Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Menyuarakan Pemikiran dan Prinsip yang Dipegang Melalui Sebuah Karya Tulis

Sejauh mana kamu telah memperkenalkan diri dan kemampuanmu pada dunia? Bagaimana kamu ingin bisa ditemukan di antara banyaknya bintang, jika pendarmu saja nggak kamu munculkan? Maka, menulislah. Ceritakan pada khalayak bahwa kamu ada, dan punyailah nilai karenanya.

Terngiang kembali dalam benak saya, sebuah lagu dari Sherina Munaf yang pernah dibawakan pada Konferensi One Young World 2011 di Zurich, Swiss. Sepotong lirik lagunya berbunyi, “Many times you don’t realize the spirit within you. Can spread like fire to everyone around you. Don’t you wait for a second chamce you’ve gotta use the time. To see countless faces that can use the little smile. Unlock your power reveal what you can really do. ” Betapa dalam setiap insan, selalu ada sesuatu yang butuh untuk disuarakan. Iya kan?

Maka, cara termudah untuk menyampaikan setiap keresahan, dengan menuangkannya ke dalam tulisan. Menulis adalah jalan yang bisa dilakukan, ketika keberanian untuk berbicara di depan khalayak luas mengenai sebuah buah pemikiran, belumlah terkumpul tuntas.

Setiap Orang Bisa Belajar Menulis

Bertahun lalu, sekira tahun 2009, seorang gadis remaja bernama Acha, dipanggil ke ruangan dosen setelah menyelesaikan tugas membuat blog. Ia mengaplikasikan mata kuliah Dasar Periklanan yang dikolaborasikan dengan mata kuliah Pemrograman Dasar dan Bahasa Indonesia. Bukan karena ia mendapat nilai terbaik, tapi karena hal lain.

Belum lama, sebelum sesi tugas dikumpulkan, sebuah lomba menulis cerpen tingkat kampus, baru saja diikutinya. Ia beruntung sebab juri menyukai karyanya. Maka, sadar kalau cerita fiksinya juga menarik perhatian beberapa teman, ia mengunggahnya kembali ke laman blog yang sebelumnya hanya ia buat demi menyelesaikan tugas kuliah semata, sehingga teman-teman sekelasnya mudah untuk membacanya.

Menyadari ada blogpost yang nggak sesuai dengan daftar arahan tugaslah, alasan ia diminta mengunjungi ruangan dosen, kala itu. Di sanalah, seorang dosennya berujar, “Teruslah belajar menulis. Saya tahu, kamu menyukainya.”

Sejujurnya, serupa dengan Teh Ani Berta yang beberapa waktu lalu mengisi sebuah kelas daring dalam program #MoMAMentor Certified dengan paparan berjudul Finding Your Value Through Writing, saya nggak pernah mengambil jurusan perkuliahan bidang jurnalistik atau bahasa. Jika Teh Ani bermula di jurusan akuntansi, saya masih satu bendera dengan beliau, di jurusan Ekonomi Manajemen.

Saya nggak serta-merta terampil menulis. Kemampuan merangkai kata begini, pun bukan sepenuhnya didapat sebagai anugerah bakat dalam untaian genetik, melainkan buah dari keinginan kuat dan latihan, serta konsistensi. Maka bagi saya, setiap orang pasti bisa menulis, jika ia ingin mempelajarinya.

Saya akui bahwa perjalanan menulis seorang Akarui Cha alias Acha ini sudah cukup panjang. Blog Taman Rahasia Cha mungkin boleh dianggap sebagai kanal menulis bagi seorang Ka Acha yang sudah cukup lama saya kelola. Semenjak saya masih duduk di bangku perkuliahan pada 2011, blog ini mulai mengudara di laman pencarian. Wadah yang akan menjelaskan bagaimana saya bertransformasi, dari seorang remaja dengan pemikiran sederhana, hingga menjadi mama muda.

Saya pun mengamini salah satu pesan dari Teh Ani, bahwa menulis, mampu membuat sesiapa saja yang melakukannya, bertumbuh. Dalam makna, “orang yang punya skill, tetap kalah dengan orang yang punya daya juang”. Tentunya, dunia menulis, mengajarkannya dengan sangat baik.

Menjelajah Latar Belakang Diri Sebelum Membuat Definisi

Kembali melirik bahasan yang diangkat oleh Teh Ani Berta mengenai Findng Your Value Through Writing. Sebuah proses membuat tulisan yang berarti, bermakna, dan bernyawa. Buah pikiran yang diekspresikan sebaik-baiknya. Sesuatu yang sedikit banyak tentu dipengaruhi oleh latar belakang dari si penulisnya juga, bukan?

