pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Mengunjungi Pulau Lombok dalam momen wisata, di masa kini pilihannya sudah ada banyak sekali. Mulai dari mendaki Gunung Rinjani lewat kawasan Sembalun yang disebut-sebut punya pemandangan daerah persawahan yang bak permadani. Menyambangi danau Segara Anak sembari memancing dan mencicipi hasil tangkapan di sana. Atau … mengunjungi berbagai pantai dan perbukitannya yang cantik sekali.
Bisa dipahami, salah satu pulau yang masuk dalam wilayah
administrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini punya daya tariknya sendiri. Ada
selentingan yang berkata, wisata pantai di Pulau Lombok sedikit banyak mirip
dengan yang ada di Pulau Dewata. Sebut saja Pantai
Kuta Mandalika. Mirip ya dengan nama pantai terkenal di Pulau Bali? Pantai
Kuta di kawasan Denpasar.
Tapi bagi saya yang memang lahir di Bumi Gora -- sebutan untuk provinsi NTB karena di era 1980-an pernah mencapai swasembada pangan dengan sistem pertanian Gogo Rancah yaitu menggali tanah menggunakan linggis sebelum hujan turun – nuansa Hindu Bali memang lekat di Pulau Seribu Masjid. Ada banyak pura – tempat ibadah teman-teman yang menganut agama Hindu – dimana-mana. Bahkan di dekat Sekolah Dasar saya dulu, berdiri sebuah tempat persembahyangan yang selalu dikunjungi teman-teman saya setiap pagi. Itulah yang membuat Lombok cukup mirip dengan Bali.
Lekatnya budaya Hindu terutama di ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat ditunjukkan oleh keberadaan Taman Narmada. Suatu taman buatan yang bukan hanya jadi tempat peristirahatan di masa kerajaan Mataram, adanya pura yang dimanfaatkan hingga sekarang, juga kolam pemandian yang dijadikan destinasi wisata lokal. Sungguh lokasi yang sempurna untuk mengenali sejarah Kota Mataram sembari jalan-jalan.
Pada tahun 1992, Taman Narmada ditetapkan sebagai salah satu
kawasan cagar budaya. Menempati lahan seluas sekitar 2 ha, bukan hanya umat
Hindu saja yang memanfaatkan Taman Narmada sebagai lokasi sembahyang, namun
juga telah mendatangkan cukup banyak wisatawan.
Alkisah, pada tahun 1727 Masehi, Raja Anak Agung Ngurah
Karangasem membangun kawasan ini. Namun ada pula literatur sejarah yang
menyebutkan kalau Taman Narmada dibangun sepanjang 27 tahun sejak 1805 Masehi.
Kok bisa seorang raja yang berasal dari Karangasem Bali,
memerintah di Mataram? Bukankah Pulau Lombok dikuasai oleh kerajaan Selaparang?
Usai runtuhnya Kerajaan Selaparang, Kerajaan Mataram yang
berasal dari dinasti Karangasem menguasai tanah Lombok. Inilah mengapa pada
akhirnya nuansa Hindu kental sekali di Taman Narmada – termasuk di seanteor
Pulau Seribu Masjid -- yang katanya punya mata air awet muda ini.
Dulunya, sang raja sering sekali melakukan upacara dan
sembahyang di puncak Gunung Rinjani. Sayang, ketika mulai menua, beliau sudah
nggak sanggup lagi.
Jadilah, beliau menitahkan agar dibangunkan sebuah tempat
peristirahatan yang serupa dengan Gunung Rinjani beserta Danau Segara Anak. Di
sini pula sang raja melanjutkan ritual sembahyangnya, sementara para abdi dan
anggota kerajaan yang lain – yang sanggup mendaki tentunya – melakukannya di
Rinjani.
kolam ini dianggap replika danau Segara Anak dan taman berundak menuju Pura Kelasa di sisinya adalah replika Gunung Rinjani |
Nama Narmada sendiri, diambil dari nama anak sungai Gangga.
Tapi jika kamu berada di Lombok, mungkin kamu akan lebih sering mendengar kalau
tempat wisata bersejarah ini disebut-sebut sebagai Taman Narmade – huruf e
dibaca eu – oleh masyarakat sekitar. Begitulah logat Sasak di sana.
Di tanah hindustan sendiri, sungai Narmada pun dikenal
dengan sebutan Reva atau Narbada atau Nerbudda. Sungai ini merupakan sungai
terpanjang kelima di India, dan bermuara ke Laut Arab. Sungai yang magis,
sehingga jadilah namanya menginspirasi sang raja untuk menamai tempat beliau
beristirahat sembari berdoa.
