Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Taman Narmada Si Cagar Budaya Replika Gunung Rinjani Di Kota Mataram

Mengunjungi Pulau Lombok dalam momen wisata, di masa kini pilihannya sudah ada banyak sekali. Mulai dari mendaki Gunung Rinjani lewat kawasan Sembalun yang disebut-sebut punya pemandangan daerah persawahan yang bak permadani. Menyambangi danau Segara Anak sembari memancing dan mencicipi hasil tangkapan di sana. Atau … mengunjungi berbagai pantai dan perbukitannya yang cantik sekali.

Bisa dipahami, salah satu pulau yang masuk dalam wilayah administrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini punya daya tariknya sendiri. Ada selentingan yang berkata, wisata pantai di Pulau Lombok sedikit banyak mirip dengan yang ada di Pulau Dewata. Sebut saja Pantai Kuta Mandalika. Mirip ya dengan nama pantai terkenal di Pulau Bali? Pantai Kuta di kawasan Denpasar.

Tapi bagi saya yang memang lahir di Bumi Gora -- sebutan untuk provinsi NTB karena di era 1980-an pernah mencapai swasembada pangan dengan sistem pertanian Gogo Rancah yaitu menggali tanah menggunakan linggis sebelum hujan turun – nuansa Hindu Bali memang lekat di Pulau Seribu Masjid. Ada banyak pura – tempat ibadah teman-teman yang menganut agama Hindu – dimana-mana. Bahkan di dekat Sekolah Dasar saya dulu, berdiri sebuah tempat persembahyangan yang selalu dikunjungi teman-teman saya setiap pagi. Itulah yang membuat Lombok cukup mirip dengan Bali.

kolam taman narmada lombok

Tapi suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok, nggak sama dengan suku Bali. Bahasanya berbeda. Kebiasaannya pun berbeda. Honestly, telinga saya bisa membedakan kedua bahasa dan logatnya. Sayang sekali, saya nggak bisa menggunakan bahasa salah satu di antaranya sebab kedua orangtua saya datang ke Lombok sebagai perantau dari Bima – masuk wilayah Pulau Sumbawa di provinsi NTB juga.

Lekatnya budaya Hindu terutama di ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat ditunjukkan oleh keberadaan Taman Narmada. Suatu taman buatan yang bukan hanya jadi tempat peristirahatan di masa kerajaan Mataram, adanya pura yang dimanfaatkan hingga sekarang, juga kolam pemandian yang dijadikan destinasi wisata lokal. Sungguh lokasi yang sempurna untuk mengenali sejarah Kota Mataram sembari jalan-jalan.

Sejarah Taman Narmada

Pada tahun 1992, Taman Narmada ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar budaya. Menempati lahan seluas sekitar 2 ha, bukan hanya umat Hindu saja yang memanfaatkan Taman Narmada sebagai lokasi sembahyang, namun juga telah mendatangkan cukup banyak wisatawan.

Alkisah, pada tahun 1727 Masehi, Raja Anak Agung Ngurah Karangasem membangun kawasan ini. Namun ada pula literatur sejarah yang menyebutkan kalau Taman Narmada dibangun sepanjang 27 tahun sejak 1805 Masehi.

Kok bisa seorang raja yang berasal dari Karangasem Bali, memerintah di Mataram? Bukankah Pulau Lombok dikuasai oleh kerajaan Selaparang?

Usai runtuhnya Kerajaan Selaparang, Kerajaan Mataram yang berasal dari dinasti Karangasem menguasai tanah Lombok. Inilah mengapa pada akhirnya nuansa Hindu kental sekali di Taman Narmada – termasuk di seanteor Pulau Seribu Masjid -- yang katanya punya mata air awet muda ini.

Dulunya, sang raja sering sekali melakukan upacara dan sembahyang di puncak Gunung Rinjani. Sayang, ketika mulai menua, beliau sudah nggak sanggup lagi.

