pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Belakangan ini saya mendapati kalau genre thriller mulai naik daun. Banyak sekali penulis yang terjun ke dalamnya. Bahkan, saya ingat benar kalau ada salah seorang rekan saya di masa kuliah dulu yang tergerak untuk mencipta wadah bagi para penggemar buku genre thriller.
Lalu, apakah itu alasan utama saya untuk mencoba terjun ke dalam genre yang sebelumnya nggak berani saya selami terlalu dalam? Alasan saya akhirnya meraih buku Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako dan mulai melahapnya? Ya … boleh dibilang, alasan sederhananya memang demikian.
Judul :
Girls in the Dark
Penulis :
Akiyoshi Rikako
Penerbit :
Haru
Penerjemah :
Andry Setiawan
Terbitan :
Keduabelas, Januari 2018
Tebal :
289 halaman
Apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu?
Gadis itu mati.
Ketua Club Sastra, Shiraishi Itsumi, mati. Di tangannya ada
setangkai bunga lily.
Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu. Satu dari enam
gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma
itu.
Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan.
Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun
ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang
siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis
mereka, tapi ….
Kau … pernah berpikir membunuh seseorang?
Dibandingkan hantu, saya lebih takut pada manusia. Pernahkah
kamu terpikir seperti Ka Acha?
Ada banyak sekali unsur pemicu rasa ngeri yang lebih mudah
dimunculkan oleh aura manusia dibandingkan hantu blau di luar sana. Bukankah
sosok hantu kebanyakan merupakan bangsa jin yang menyerupai sosok tertentu lalu
jahil ingin menguji keteguhan hati manusia? Correct
me if I am wrong.
Berurusan dengan bangsa yang juga sama-sama diciptakan oleh
Allah SWT di dunia ini untuk berdampingan dengan manusia, ya … memang nggak
akan mudah. Tapi, sebenarnya sesama manusia saja sudah bisa bikin bergidik.
Lebih mengancam, lebih mengerikan.
Betapa ingatan saya lekas terseret pada momen-momen ketika
masuk ke dalam sebuah permainan ‘menyelamatkan diri’ di Pandora
Experience. Setelah terjebak, sulit untuk bisa lepas.
Imajinasi saya yang terkadang begitu liar, mudah terbawa
hanyut dalam kisah dari bacaan yang tengah saya jadikan teman, membawa saya
memilih untuk nggak terlalu bersinggungan dengan genre thriller. But than, people change. Saya yang
tadinya hanya berani baca cerita horor, bahkan mencoba menuliskannya dalam buku
antologi Intai,
mendadak tergoda juga dengan genre berat satu ini.
Ijinkan Ka Acha melabelinya dengan sebutan bacaan berat,
sebab jiwa saya sesungguhnya romance
sekali. Senang yang manis dan happy ending.
Mungkin berbeda dengan kamu.
Kisahnya yang hanya memunculkan satu latar tempat saja,
sebuah salon – yang dalam bahasa Prancis bermakna sebuah ruangan tempat orang
berkumpul, biasanya untuk membicarakan hal-hal seperti sastra atau kegiatan
akademik lainnya – milik Klub Sastra di SMA Putri Santa Maria. Tempat yang
terlalu megah nan magis, dalam dunia yang dibangun imaji saya lewat
penggambaran detailnya.
Selepas kematian Shiraishi Itsumi, mantan ketua Klub Sastra
mereka, seminggu kemudian keenam gadis yang tergabung dalam Klub Sastra tadi
terlibat dalam sebuah perjamuan. Tujuannya, mengenang sang ketua klub
tersayang.
Sosok Shiraishi Itsumi yang dikagumi seantero sekolah,
menyihir banyak siswi. Hingga kehadiran Klub Sastra yang kembali dihidupkan
olehnya, menjadi buah bibir. Banyak yang ingin bergabung, namun klub eksklusif
ini akhirnya hanya dimasuki enam orang gadis saja. Segalanya sesuai pilihan
Shiraishi Itsumi sendiri. Si gadis penuh pesona berbalut misteri.
Setiap anggota Klub Sastra yang hadir, satu demi satu,
mengungkapkan perasaan mereka akan sosok sang ketua melalui sebuah cerpen.
Hadiah terakhir yang ingin dipersembahkan untuk Shiraishi Itsumi yang mati
setelah terjatuh dari gedung lalu tergeletak bersimbah darah di samping pot
bunga sembari menggenggam bunga lily.
