Novel Once in a Moon dan Sepasang Gajah Sumatra Di Sampulnya

Sustainable Fashion dengan Kain Lantung

Geliat aksi peduli lingkungan belakangan ini makin marak bergerak. Menggaungkan betapa manusia sesungguhnya butuh untuk hidup berdampingan dengan alam.

Sebuah film dokumenter yang muncul di masa pandemi lalu berjudul Diam & Dengarkan yang disutradari oleh Mahatma Putra dan dihadirkan melalui Anatman Pictures pada 2020, seolah mengingatkan bahwa setiap orang sebenarnya memberikan kontribusi pada keberlangsungan alam semula jadi.

Pilihan gaya hidup yang dijalani setiap orang, saling mempengaruhi apa yang kemudian bersama-sama dinikmati di Bumi, satu-satunya planet yang manusia huni. Maka demi ingin turut berkontribusi menjaga kelestarian alam ini, saya mulai berajar lebih jauh mengenai langkah mengatur pola konsumsi pribadi.

Banyak sisi yang rupanya perlu dibenahi. Mulai dari urusan konsumsi pangan, hingga sandang. Khusus pada urusan memenuhi kebutuhan sandang alias penampilan inilah, saya terpikir untuk mulai mengikuti arus sustainable fashion.

Selain memanfaatkan secara maksimal setiap pakaian yang sudah saya miliki, terbiasa dengan mic and match dalam berpenampilan, ada masanya saya terpikir pula untuk membeli produk fashion yang mendukung green lifestyle.

Hingga di suatu penelusuran di laman maya, membawa saya pada beberapa brand karya anak bangsa yang mengusung tema sustainable fashion ini. Salah satu brand yang pada akhirnya menarik perhatian saya sebab menghadirkan motif kain yang cukup unik dengan teknik pewarnaan ramah lingkungan adalah Semilir Ecoprint.

Dari brand inilah, saya pun perlahan-lahan menjadi tahu tentang kain lantung. Sebuah kain yang bukan diolah dari pintalan kapas dan menjadi bahan katun atau disebut juga dengan nama kain drill. Kain lantung yang merupakan salah satu warisan budaya Bengkulu ini terbuat dari kulit kayu.

sustainable fashion semilir ecoprint

Bagaimana ceritanya selembar kulit kayu bisa berubah menjadi kain dengan tekstur lembut dan terasa nyaman digunakan sebagai pakaian? Pertanyaan ini tentu mengajak saya untuk menjelajah lebih jauh. Paling nggak saya jadi sedikit banyak tahu tentang salah satu kekayaan tak benda tanah air, bukan?

Tentang Kain Lantung

Sejarah kehadiran kain lantung di Bumi Rafflesia rupanya menyimpan sisi cerita kelam tersendiri. Pada masa penjajahan Jepang sekitar tahun 1943, masyarakat Bengkulu mengalami keterpurukan ekonomi. Memenuhi kebutuhan pangan harian saja sudah berat, ditambah urusan sandang yang nggak sanggup dijangkau oleh banyak keluarga pada masa itu. Jerat hidup sungguh menyiksa.

Nah, akibat sulitnya mendapatkan bahan kain untuk pakaian sehari-hari, masyarakat pun menghadirkan sebuah inovasi dengan memanfaatkan kulit kayu sebagai bahan kainnya. Itulah asal mula kehadiran kain lantung di tengah-tengah masyarakat Bengkulu.

Kain lantung atau kemudian banyak juga disebut sebagai ‘kain terjajah’ ini, dihasilkan dari kulit pohon bergetah. Bisa dari pohon karet hutan, ibuh, dan terap atau kedui. Hasil kainnya sering berwarna kecoklatan. Dijahit menjadi pakaian tanpa motif maupun hiasan. Seringnya dijadikan baju luaran, sementara pakaian dalam masih menggunakan kain dengan bahan drill.

Pohon yang bisa ditebang untuk kemudian kulit kayunya dimanfaatkan sebagai kain lantung pun nggak bisa sembarang. Umur pohon seenggaknya sudah berusia lebih dari 10 tahun sehingga hasil kain lantung yang didapatkan pun berkualitas baik.