Jadilah, beliau menitahkan agar dibangunkan sebuah tempat peristirahatan yang serupa dengan Gunung Rinjani beserta Danau Segara Anak. Di sini pula sang raja melanjutkan ritual sembahyangnya, sementara para abdi dan anggota kerajaan yang lain – yang sanggup mendaki tentunya – melakukannya di Rinjani.

foto taman narmada
kolam ini dianggap replika danau Segara Anak dan taman berundak menuju Pura Kelasa di sisinya adalah replika Gunung Rinjani

Nama Narmada sendiri, diambil dari nama anak sungai Gangga. Tapi jika kamu berada di Lombok, mungkin kamu akan lebih sering mendengar kalau tempat wisata bersejarah ini disebut-sebut sebagai Taman Narmade – huruf e dibaca eu – oleh masyarakat sekitar. Begitulah logat Sasak di sana.

Di tanah hindustan sendiri, sungai Narmada pun dikenal dengan sebutan Reva atau Narbada atau Nerbudda. Sungai ini merupakan sungai terpanjang kelima di India, dan bermuara ke Laut Arab. Sungai yang magis, sehingga jadilah namanya menginspirasi sang raja untuk menamai tempat beliau beristirahat sembari berdoa.

Awalnya, Narmada ini merupakan mata air dengan kolam-kolam (katanya lho ya). Bahkan ada pula yang menyebutkan kalau mata air di sini tuh bisa bikin awet muda (kalah ya skincare kita jaman sekarang). Jadilah, di sekitarnya kemudian diputuskan untuk dibangun taman beserta pura.

Akibat nama yang sang raja sematkan pada taman replika Gunung Rinjani ini, nama Narmada pun seolah jadi ciri khas di Lombok. Perhatikan deh, air mineral yang terkenal di sana saja namanya Narmada.

Alamat Taman Narmada dan Informasi Penting Lainnya

Berada di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Taman Narmada mudah sekali dijangkau dari pusat Kota Mataram. Saat berkunjung ke sini, Pak Prof – papanya Ka Acha – berkendara melalui rute Jalan Raya Mataram – Sikur. Akan lebih nyaman jika bertandang dengan kendaraan pribadi atau sewaan saja. Setiba di sana pun, ada beberapa bus wisata yang memenuhi lapangan parkirnya.

peta lokasi taman narmada

Sama seperti kebanyakan lokasi wisata di tanah air, Taman Narmada pun menyediakan tiket masuk. Kala itu, hanya senilai 5 ribu rupiah saja yang Pak Prof keluarkan masing-masing untuk Ka Acha, Mas, Pak Prof, dan Mama. Kalau harga tiket untuk wisatawan mancanegara, sekitar 15 ribu deh kalau nggak salah. Kapok Ka Acha atau Mama suka dimahalin kalau masuk tempat wisata – seperti waktu ke Taman Sari Jogja – walhasil Pak Prof yang mengantrekan tiket kami semua.

Jam bukanya dari pukul 8 hingga 5 sore waktu Indonesia tengah. Bagi kamu yang muslim seperti Ka Acha, ada mushola kecil kok di dalam kawasan Taman Narmada, namun saya lupa tepatnya berada dimana. Bertanya pada petugas di sana agar lebih jelas ya. Lokasi mushola pun nggak jauh dari pusat oleh-olehnya jadi selepas shalat kamu bisa melipir sebentar untuk berbelanja.

Apa Sih yang Seru Di Taman Narmada Selain Belajar Sejarah?

Ka Acha mengunjungi Taman Narmada ini ketika sedang musim liburan. Dari saat mengantre tiket masuk saja sudah padat merayap. Bahkan sempat kesulitan mencari lahan parkir sebab pengunjung membludak.

Kebanyakan pengunjung lokal senangnya menyambangi kolam renang Narmada. Ah ya, dulunya tempat dimana kolam pemandian itu berada sekarang, merupakan kolam yang dikhususkan untuk Raja lho.