Mayoritas anggota klub saling berspekulasi. Dibandingkan dianggap sebagai mati bunuh diri, kepergian Itsumi lebih dianggap sebagai sebuah kasus pembunuhan. Duh … di sini nih bagian mencekam dan mencekiknya. Nggak jarang saya ikut menahan napas dan ternganga.
Itulah pula alasan Klub Sastra memberi penghormatan terakhir
pada Shiraishi Itsumi lewat Yami Nabe. Secara harfiah, yami nabe bermakna
‘panci dalam kegelapan’. Di perjamuan ini, peserta akan membawa bahan makanan
yang dirahasiakan dari orang lain. Semua orang harus memasukkannya ke dalam
panci berisi air mendidih dan kemudian memakannya.
Dalam yami nabe, karena nggak ada yang saling tahu bahan apa
yang dimasukkan oleh masing-masing peserta, maka rasa tentu saja nggak keruan.
Kalau beruntung, rasanya jadi enak.
Bayangkan saja bagaimana rasanya bila kamu diminta duduk
dalam kegelapan sembari menyantap menu yang sama sekali nggak kamu tahu. Di
momen yang sama, kamu diperdengarkan cerita pendek yang dibacakan seseorang.
Baru membayangkan prosesi yami nabe saja, Ka Acha bergidik
ngeri. Alih-alih menyudahi membaca Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako ini,
rupanya rasa takut saya kalah oleh keingintahuan saya tentang alasan kematian
Shiraishi Itsumi. Momen serupa apa yang ditangkap rekan satu klubnya secara
personal, hingga saat-saat terakhirnya terungkap, menyembul dari balik
kegelapan.
Mengutip quote
terakhir dari cerita pendek yang dibuat Itsumi dan dibacakan oleh salah satu
rekannya, bulu kuduk saya makin meremang. Kengerian melanda, menuju puncaknya
perlahan-lahan. Persis pisau tajam yang menyayat kulit pelan-pelan lalu
mencipta luka sayatan dalam, lalu mengijinkan darah segar mengalir deras dari
luka yang diciptakan.
Tentu saja, Ka Acha nggak sanggup menjawab pertanyaanmu
tentang kematian Shiraishi Itsumi yang menjadi objek utama di Girls in the Dark
ini. Jika kamu tergoda untuk mencari tahu sebab kematiannya dan apakah
kematiannya karena dibunuh atau bunuh diri, nggak ada salahnya kamu menuntaskan
rasa penasaranmu dengan membaca salah satu novel karya Akiyoshi Rikako ini.
Merupakan seorang lulusan dari Universitas Waseda, Fakultas
Sastra. Akiyoshi Rikako juga memperoleh gelar master dalam bidang layar lebar
dan televisi dari Universitas Loloya, Marymount, Los Angeles. Penulis pun sudah
pernah meraih penghargaan di bidang sastra di negeri kelahirannya.
Selain karena buku ini cukup banyak diperbincangkan dan seri
terjemahannya beberapa kali cetak ulang di tanah air, wajar jika Ka Acha pun
menjadikannya buku genre thriller pertama yang ingin benar-benar saya baca. Eh
ternyata … memang sih ada kesan ngeri yang nggak pelak membuat saya bergidik
saat membacanya di malam hari, tapi kisahnya nyaman sekali dinikmati.
Nggak ada adegan berdarah. Hanya simbolis saja. Proses
perjamuannya pun nggak lekas membawa aura beku akibat ketakutan. Aih, apakah
selanjutnya saya akan mulai mencoba lebih dalam mencicipi rasanya berteman
dengan buku di genre ngeri ini?
Setelah banyak tenggelam dalam dunia fantasi – dan ya … ada
sedikit kemunculan Alice in Wonderland yang lekas membawa ingatan Ka Acha pada novel
Winter
Tea Time – saya menemukan bahwa dunia thriller punya sisi manisnya
tersendiri. Saya jadi terpikir, setelah mencari tahu rasanya mengintip
perjamuan mengerikan begini, nyali saja akan membawa saya berteman dengan buku
thriller apa lagi ya?
Ceritanya menarik banget. Aku kalau cerita-cerita dengan genre thriller suka banget kak. Terasa menegangkan aja sih menurutku. Mungkin itu juga yang akhir2 ini membuat genre tsb naik daun
BalasHapusaduh opening nya udah kematian dan indikasi bunuh diri aja yaa, selama baca review nya jadi inget novel2 detektif juga. ngeri2 sedap sih ya Sama genre thriller
BalasHapusSama, Acha. Aku pun lebih takut pada manusia daripada makhluk dimensi sebelah. Kasus-kasus kejahatan belakangan ini luar biasa mengerikan, sampai kayaknya setan juga udah kehilangan job desc karena diambil semua sama manusia :'( Genre thriller selalu kulewatkan untuk ditulis atau dibaca karena jadi pemicu stres:'(
BalasHapusMemang para syaiton dari kalangan manusia ini sih ya Teh yang lebih ngeri dari pada hantu. Udahlah bikin hantu juga minder jadinya.
