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agree.

      Secara ya Kak. Masa depan kita tuh ditentukan juga dengan siapa kita bersama, pun sebaliknya ya Kak. Paling nggak, ketika akhirnya sepakat untuk menjalani komitmen dalam sebuah rumah tangga bersama, nggak ada penyesalan, sebab kita sudah berjuang seselektif mungkin di saat memilih, dulu.

      Hapus
  15. Setunu babget deh dengan semua poinnya ini. Jangan asal pilih pasangan hidup ya. Apalagi pake coba-coba yang kebablasan. Karena menikah untuk seumur hidup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, coba-coba itu tuh membahayakan diri sendiri ya Mba.

      Dalam artian, belum ada ikatan sah bahkan restu dua keluargam tapi udah mesra-mesraan berlebihan sampai bercampur. Ba ha ya.

      Hapus
  16. memang kalau mau menemukan pasangan hidup itu kita harus benar-benar cerewet ya sebenarnya dalam menetapkan kriteria. namun ada juga yang mungkin menikah karena sudah dikejar umur dan akhirnya menerima sosok yang dianggapnya baik dan ternyata setelah menikah muncul beberapa ketidakcocokan. kalau sudah begini mau nggak mau harus kembali sama-sama belajar deh untuk menyatukan visi dalam pernikahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah Kak Antung.

      Makanya, rasanya, menikah itu nggak perlu kepikiran dikejar umur sih. Berat, Rindunya Dilan aja udah berat, apalagi yang lain hihihi.

      Hapus
  17. Setuju banget dengan poin-poin yang harus menjadi pertimbangan sebelum ijab kabul diucapkan.
    Tapi, jodoh benar-benar rahasia Allah. Yang tertulis di atas adalah usaha terbaik kita dalam menemukannya.

    BalasHapus
  18. wah penting banget ya bahas semuanya sebelum kita memutuskan menikah dengan pasangan kita. Semoga segera menemukan calon suami terbaik ya kak Acha

    BalasHapus
  19. Sebelum memutuskan nikah Ama pak suami, yg bikin aku yakin itu poin ke 3 mba. Kedekatan dia Ama keluarga. Aku ngeliat sendiri dia sayang Ama mama dan papanya, bahkan kompak Ama mbak nya. Mereka cuma berdua Kaka adik, tapi saling support. Dan aku jadi yakin kalo suami dididik dengan sangat baik. Mamanya sendiri sering ngasih petuah ke aku, kalo sudah nikah nanti, jangan seatap Ama orangtua, Krn biar gimana ntr jadi bentrokan. Reus dia KSH petuah ke suamiku, saat sudah menikah utamakan istrimu dulu, baru kluarga yg lain. Terharu aku dengernya 😭. Kangen bgt Ama almarhum mama mertua. Mertua paling asyik yg bisa aku ajak kompakan traveling dan kulineran.

    Trus ttg prinsip, jujur pas awal kami beda kayak bumi dan langit. Suami itu tipe family man, penyayang anak. Sementara aku ga suka anak, ga kepengin punya juga. Kami bhkan sempet putus gara2 ga Nemu kesepakatan . Tapi akhirnya toh balik lagi, dan cari solusi . Aku sadar aja kalo disitu ga mau kehilangan dia, dan akhirnya ngalah untuk mau hamil, tapiiii suami KSH solusi untuk memberikan babysitter buat anak2. Win win solution. Aku terbantu, dan kami tetep bisa punya anak.

    Makanya buatku, sebelum nikah itu, discuss dulu deh SEMUA TOPIK yang kira2 bakal jadi aral nantinya. Ttg anak, keuangan, even sampe ke hutang. Jangan bikin pasangan kaget pas udah nikah trus tahu hutang spouse nya segunung 😅. Kasiaaan, yg ada malah berantem, trus divorce cepet. Terbuka aja, cari solusi bareng sebelum nikah. Baru putusin bakal gimana. Lanjut atau ga ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, diskusi adalah kunci ya Kak Fanny. Aku padamu.

      Nah hutang juga nih. Ngeri banget pas habis akad, eh taunya keseret-seret sama hutangnya si doi. hadeuh.