Ada taman juga yang bisa disambangi pengunjung, semisal datang untuk foto-foto sembari bersantai saja. Banyak juga pengunjung yang sengaja menggelar tikar di bawah pepohonan dan berkumpul untuk menyantap bekal yang dibawa.

suasananya serasa lagi liburan di Bali

Nah, kalau Ka Acha, bagaimana? Selain berkeliling dan mendengarkan banyak sekali cerita seru dari Pak Prof. Saya dan Mas sebentar-sebentar senang sekali berhenti di satu spot untuk memenuhi galeri ponsel kami. Nggak jarang, iseng saja mengabadikan sepasang orangtua kami yang asik mengobrol (dan nggak ngeuh dua anaknya ketinggalan agak jauh di belakang).

Hingga ketika langkah saya baru naik ke satu anak tangga menuju teras Pura Kelasa, Mama mengajak Pak Prof rehat sebentar sambil makan siang. Pas sekali, ada penjual Sate Bulayak yang tengah melayani beberapa pembeli di area sana juga.

Setelah gagal mencicipi gurih pedasnya Sate Bulayak di Loang Baloq, masa waktu mampir ke Taman Narmada mau dilewatkan juga. Rugi lah.

Sate Bulayak ini biasanya dijual di kawasan sekitaran Kota Mataram, dan memang menurut cerita kalau menu sate khas Lombok ini berasal di kawasan Narmada. Sate Bulayak yang terbuat dari daging ayam, sapi, atau jeroan seringnya ditemukan di kawasan dekat pura. Tentu saja, sebab Sate Bulayak menjadi menu yang seringnya hadir dalam upacara odalan.

menu Sate Bulayak bareng merk air mineral yang adanya di Lombok doang

Saat ini, Sate Bulayak di Taman Narmada bukan lagi hadir sebagai menu dalam upacara saja, melainkan sebagai hidangan untuk pengunjung yang juga ingin berwisata kuliner. Kala membeli Sate Bulayak, Pak Prof seringnya membeli sate dari daging ayam. Lebih mudah dikunyah dan bumbunya terasa lebih meresap, ungkap beliau.

Sebenarnya, nama Bulayak dari Sate Bulayak tersebut, lebih merujuk kepada lontong dari beras ketan yang dibungkus lilitan daun enau. Bulayak itu dalam bahasa Sasak bermakna “melingkar” karena ketika lontongnya dibuka, gerakan tangan perlu melingkar demi membuka lilitannya perlahan lalu mendorong lontongnya keluar.

Bicara soal Enau yang banyak dimanfaatkan di Pulau Lombok, Pak Prof sempat memulai dongeng singkat sembari berhuh-hah-huh-hah karena pedasnya bumbu Sate Bulayak. Cerita saat Pak Prof masih muda dulu di era tahun 1990-an. Momen yang paling beliau ingat ketika membimbing mahasiswa KKN-nya di kawasan Desa Pusuk, Gunungsari, Lombok untuk mengembangkan potensi Pohon Enau.

Kalau kamu mampir ke link yang Ka Acha sematkan di atas, bakalan tahu deh, fotonya Pak Prof waktu masih muda. Hihihi ….

Pak Prof dan dua anaknya

Beliau sampai mengulang ocehan soal Tuwak Manis si air nira dari pohon enau yang kalau baru dipanen masih belum beralkohol dan enak dinikmati saat dingin.  Eh tapi kalau sudah kelamaan disimpan di suhu ruang bisa lekas jadi Tuwak untuk mabuk lho. Ya ya ya … Papa Ka Acha memang senang menyisipkan pesan lewat cerita.

Ketika hari menjelang sore, Pak Prof dan Mama mengajak Ka Acha dan Mas kembali pulang. Ada janji temu dengan keluarga yang harus ditunaikan. Belum lagi oleh-oleh untuk kolega dan rekan kerja yang belum sempat dicari. Jadilah, sesi makan Sate Bulayak beserta cerita Pak Prof menjadi penutup sesi jalan-jalan keliling Taman Narmada.