Awalnya, Narmada ini merupakan mata air dengan kolam-kolam (katanya lho ya). Bahkan ada pula yang menyebutkan kalau mata air di sini tuh bisa bikin awet muda (kalah ya skincare kita jaman sekarang). Jadilah, di sekitarnya kemudian diputuskan untuk dibangun taman beserta pura.
Akibat nama yang sang raja sematkan pada taman replika
Gunung Rinjani ini, nama Narmada pun seolah jadi ciri khas di Lombok.
Perhatikan deh, air mineral yang terkenal di sana saja namanya Narmada.
Berada di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Taman Narmada mudah sekali dijangkau dari pusat Kota Mataram. Saat berkunjung ke sini, Pak Prof – papanya Ka Acha – berkendara melalui rute Jalan Raya Mataram – Sikur. Akan lebih nyaman jika bertandang dengan kendaraan pribadi atau sewaan saja. Setiba di sana pun, ada beberapa bus wisata yang memenuhi lapangan parkirnya.
Sama seperti kebanyakan lokasi wisata di tanah air, Taman
Narmada pun menyediakan tiket masuk. Kala itu, hanya senilai 5 ribu rupiah saja
yang Pak Prof keluarkan masing-masing untuk Ka Acha, Mas, Pak Prof, dan Mama.
Kalau harga tiket untuk wisatawan mancanegara, sekitar 15 ribu deh kalau nggak
salah. Kapok Ka Acha atau Mama suka dimahalin kalau masuk tempat wisata –
seperti waktu ke Taman
Sari Jogja – walhasil Pak Prof yang mengantrekan tiket kami semua.
Jam bukanya dari pukul 8 hingga 5 sore waktu Indonesia
tengah. Bagi kamu yang muslim seperti Ka Acha, ada mushola kecil kok di dalam
kawasan Taman Narmada, namun saya lupa tepatnya berada dimana. Bertanya pada
petugas di sana agar lebih jelas ya. Lokasi mushola pun nggak jauh dari pusat
oleh-olehnya jadi selepas shalat kamu bisa melipir sebentar untuk berbelanja.
Ka Acha mengunjungi Taman Narmada ini ketika sedang musim
liburan. Dari saat mengantre tiket masuk saja sudah padat merayap. Bahkan sempat
kesulitan mencari lahan parkir sebab pengunjung membludak.
Kebanyakan pengunjung lokal senangnya menyambangi kolam
renang Narmada. Ah ya, dulunya tempat dimana kolam pemandian itu berada sekarang,
merupakan kolam yang dikhususkan untuk Raja lho.
Ada taman juga yang bisa disambangi pengunjung, semisal
datang untuk foto-foto sembari bersantai saja. Banyak juga pengunjung yang
sengaja menggelar tikar di bawah pepohonan dan berkumpul untuk menyantap bekal
yang dibawa.
suasananya serasa lagi liburan di Bali |
Nah, kalau Ka Acha, bagaimana? Selain berkeliling dan mendengarkan banyak sekali cerita seru dari Pak Prof. Saya dan Mas sebentar-sebentar senang sekali berhenti di satu spot untuk memenuhi galeri ponsel kami. Nggak jarang, iseng saja mengabadikan sepasang orangtua kami yang asik mengobrol (dan nggak ngeuh dua anaknya ketinggalan agak jauh di belakang).
Hingga ketika langkah saya baru naik ke satu anak tangga
menuju teras Pura Kelasa, Mama mengajak Pak Prof rehat sebentar sambil makan
siang. Pas sekali, ada penjual Sate Bulayak yang tengah melayani beberapa
pembeli di area sana juga.
Setelah gagal mencicipi gurih pedasnya Sate Bulayak di Loang
Baloq, masa waktu mampir ke Taman Narmada mau dilewatkan juga. Rugi lah.
Sate Bulayak ini biasanya dijual di kawasan sekitaran Kota Mataram, dan memang menurut cerita kalau menu sate khas Lombok ini berasal di kawasan Narmada. Sate Bulayak yang terbuat dari daging ayam, sapi, atau jeroan seringnya ditemukan di kawasan dekat pura. Tentu saja, sebab Sate Bulayak menjadi menu yang seringnya hadir dalam upacara odalan.
menu Sate Bulayak bareng merk air mineral yang adanya di Lombok doang |
Saat ini, Sate Bulayak di Taman Narmada bukan lagi hadir
sebagai menu dalam upacara saja, melainkan sebagai hidangan untuk pengunjung
yang juga ingin berwisata kuliner. Kala membeli Sate Bulayak, Pak Prof
seringnya membeli sate dari daging ayam. Lebih mudah dikunyah dan bumbunya
terasa lebih meresap, ungkap beliau.