HapusRasanya penggambaran tentang "rasa" nya ini agak unik ya..
BalasHapusIni nasibnya buku terjemahan ya.. Apalagi karya aslinya dari bahasa dan budaya Jepang.
Salut banget sama kak Acha yang bertahan dan berhasil menyelesaikan bacaan berat seperti Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako.
Sebenarnya buat Acha, nggak berat si Teh. Tapi lebih ke ... sanggup nggak ya namatinnya? Kuat nggak ya? Tapi sepanjang baca malah menemukan banyak hal baru yang bikin bertahan sampai halaman terakhir.
HapusJadi inget film "The Menu" gak sii, kak Acha?
HapusRasanya setiap menyantap sebuah makanan yang kita gak tau itu apa, jadi hanya bisa mengandalkan indera perasa yang mungkin banyak terpengaruhi oleh bumbu yang menyelimutinya.
Nggak heran sih genre thriller bisa naik daun, emang seru banget. Bikin kita nebak-nebak trus dapet kejutan di akhirnya
BalasHapusYa ampun..aku dari kecil merupakan penggemar berat novel thriller 😍😍😍
BalasHapusAku suka dengan novel ini sejak pertama kali membaca sinopsisnya. Beli dimana ya?
Bikin penasaran aja kisah tentang Shiraishi Itsumi ini. Mana daku melihat ini jelang malam Jumat dong kak Acha.. deuh.
BalasHapusKalau baca sendiri keknya bikin deg²an.
Kalau ada yang lain selain buku thriller saya bakal pilih, Kak
BalasHapusJujur bacaan berat begini bukan saya .sebab jiwa saya juga romantis, manis dan happy ending, sama kita..
Tapi baca reviewnya jadi penasaran saya.
Aku memang lebih suka thriller dan misteri dari dulu mba. Mungkin Krn novel yg pertama kali aku baca pas TK, itu novel detektif lima sekawan 😅. Jadi sampe skr, kebawa trus. Koleksi buku ku juga mostly thriller dan misteri.dari yg sadisnya mild, sampai yg sadisnya Gore, penuh darah, dieksekusi hidup2 dll.
BalasHapusNtah kenapa baca buku begitu jadi ga ngantuk, dan fokus 😁.
Menarik nih bukunya, tapi dari ulasan mba, ini mild lah ya seremnya. Cuma aku penasaran ttg ending cerita apa dibunuh atau bunuh diri 😁
Jadi udah selesaikah baca buku nya mba? Akhirnya dikasi tau kronologis lengkapnya ya kah? Kurang suka klo cerita yg akhirnya pembaca sendiri yg menyimpulkan
BalasHapusPenulis lilusan universitas Waseda ya..
BalasHapusJadi inget channel youtubenya jerome, Nihongo Mantappu, anak-anak waseda.
Soal thriller saya suka genre ini, baik film ataupun nove atau komik.
Makasih reviewnya. Aku juga senang dengab thriller asal gak terlalu horor saja
BalasHapusKalau penerbit Haru sepertinya spesialis novel dari Asia Timur ya? Aku suka novel thriller sih karena seru, baca sampai akhir buat cari tahu siapa pelaku yg sebenarnya.
BalasHapusUntuk film bergenre thriller, saya suka. Tapi untuk buku, entah kenapa belum suka. Karena itu saya cukup membaca sinopsis atau reviewnya saja dulu.
BalasHapusSaya suka cerita thriller, Mbak. Karena biasanya mengandung sesuatu misteri yang harus diungkap atau pembunuhan yang harus dicari pelakunya.
BalasHapusTermasuk cerita ini. Pastinya ke 6 anggota klub sastra ini yang akan dikaitkan duluan dengan kematian ketuanya. Dari pertemanan, bisa saling duga siapa ya? siapa ya? Dan di sinilah keseruannya. Jadi pengin baca ini, bisa saya pelajari untuk menulis cerita.