Komentar

  1. Belajarnya seru nih, ngilmu banget, eits tapi kelihatan panas banget ya mbak? Enak kalo sore sore kesini.kali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih. Enak kalau sore atau pas memang lagi agak mendung langitnya. Tapi kalau kesorean nanti keburu tutup sementara tamannya belum dikelilingin semua.

      Hapus
  2. Asri dan teduh banget. Nuansa Hindu juga cukup kental. Di Jawa Timur mungkin sama dengan desa-desa Tenger di gunung Bromo. Keren dan terima kasih reviewnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ya?

      Beda nggak ya suasana lingkungan Hindu di Lombok sama di Pulau Jawa? Aku belum pernah mencicipi soalnya.

      Hapus
  3. Suer ngiriiii......
    saya pingin banget ke Lombok, karena pernah diiming-imingi pantai dan lautnya yang awesome
    Dan sekarang tambah pingin sesudah baca kulinernya
    Baru tau tentang sate bulayak, dan baru beberapa bulan lalu baru tau tentang sate rembiga
    Duh mumpung sehat, mau banget ke sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga Ambu lekas ketemu kesempatan untuk menyambangi banyak destinasi di Lombok dan bisa kulineran seru nyicipin Sate Bulayak juga Sate Rembiga.

      Hapus
  4. Penasaran banget sama replika danau segara anak dan Rinjani nya. Sepuluh tahun lalu saya ke sana saat hamil. Sekarang mau antar anak ke Rinjani banyak kendala terus. Semoga kesampaian bisa kembali mendaki Rinjani. Aamiin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga rencana Teh Okti nemenin Fahmi ke Rinjani terlaksana ya.

      Hapus
  5. Menjelajah Taman Narmada, jangan lupa sempatkan cuci muka di mata airnya, hihihi..
    Uda kepengaruh sama efeknya yang gak main-main siii.. awet muda looh..
    Dan bagusnya, gak ada ritual apapun yang kudu dilakukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha ritual skinkeran kita udah kalah duluan sama si mata air awet muda ya Teh. Ini mah gratis tinggal nyiduk, lha kita tiap bulan sampe ada anggaran khususnya. Wkwkwkwk.

      Hapus
    2. Akutu selalu percaya sama skincare UMKM Lombok, kak Acha..
      Rasanya memang gak langsung ngefek, tapi justru perawatan yang perlahan itu yang alami ya..

      **looh.. jadi ngobrolin skincare.

      Tapi seneng banget sama Taman Narmada dan sejarahnya.
      Kak Acha dalem banget kalau jalan-jalan ya..

      Hapus
  6. Saya pernah membaca betapa eratnya salah seorang raja Karangasem dengan Lombok. Terhubung karena kependudukan, pelebaran kekuasaan yang dilakukan oleh raja Karangasem. Tapi karena belum pernah rekreasi keliling Lombok, membaca tulisan ini saya jadi kembali menjejak beberapa hal yang terkoneksi dengan sejarah tersebut. Semoga suatu saat bisa mampir ke Taman Narmada ini. Menyusur semua catatan sejarah yang pernah saya baca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, bisa jadi raja yang dimaksud adalah raja yang mendirikan Taman Narmada ini juga, Kak Annie. Sebab se-"yang sempat kubaca di beberapa literatur daring" soal pembangunan Taman Narmada ini, beliau punya dua orang istri. Satunya dari Bali dan satunya dari Sasak.

      Hapus
  7. Saya tahun 1995 ke Lombok dalam rangka Karya Wisata dari Prodi Pariwisata Univ. Udayana. Selama 2 minggu di sana termasuk mengunjungi Taman Narmada ini. Saat itu masih belum lama ditetapkan jadi cagar budaya jadi semua fasilitas dan sarana prasarana masih bagus...Duh kangen ke sana lagi. Paling suka kuliner Lombok sayaaa, mantappnya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaaaa Mba Dian sempat lihat bentukan Taman Narmada waktu baru ditetapkan jadi cagar budaya. Kereeeennn. Kalau mesin waktu beneran ada ... lhaaaa jadi berimajinasi aku Mba hihihi.