Sebenarnya, nama Bulayak dari Sate Bulayak tersebut, lebih
merujuk kepada lontong dari beras ketan yang dibungkus lilitan daun enau.
Bulayak itu dalam bahasa Sasak bermakna “melingkar” karena ketika lontongnya
dibuka, gerakan tangan perlu melingkar demi membuka lilitannya perlahan lalu
mendorong lontongnya keluar.
Bicara soal Enau yang banyak dimanfaatkan di Pulau Lombok,
Pak Prof sempat memulai dongeng singkat sembari berhuh-hah-huh-hah karena
pedasnya bumbu Sate Bulayak. Cerita saat Pak Prof masih muda dulu di era tahun
1990-an. Momen yang paling beliau ingat ketika membimbing mahasiswa KKN-nya di
kawasan Desa Pusuk, Gunungsari, Lombok untuk mengembangkan
potensi Pohon Enau.
Kalau kamu mampir ke link yang Ka Acha sematkan di atas, bakalan
tahu deh, fotonya Pak Prof waktu masih muda. Hihihi ….
Pak Prof dan dua anaknya |
Beliau sampai mengulang ocehan soal Tuwak Manis si air nira
dari pohon enau yang kalau baru dipanen masih belum beralkohol dan enak
dinikmati saat dingin. Eh tapi kalau
sudah kelamaan disimpan di suhu ruang bisa lekas jadi Tuwak untuk mabuk lho. Ya
ya ya … Papa Ka Acha memang senang menyisipkan pesan lewat cerita.
Ketika hari menjelang sore, Pak Prof dan Mama mengajak Ka Acha dan Mas kembali pulang. Ada janji temu dengan keluarga yang harus ditunaikan. Belum lagi oleh-oleh untuk kolega dan rekan kerja yang belum sempat dicari. Jadilah, sesi makan Sate Bulayak beserta cerita Pak Prof menjadi penutup sesi jalan-jalan keliling Taman Narmada.
Belajarnya seru nih, ngilmu banget, eits tapi kelihatan panas banget ya mbak? Enak kalo sore sore kesini.kali ya
BalasHapusIya sih. Enak kalau sore atau pas memang lagi agak mendung langitnya. Tapi kalau kesorean nanti keburu tutup sementara tamannya belum dikelilingin semua.
HapusAsri dan teduh banget. Nuansa Hindu juga cukup kental. Di Jawa Timur mungkin sama dengan desa-desa Tenger di gunung Bromo. Keren dan terima kasih reviewnya.
BalasHapusOh ya?
HapusBeda nggak ya suasana lingkungan Hindu di Lombok sama di Pulau Jawa? Aku belum pernah mencicipi soalnya.
Suer ngiriiii......
BalasHapussaya pingin banget ke Lombok, karena pernah diiming-imingi pantai dan lautnya yang awesome
Dan sekarang tambah pingin sesudah baca kulinernya
Baru tau tentang sate bulayak, dan baru beberapa bulan lalu baru tau tentang sate rembiga
Duh mumpung sehat, mau banget ke sini
Aamiin. Semoga Ambu lekas ketemu kesempatan untuk menyambangi banyak destinasi di Lombok dan bisa kulineran seru nyicipin Sate Bulayak juga Sate Rembiga.
HapusPenasaran banget sama replika danau segara anak dan Rinjani nya. Sepuluh tahun lalu saya ke sana saat hamil. Sekarang mau antar anak ke Rinjani banyak kendala terus. Semoga kesampaian bisa kembali mendaki Rinjani. Aamiin...
BalasHapusAamiin. Semoga rencana Teh Okti nemenin Fahmi ke Rinjani terlaksana ya.
HapusMenjelajah Taman Narmada, jangan lupa sempatkan cuci muka di mata airnya, hihihi..
BalasHapusUda kepengaruh sama efeknya yang gak main-main siii.. awet muda looh..
Dan bagusnya, gak ada ritual apapun yang kudu dilakukan.
Ahahaha ritual skinkeran kita udah kalah duluan sama si mata air awet muda ya Teh. Ini mah gratis tinggal nyiduk, lha kita tiap bulan sampe ada anggaran khususnya. Wkwkwkwk.
HapusAkutu selalu percaya sama skincare UMKM Lombok, kak Acha..
HapusRasanya memang gak langsung ngefek, tapi justru perawatan yang perlahan itu yang alami ya..
**looh.. jadi ngobrolin skincare.
Tapi seneng banget sama Taman Narmada dan sejarahnya.
Kak Acha dalem banget kalau jalan-jalan ya..