Sejauh mana saya mengenali diri saya sendiri? Apa sih kelemahan yang saya miliki, dan dengan setengah mati ingin saya perbaiki? Kesempatan mana saja yang mau menghampiri? Termasuk, tantangan serupa apa yang dengan keteguhan hati butuh saya hadapi?

Analisis SWOT diri sendiri menjadi langkah pertama yang Teh Ani sampaikan dalam paparan materinya. Ya … tentu akan sulit bagi sesiapa saja untuk memperkenalkan value diri, jika ia belum terampil mengenali bagian terkecil dari sosoknya sendiri, kan?

Sedikt intermezo. Inilah pula yang menjadi alasan saya menjawab pertanyaan dari kelas sesi pertama lalu di akun instagram saya tentang “mengapa wanita bisa menjadi seorang leader, pun bagaimana peranan seorang leader dalam komunitas” dengan bertanya kembali, “apa sih alasan saya beranjak bangun di pagi hari”. Sebuah pertanyaan yang saya temukan dalam buku karya Ken Mogi Ph.D berjudul The Book of Ikigai. Setiap orang akan memiliki “nilai diri” setelah memahami dirinya sendiri secara sadar.

Kemampuan untuk menyadari diri bahkan dari hal terkecil yang ia jalani di awal hari, menjadikannya sebagai sosok pemimpin bagi dirinya sendiri. Kemudian, kesadaran tadi pulalah yang membentuk dirinya untuk terampil menempatkan posisi yang sesuai kemampuannya dalam lingkungan masyarakat atau sebuah organisasi. Di sanalah, value itu makin terbentuk.

Poin pentingnya. Segalanya bermula dari sebuah kesadaran diri, bahwa kemampuan menulis persis seperti kemampuan berbicara, sama-sama menyampaikan pemikiran pada khalayak luas. Menyuarakan keresahan yang bercokol di pikiran, termasuk mengalirkan solusi menjadi sebuah kesimpulan. Medianya mungkin berbeda, namun dampaknya sama, bahkan saling menopang.

Just be you! Dalam sunyi di dirimu, munculkan semuanya satu per satu. Temukan, dimana dirimu berpendar dengan keahlian yang kamu miliki. Tuliskan, dan apungkan ke permukaan dalam bentuk tulisan. Rangkum segala pencapaianmu menjadi sebuah portofolio sederhana. Dengan demikian, mudah bagi sesiapa saja mengetahui bahwa dirimu punya “harga”.

Pesan dari Teh Ani Berta, bahwa value merupakan prinsip yang dimiliki atas apa yang diyakini. Sebuah cerminan dari kedalaman pemikiran, keterampilan, jejaring pertemanan, juga kontribusi yang telah diupayakan oleh seseorang. Sayang sekali kalau nggak menyertakan menulis di dalam menjalaninya.

By the way, I am so #ProudtobeMoMAMentor karena sepanjang menjadi bagian dari Mom Academy, bukan hanya pertemanan dan keterampilan yang saya dapati makin berkembang, melainkan juga bagian terdalam dari jiwa saya sendiri.

Menyuarakan Pemikiran Melalui Media Tulisan

Agar luwes menyampaikan setiap gagasan yang kamu suarakan dalam bentuk tulisan, ada baiknya jurus menulis ini kamu simpan dan latih terus-menerus. Dengan demikian, setiap apa yang kamu tuliskan akan memiliki makna, pun tersampaikan dengan sempurna.

Teh Ani menyemangati, kalau menulis bisa membuka celah ke berbagai pengalaman seru. Selain itu, menulis adalah jalan termudah untuk menemukan value. Mengapa bisa begitu?

Rupanya, sepanjang proses melahirkan sebuah karya tulis, walau hanya terpajang di buku diari atau laman media sosial yang dimiliki, ada proses mengolah rasa, pengalaman, juga observasi sederhana yang mungkin nggak sepenuhnya disadari tapi prosesnya sudah terolah dalam diri. Jadilah, tulisan tadi kemudian mampu menyuarakan ekspresi.

Dari rangkaian ekspresi yang kita – secara personal – sampaikan, nggak dimungkiri kalau selanjutnya akan berhasil mencerminkan value dari seseorang tadi. Proses mengembangkannya pun, berjalan secara alami, melalui belajar dan berjuang yang tiada henti. Di sinilah, nilai lebih alias value tadi akhirnya bisa didapati. Selanjutnya, tinggal berkontribusi.