      Hapus
  8. Dari sebuah taman terkuak sejarah yang panjang. Masuk list saya Lombok untuk plesiran. Sekarang malah jadi tahu ada banyak kuliner yang harus dicobain disana, kayaknya enak tuh satenya.

    BalasHapus
  9. Bali dan Lombok memiliki kedekatan yang disebutkan banyak dalam cerita sejarah dan tutur para leluhurnya. Mau banget main ke Taman Narmada ini. Rindang, hijau, penuh cerita.

    BalasHapus
  10. lombok ini menjadi destinasi impian banget, gara-gara teman pernah tinggal di sana setahunan. mupeng banget dengan wisatanya yang aduhai indah sekali

    BalasHapus
  11. aku dah lamaaaaaa banget engga k mataram

    pengin main k sana
    sambil ajak anakku jugaaa

    BalasHapus
  12. Aww.. Baca artikel ini seakan flashback ke masa lalu waktu kerja di Mataram, hehe.. Tapi dulu belum sehijau ini deh, Kak. Yg paling ngangenin sih si Sate Bulayaknya, aduh gada lawan deh.

    BalasHapus
  13. Lombok ini yang dari dulu masuk bucket list tapi belum kesampaian. Sekarang jadi nambah lagi wawasan soal bakal ke mana dan ngapain di sana. Terima kasih, ya

    BalasHapus
  14. lombok memang menyimpan banyak potensi wisata dan ceritanya ya, salah satu destinasi tujuanku nih, blm kesampean, semoga tar ada waktu, kesempatan dan rejekinya deh bs ke sana

    BalasHapus
  15. seger bangeeetttt. suka aku kalo liat yang ijo-ijo gini. duh, jadi kangen lombok. terakhir ek lombok tuh jaman aku SD haha

    BalasHapus
  16. Aku terakhir ke Mataram pas masih kuliah, tahun berapa ya lupa haha. Belum sampe ke sini, cuma sempat ke desa sade, pantai aja. Itu sate belayan sate daging bukan? Aku ingat makan sate daging sapi di sana cuma ngga tau namanya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini sate ayam sih. Umm seringnya nemu yang ayam kalau sate bulayak.

      Hapus
  17. Taman Narmada tempatnya asri banget, Kak. Sebagai tempat wisata juga, taman ini sangat luas, sampai 2 ha luasnya.

    BalasHapus
  18. Pertama kali ke sini tuh pas KKN saat kuliah di Bali sekitar tahun 2004an. Berasa nostalgia banget dijelasin panjang lebar soal asal usul Narmada ini. Syg bgt dulu blm ada ponsel. Jd ga ada kenang2an deh. Ada sih kamera milik kampus. Dan smua masuk dokumentasi kampus.

    Sayangnya blm sempat nyicipin sate bulayak ini. Dulu msh takut2 nyantap makanan dr tempat asing. Takut ga halal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih. Kalau makan di tempat yang baru disambangi ya memang perlu nyari tahu dulu ya Mas, halal apa nggaknya. Apalagi buat kita yang muslim.

      Hapus
  19. Haduh jadi pengen ke lombok dan menjelajah destinasi wisatanya yang makin hari makin keren aja, termasuk belajar dan bepesiar ke taman Narmada Lombok

    BalasHapus
  20. Wah ada replika gunung rinjaninyaa? Keren bangett, baru tahu di Mataram ada ini kak. aku forward ke suami aah, kebetulan kita lagi nabung nih buat berkunjung ke Lombok

    BalasHapus
  21. Serasa ikut berkeliling taman Narmada. Senang sekali saya menyimak segala hal terkait peninggalan budaya masa lalu.

    BalasHapus
  22. Kak acha.. Papa kak acha itu hampir mirip dengan alm. Bapak kami..
    Sukaaa banget berkisah, begitulah yang sering saya bayangkan ketika membaca tulisan kak acha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah. Alhamdulillah. Kak Icha jadi rindu sama almarhum Bapak ya. Semoga almarhum bapaknya Kakak diterangi rumah peristirahatannya oleh segala ingatan manis nan membekas di hati anak-anaknya yang menjadikan keturunannya saleh salehah. Aamiin.