Saya pernah membaca betapa eratnya salah seorang raja Karangasem dengan Lombok. Terhubung karena kependudukan, pelebaran kekuasaan yang dilakukan oleh raja Karangasem. Tapi karena belum pernah rekreasi keliling Lombok, membaca tulisan ini saya jadi kembali menjejak beberapa hal yang terkoneksi dengan sejarah tersebut. Semoga suatu saat bisa mampir ke Taman Narmada ini. Menyusur semua catatan sejarah yang pernah saya baca.
BalasHapusWah, bisa jadi raja yang dimaksud adalah raja yang mendirikan Taman Narmada ini juga, Kak Annie. Sebab se-"yang sempat kubaca di beberapa literatur daring" soal pembangunan Taman Narmada ini, beliau punya dua orang istri. Satunya dari Bali dan satunya dari Sasak.
HapusSaya tahun 1995 ke Lombok dalam rangka Karya Wisata dari Prodi Pariwisata Univ. Udayana. Selama 2 minggu di sana termasuk mengunjungi Taman Narmada ini. Saat itu masih belum lama ditetapkan jadi cagar budaya jadi semua fasilitas dan sarana prasarana masih bagus...Duh kangen ke sana lagi. Paling suka kuliner Lombok sayaaa, mantappnya!
BalasHapusWuaaaa Mba Dian sempat lihat bentukan Taman Narmada waktu baru ditetapkan jadi cagar budaya. Kereeeennn. Kalau mesin waktu beneran ada ... lhaaaa jadi berimajinasi aku Mba hihihi.
HapusDari sebuah taman terkuak sejarah yang panjang. Masuk list saya Lombok untuk plesiran. Sekarang malah jadi tahu ada banyak kuliner yang harus dicobain disana, kayaknya enak tuh satenya.
BalasHapusBali dan Lombok memiliki kedekatan yang disebutkan banyak dalam cerita sejarah dan tutur para leluhurnya. Mau banget main ke Taman Narmada ini. Rindang, hijau, penuh cerita.
BalasHapuslombok ini menjadi destinasi impian banget, gara-gara teman pernah tinggal di sana setahunan. mupeng banget dengan wisatanya yang aduhai indah sekali
BalasHapusaku dah lamaaaaaa banget engga k mataram
BalasHapuspengin main k sana
sambil ajak anakku jugaaa
Aww.. Baca artikel ini seakan flashback ke masa lalu waktu kerja di Mataram, hehe.. Tapi dulu belum sehijau ini deh, Kak. Yg paling ngangenin sih si Sate Bulayaknya, aduh gada lawan deh.
BalasHapusLombok ini yang dari dulu masuk bucket list tapi belum kesampaian. Sekarang jadi nambah lagi wawasan soal bakal ke mana dan ngapain di sana. Terima kasih, ya
BalasHapuslombok memang menyimpan banyak potensi wisata dan ceritanya ya, salah satu destinasi tujuanku nih, blm kesampean, semoga tar ada waktu, kesempatan dan rejekinya deh bs ke sana
BalasHapusseger bangeeetttt. suka aku kalo liat yang ijo-ijo gini. duh, jadi kangen lombok. terakhir ek lombok tuh jaman aku SD haha
BalasHapusAku terakhir ke Mataram pas masih kuliah, tahun berapa ya lupa haha. Belum sampe ke sini, cuma sempat ke desa sade, pantai aja. Itu sate belayan sate daging bukan? Aku ingat makan sate daging sapi di sana cuma ngga tau namanya haha
BalasHapusIni sate ayam sih. Umm seringnya nemu yang ayam kalau sate bulayak.
HapusTaman Narmada tempatnya asri banget, Kak. Sebagai tempat wisata juga, taman ini sangat luas, sampai 2 ha luasnya.
BalasHapusPertama kali ke sini tuh pas KKN saat kuliah di Bali sekitar tahun 2004an. Berasa nostalgia banget dijelasin panjang lebar soal asal usul Narmada ini. Syg bgt dulu blm ada ponsel. Jd ga ada kenang2an deh. Ada sih kamera milik kampus. Dan smua masuk dokumentasi kampus.
BalasHapusSayangnya blm sempat nyicipin sate bulayak ini. Dulu msh takut2 nyantap makanan dr tempat asing. Takut ga halal.
Iya sih. Kalau makan di tempat yang baru disambangi ya memang perlu nyari tahu dulu ya Mas, halal apa nggaknya. Apalagi buat kita yang muslim.