MasyaAllah, senang sekali rasanya saya bisa banyak belajar lagi dari Teh Ani Berta. Banyak sudah pengetahuan di dunia kepenulisan yang beliau sampaikan, pun beberapa di antaranya saya pajang juga di blog Ka Acha ini. Terimakasih banyak, Teh. Berkah selalu. Aamiin.

Komentar

  1. Buatku yg cendrung introvert, menulis itu kayak metode buat menyuarakan isi hati. Aku ga pinter bicara dengan nada luwes dan membujuk, pasti biasanya blak2an, dan kadang terkesan g ramah. Beda saat harus menuliskan apa yg mau diungkapin. Pernah dulu pas sedang berantem Ama pak suami zaman pacaran, aku lebih suka kasih tau apa yg bikin aku sebel dan marah lewat email atau BB drpd ngomong langsung, saking ga pinter nya ngomong 😅. Tapi pak suami jadi paham, dan malah nyuruh aku tulis aja apa yg berasa ganjel di hati kalo ga bisa diomongin.

    Makanya blog ini kayak sarana menghilangkan jenuh, stress, dan selalu ampuh naikin mood ku tiap kali selesai menulis mba. Walo orang2 udah banyak beralih ke YT, podcast, tapi tetep sih aku msh setia dengan blog. Hanya dengan menulis aku bisa ngerasa nyaman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku tuh kagum banget sama Mba Fanny karena beneran ngeblog tuh dari hati. Sejauh ini pun nggak aku temui monetasi di blog-nya Mba. mba tuh keren banget buatku.

      Hapus
  2. Bener banget, mau di media sosial atau blog menulis itu ada hal yang diobservasi dulu. Seperti bagaimana orang akan tertarik, apakah ada yang tersinggung atau nggak dan lain-lain yang akhirnya membuat kita gak bisa sembarangan juga. Karena dalam menulis terutama di dunia maya jari kita adalah harimau yang bisa menerkam kita kapan saja kalau ada hal yang salah. Walau begitu, tidak perlu takut menulis selama bijak dalam menyampaikannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Kak Rin. Di dunia maya, jari kita adalah harimaunya. Jadi perlu sikap bijak dan hati-hati dalam menanggapi sesuatu, tapi nggak menghambat juga buat kita menyuarakan pemikiran kita.

      Hapus
  3. Bagi saya menulis tak sekadar hobi
    Dulu saat mulai menulis di blog, menjadi sarana melepaskan stres menjalani peran baru sebagai ibu dan melakukan terapi dari post power syndrome pasca resign dari pekerjaan
    Siapa sangka akhirnya menulis blog bisa menjadi sumber penghasilan tersendiri bagi saya

    BalasHapus
  4. Rasanya uda paling bener ada di line blog yaa, kak Acha.
    Tapi ini berlaku buat aku aja sih.. soalnya kalau di IG, agaknya aku juga kudu menyajikan visual yang menarik. Memang tempat ternyaman untuk menyalurkan inspirasi ini bisa melalui berbagai media sosial. Dan bagaimana pun caranya, tujuan hanya satu yakni membuat diri kembali sehat dari segi mentalitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang kita perlu pilih platform yang paling bikin kita nyaman sih Teh Lendy. Teteh sih di blog-nya udah kece. Lapak tempat aku nyari referensi drakor soalnya.

      Hapus
  5. Perlu juga nih buat analisis SWOT jadi tahu kelebihan dan kekurangan kita itu pada apa, khususnya dalam membuat tulisan. Kalau yang lebihnya apa bisa dipertahankan tapi tetap dalam koridor yang benar, sedangkan yang kurang maka bisa diasah untuk mengimbangi kekurangan itu

    BalasHapus
  6. Aku suka menulis cerpen dan puisi dengan tema yang sedang trend atau viral, bisa mengalir gitu saja

    BalasHapus
  7. Kalau kata ayahku, semua orang di dunia ini akan meninggal dan yang menandakan bahwa dia pernah hidup di dunia adalah jejak yang dia tinggalkan berupa karya seperti tulisan, lagu dan lainnya. Aku juga setuju sih Kalau menulis itu bisa menyuarakan isi hati dan pemikiran kita pada semua orang.

    BalasHapus

Posting Komentar