      Hapus
  23. Setidaknya harga tiket utk foreigners ga jauh2 amat jomplangnya ya Mbaa 😅. Kalo 15k msh okelah. Kadang mau dipatok sampe 50k.

    Jadi tau sejarah taman ini. Aku sukaa bgt kalo sedang visit trmpat2 bersejarah, tapi ada yg paham ttg asal usulnya dan cerita di balik itu.

    Melihat sate bulayak nya, jadi pengiiiiin ❤️. Apalagi katanya pedes 😍😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu nih Mba Fanny samperin kapan-kapan. Hihihi.

      Iya lho. Pernah aku ke destinasi wisata yang kalau buat foreigner tuh harganya bikin glek glek nelen ludah, auto mikir "emang kalo bule selalu berduit ya?" hihihi.

      Hapus
  24. Future destination banget nih Kak buatku. Pengen banget ngetrip ke Lombok. Anyway Sate Bulayak ini berarti harus disajikan sama lontong bungkus daun enau ya? Di Jawa yang kek gini namanya Lepet, tapi...dikasih santan sih ketannya. Untuk cemilan bukan untuk pendamping makanan, di Jatim tempat saya tinggal sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba. Soalnya ya si lontongnya ini yang disebut Bulayak. Jadi sudah sepaket. Oooo baru tahu deh kalau sebutan dari lontong yang dibungkus daun enau gini di Jawa jadinya lepet.

      Hapus
  25. Penasaran banget pengen coba sate khas di sana Apalagi biasanya digunakan hanya untuk acara tertentu saja tapi sekarang boleh dimakan oleh pengunjung pastinya kalau ke sini pengen mampir deh

    BalasHapus
  26. Pertama kali ke Lombok juli 2022 kemarin dan jatuh cinta akuu sama Lombok...Insya Allah libur akhir tahun balik lagi ke Lombok (gusti yeni)

    BalasHapus
  27. Kayaknya hampir seluruh mata air yang dulu jadi tempat pemandian keluarga raja itu disebut-sebut bisa bikin awet muda. Di Jawa gitu juga soalnya.

    BalasHapus
  28. Saya belum pernah sama sekali ke lombok, ternyata banyak banget ya tempat wisata bagus selain pantai dan gunung yang bisa dikunjungi.

    -Dayu Anggoro

    BalasHapus
  29. Suasana tempatnya bener-bener bikin mager, dan satu lagi yang bikin penasaran aku tuh Sate Bulayak nya hehehe soalnya klo kemana-mana pasti yang dicari makanan khas dan tempat wisata daerah tersebut

    BalasHapus
  30. Lengkap! Berwisata di Taman Narmada Lombok, selain belajar sejarah, bisa sekalian menikmati kuliner khas sate Bulayak. Secara rasa/bumbu, ada perbedaan nggak sate Bulayak dengan sate pada umumnya?

    BalasHapus
  31. Hmmm.. belum.pernah ke Lombok, tapiii melihat dari gambaran yg Mbak Cha tulis juga dr foto fotonya sekilas mirip Bali yaaa

    BalasHapus
  32. Seneng deh ada tempat wisata bagus kayak gini tapi biaya masuknya terjangkau banget.. :D Taman Narmada bisa jadi salah satu destinasi nih kalau suatu hari nanti aku ke Lombok sama keluarga.. :)

    BalasHapus
  33. Selain Bali, Lombok juga menjadi destinasi impian saya. Apalagi pesona Rinjani, semakin memanggil manggil ingin dikunjungi

    BalasHapus
  34. 2 kali ke lombok tapi belum tahu sate bulayak, harus coba kalau datang lagi, aku makin penasaran mba sama teman makannya itu, aku kira lepet, dijakarta ada yang seperti itu juga dari ketan tapi ada kacangnya juga namanya lepet

    BalasHapus

Posting Komentar