HapusHaduh jadi pengen ke lombok dan menjelajah destinasi wisatanya yang makin hari makin keren aja, termasuk belajar dan bepesiar ke taman Narmada Lombok
BalasHapusWah ada replika gunung rinjaninyaa? Keren bangett, baru tahu di Mataram ada ini kak. aku forward ke suami aah, kebetulan kita lagi nabung nih buat berkunjung ke Lombok
BalasHapusSerasa ikut berkeliling taman Narmada. Senang sekali saya menyimak segala hal terkait peninggalan budaya masa lalu.
BalasHapusKak acha.. Papa kak acha itu hampir mirip dengan alm. Bapak kami..
BalasHapusSukaaa banget berkisah, begitulah yang sering saya bayangkan ketika membaca tulisan kak acha.
MasyaAllah. Alhamdulillah. Kak Icha jadi rindu sama almarhum Bapak ya. Semoga almarhum bapaknya Kakak diterangi rumah peristirahatannya oleh segala ingatan manis nan membekas di hati anak-anaknya yang menjadikan keturunannya saleh salehah. Aamiin.
HapusSetidaknya harga tiket utk foreigners ga jauh2 amat jomplangnya ya Mbaa 😅. Kalo 15k msh okelah. Kadang mau dipatok sampe 50k.
BalasHapusJadi tau sejarah taman ini. Aku sukaa bgt kalo sedang visit trmpat2 bersejarah, tapi ada yg paham ttg asal usulnya dan cerita di balik itu.
Melihat sate bulayak nya, jadi pengiiiiin ❤️. Apalagi katanya pedes 😍😍
Perlu nih Mba Fanny samperin kapan-kapan. Hihihi.
HapusIya lho. Pernah aku ke destinasi wisata yang kalau buat foreigner tuh harganya bikin glek glek nelen ludah, auto mikir "emang kalo bule selalu berduit ya?" hihihi.
Future destination banget nih Kak buatku. Pengen banget ngetrip ke Lombok. Anyway Sate Bulayak ini berarti harus disajikan sama lontong bungkus daun enau ya? Di Jawa yang kek gini namanya Lepet, tapi...dikasih santan sih ketannya. Untuk cemilan bukan untuk pendamping makanan, di Jatim tempat saya tinggal sih.
BalasHapusIya Mba. Soalnya ya si lontongnya ini yang disebut Bulayak. Jadi sudah sepaket. Oooo baru tahu deh kalau sebutan dari lontong yang dibungkus daun enau gini di Jawa jadinya lepet.
HapusPenasaran banget pengen coba sate khas di sana Apalagi biasanya digunakan hanya untuk acara tertentu saja tapi sekarang boleh dimakan oleh pengunjung pastinya kalau ke sini pengen mampir deh
BalasHapusPertama kali ke Lombok juli 2022 kemarin dan jatuh cinta akuu sama Lombok...Insya Allah libur akhir tahun balik lagi ke Lombok (gusti yeni)
BalasHapusKayaknya hampir seluruh mata air yang dulu jadi tempat pemandian keluarga raja itu disebut-sebut bisa bikin awet muda. Di Jawa gitu juga soalnya.
BalasHapusSaya belum pernah sama sekali ke lombok, ternyata banyak banget ya tempat wisata bagus selain pantai dan gunung yang bisa dikunjungi.
BalasHapus-Dayu Anggoro
Suasana tempatnya bener-bener bikin mager, dan satu lagi yang bikin penasaran aku tuh Sate Bulayak nya hehehe soalnya klo kemana-mana pasti yang dicari makanan khas dan tempat wisata daerah tersebut
BalasHapusLengkap! Berwisata di Taman Narmada Lombok, selain belajar sejarah, bisa sekalian menikmati kuliner khas sate Bulayak. Secara rasa/bumbu, ada perbedaan nggak sate Bulayak dengan sate pada umumnya?
BalasHapusHmmm.. belum.pernah ke Lombok, tapiii melihat dari gambaran yg Mbak Cha tulis juga dr foto fotonya sekilas mirip Bali yaaa
BalasHapusSeneng deh ada tempat wisata bagus kayak gini tapi biaya masuknya terjangkau banget.. :D Taman Narmada bisa jadi salah satu destinasi nih kalau suatu hari nanti aku ke Lombok sama keluarga.. :)
BalasHapusSelain Bali, Lombok juga menjadi destinasi impian saya. Apalagi pesona Rinjani, semakin memanggil manggil ingin dikunjungi
BalasHapus2 kali ke lombok tapi belum tahu sate bulayak, harus coba kalau datang lagi, aku makin penasaran mba sama teman makannya itu, aku kira lepet, dijakarta ada yang seperti itu juga dari ketan tapi ada kacangnya juga namanya lepet
BalasHapus