      Hapus
  20. Masya Allah daku sungkem nih sama Kak Acha, ini sih jadi wejangan manis buat daku.
    Siap jadi masukan cantik ini, biar makin mantap lagi melangkah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ya ampun Kak Fenni.

      Mudah-mudahan kita bisa punya masa depan terbaik sebab membersamai sosok yang terbaik buat diri kita masing-masing ya Kak.

      Hapus
  21. Sepakat sekali kak, apalagi nomer 1. Itu yang paling penting dari yang terpenting.

    BalasHapus
  22. Setuju nih semua point yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah. Karena sebuah pernikahan itu tidak mudah. Setidaknya dua kepala yang ingin bersama ini memiliki pemikiran yang tidak terlalu jauh dan akhirnya bikin perdebatan. Oh iya, sekain itu penting juga diskusi tentang bagaimana nanti ingin mengasuh anak. Karena, meskipun jauh banget mikirin anak tapi ini krusial juga sih menurutku. Kalau dalam mengasuh anak berbeda pendapat dengan pasangan bisa bikin puyeng.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, sepakat deh Mba.

      Ya ... walaupun pas awal-awal tuh kok kayaknya masih halu banget tapi perlu juga dijadikan pembahasan.

      Hapus
  23. ternyata menikah itu ga sesimpel yang ada di imajinasi dan foto2 akad serta resepsi yaa, melangkah menuju sepakat menikah dan dinikahkan juga banyak banget yang harus dilalui termasuk urusan luar dalemnya si doi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huum.

      Makanya, setelah banyak membaca dan mencari tahu sama yang akhirnya sudah lama menjalani pernikahan, i thonk, nggak seharusnya sih di usia tertentu, perempuan tuh mendadak bapek binti bapk gitu kalau lihat post teman-teman yang share soal pernikahannya. Kan jalan hidup setiap orang nggak selalu bisa samaan.

      Hapus
  24. Mengenai mimpi, kami pernah membicarakan tentunya sebelum menikah.
    Namun, bukan bahtera rumah tangga namanya kalau gak ada badai yang menghadang. Setelah menikah, semua impian kami ambyar dan aku tetap percaya dengan sang nakhkoda untuk bisa tetap mewujudkan impian baru kami kembali.

    Memang intinya adalah komunikasi.
    Apapun impiannya, semoga demi kebahagiaan bersama pasangan dan anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah.

      Senangnya dapat sudut pandang baru dari Teh Lendy. Terima kasih banyak Teteh.

      Hapus
  25. setuju banget dengan semua poin yang dituliskan kak acha ini. mungkin perlu ditambahkan juga, bagaimana kelak gaya parenting yang akan digunakan ketika sudah punya anak pun perlu dibicarakan sejak sebelum menikah yaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak Mba Qoty.

      Iya ya, walaupun urusan parenting ini kesannya agak halu pas awal-awal, tapi kan nggak ada salahnya buat dibahas dan dipelajari bersama ya. Kan menyangkut masa depan berdua juga nantinya ya, biar kompak.

      Hapus
  26. Menikah itu bukan sesuatu yang sederhana sih. Dia adalah sesuatu yang kompleks. Makanya, perlu belajar terus-menerus

    BalasHapus
  27. Poin 4 itu penting banget ya Ka Acha,, jangan sampai setelah menikah br tahu kl suaminya ternyata bebas2 aja berteman dg temen2 ciwinya, wad,,duh bisa runyam dong ya urusannya, jd serba gak jelas batasannya. Artikel yg inspiring Ka Acha, tfs ya ^^

    BalasHapus
  28. Setuju kak Icha sama semua poinnya termasuk yang pertama karena kayaknya itu yang paling pentinggggg ya Mba..

    BalasHapus
  29. Yamg masih jomblo, jcatet niiih poin-poinnya sebelum belum apa-apa "Pengen nikah ajaaa!"
    Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum nikah karena ini adalah ibadah terpanjang di dunia
    Kuncinya di komunikasi yang baik dengan calon pasangan biar kita saling sevisi-semisi

    BalasHapus

Posting Komentar