Ohh ini penerbit Haru ya, aku udah 2x beli buku dari penerbit Haru, bagus2 banget sih menurutku tapi blm pernah baca yang thriller gini wkekekeke
BalasHapusPikiran manusia kadang bisa melebihi mahkluk astral. Cerita novel thriller memang selalu menarik untuk di baca. Terlebih penulisnya memang ahli dibidang sastra pasti alur ceritanya semakin apik.
BalasHapusAgak² horor misteri nih, dan membuat tegang juga semisal dibaca. Apalagi covernya pun sesuatu juga. Kayaknya bikin penasaran buat menemukan pelakunya
BalasHapusSatu pemikiran dengan saya. Meski tinggal di perkampungan, jalanan sepi dan banyak lahan kosong, justru disini saya lebih takut dengan begal (manusia) daripada cerita rakyat soal hantu misalnya. Ya dengan mahkluk gaib saya percaya ada, tapi lain dunia lain lagi urusannya. Saya lebih takut dengan manusia jahat itu tadi
BalasHapusAku juga menyadari. Sebenarnya yang menakutkan bukanlah hantu. Tapi manusia. Karena apa yang diperlihatkan oleh manusia belum tentu apa yang ada dalam hatinya. Ngeri aja gitu. Ada yang suka kita ternyata bencinya malah mendarah-daging.
BalasHapusSama sii kak, aku daripada hantu masih lebih ngeri sama manusia yang kelakuannya lebih dari setan. Tapi baca ini juga kalau sendirian kayanya aku ngga ada nyali sih. Apalagi membayangkan duduk di sebuah perjamuan dalam kegelapan dan menyantap menu yang isinya kita ngga tahu. Wiiww.
BalasHapusAku nggak berani baca novel thriller, Cha. Nggak kuat. Paranoidku bisa kumat.
BalasHapusSama seperti Acha, aku lebih takut manusia daripada makhluk halus (walaupun yaaa, jangan ketemu juga sih sama yang halus-halus itu).
Pernah ka Acha karena kalau manusia kan nyata ya. Kalau mereka mau ngapa2 in apalagi sampai ada niat membunuh ya serem atuh. Jadi penasaran nih siapa pembunuhnya
BalasHapusini buku kesukaan molly dulu. ceritanya seru dan penuh teka-teki. bikin kita penasaran terus sampe ending.
BalasHapusFix, ini genre berat. Diawali dengan meninggapnya ketua sastra yang penuh pesona. Kematiannya menjadi misteri dan banyak dugaan. Dan ya, pikiran kita jadi ikut ke mana-mana. Membayangkan dan menerka apa yg sebenarnya terjadi.
BalasHapusDibanding hantu, manusia emg lebih nyeremin sih kak. Soalnya dia kan bisa terlalu baik, tapi jg bs lbh jahat. Bahkan jahatnya melebihi binatang. Smg ending novelnya ini ga bikin bulu kudu merinding ya kak. Atau persis kyk kelakuan manusia zaman now yg nggak pny otak. Penasaran sih bgm cerita komplit dr novel Girl in the Dark ini. Anak Waseda ya ternyata. Jangan2 temennya Jerome. Wkwk
BalasHapusAda betulnya, manusia keknya lebih serem dari pada hantu, tapi kadar keseramannya beda kali ya, hehe.. Girls in the dark kalo diangkat jadi film seru pasti.
BalasHapusMenarik banget ini bukunya, kayaknya jadi salah satu judul novel yang layak untuk dibaca deh. Bikin penasaran jadinya.
BalasHapusNovel Thriller, belum pernah baca. Tapi kayaknya seru juga setelah baca ulasan dari Ka Acha. Cerita di atas itu seru banget, lho. Kebayang kalau dijadikan film, makin seru deh.
BalasHapusBaca ulasannya saja sudah sangat menarik, apalagi memang genre thriller ini kadang bikin sport jantung juga, ya. Jadi makin penasaran dengan misteri kematian Shiraishi itsumi
BalasHapusyang muncul di kepala saya begitu paca reviewny adalah, dibikin live action pasti bagus nih, hahaha. belum baca sih novel Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako tapi saya suka genre thriller seperti ini
BalasHapusNyerah kalau diauruh baca atau nonton film seram. Baca postingan ini aja baru pagi hari ;). Padahal mau semalam, tapi tidak jadi.
BalasHapusPenasaran akhir ceritanya. Si ketua meninggal karena apa mbak?
Aga horornya tuh pas imajinasi kita makin menjadi-jadi ketika yami nabe yaa..
BalasHapusSumpah jadi penasaran banget sama ketuanya tuh dibunuh sama siapa?
Kalau sama ketua sesudahnya, ko rasanya terlalu mudah ditebak yaah??