Saya yang sebelumnya hanya mengenal kalau dalam pembuatan kain seringnya melewati proses pemintalan benang, dibuat terdiam sebab kain lantung rupanya dihasilkan dengan cara dipipihkan – bila boleh saya menyebutnya begini. Kulit pohon yang akan dibuat menjadi kain ini dipukul-pukul dengan menggunakan perikai hingga teksturnya menjadi rata, lebar, tipis, dan lembut.

produksi kain lantung khas Bengkulu

Perikai sendiri merupakan alat pukul yang biasanya berupa tanduk kerbau atau kayu keras dengan ukuran 10 x 40 cm. Ketika perikai dipukulkan pada kulit kayu tadi, akan menghasilkan bunyi ‘tung tung tung’ dan inilah awal mula kain dari kulit kayu khas Bengkulu ini kemudian diberi nama kain lantung.

Belum lagi kulit kayu dari pohon bergetah yang menjadi cikal bakal kain lantung pun nggak bisa asal pilih. Biasanya memanfaatkan kulit kayu di bagian tengah yang lembarannya memang lebih lembut dan lentur. Pemilihan kayu dari pohon bergetah pun tujuannya agar kain yang dihasilkan awet nantinya.

Perkenalan saya pada kain lantung rupanya menambah deretan pengetahuan saya tentang berbagai warisan wastra tanah air yang makin dipelajari, makin membuat saya terpukau pada bangsa sendiri. Bahkan di setiap daerah di tanah air, memiliki berbagai produk kain dengan ciri khasnya masing-masing. Kain yang cara pengolahannya pun banyak yang berfokus pada semangat sustainable fashion nan ramah lingkungan.

Semangat Sustainable Fashion dari Semilir Ecoprint

Seperti yang sebelumnya sudah sedikit saya singgung di atas mengenai Semilir Ecoprint, salah satu brand dengan semangat sustainable fashion karya anak bangsa. Gelora dari fashion berkelanjutan ala Semilir Ecoprint yang didirikan oleh Alfira Oktaviani sejak 2018 ini tadinya belum melirik kain lantung di awal masa pendiriannya.

Seperti namanya, Semilir yang lahir dari tangan lihai Alfira Oktaviani ini berfokus pada motif kain yang cara pewarnaannya menggunakan teknik cetak dari daun, bunga, batang, atau bagian tumbuhan yang mengandung pigmen warna.

Bahan kain yang digunakan pun semula hanya kain konvensional yang mudah ditemui di pasaran. Biasanya memanfaatkan kain katun, sutra, linen, atau kain-kain berbahan alam lainnya yang memang lebih mudah menyerap warna dengan teknik pewarnaan alami ala ecoprint.

Motifnya tentu saja jadi unik dan enak dipandang mata. Apalagi rasanya setiap lembar pakaian yang dihasilkan seolah hanya khusus untuk satu orang saja. Kalau pun serupa, nggak benar-benar sama. Menjadikan sedari mula, produk keluaran Semilir Ecoprint sudah punya jiwa khasnya sendiri.

Hingga pada suatu waktu, Alfira Oktaviani butuh menghadirkan inovasi pada berbagai produk Semilir Ecoprint. Melalui diskusinya dengan sang ayahanda, sebagai gadis berdarah Bengkulu dan telah lama mengenal kain lantung, Alfira terpikir untuk menjajal teknik ecoprint ini pada kain khas Bengkulu tersebut.

Alasan lainnya, tentu saja kain lantung sebenarnya sudah banyak dikenal luas sebagai oleh-oleh wastra khas dari Bengkulu. Sayangnya, dengan proses pembuatan kainnya yang cukup rumit dan memakan waktu, produk yang dihadirkan pun nggak jarang berupa gantungan kunci, dompet, atau sebagai tali keranjang bambu.

Setelah melalui proses trial and error, perlahan tapi pasti, Semilir Ecoprint menghadirkan produk fashion yang memanfaatkan kain lantung. Semilir mengubah kisah lama kain lantung yang tadinya di masa penjajahan Jepang seringnya berupa kain berwarna kecoklatan tanpa motif dan hiasan, kini nampak makin cantik sebab diberi motif menggunakan teknik pewarnaan alami.

ecoprint

Alfira Oktaviani pernah mengungkapkan dalam wawancaranya dengan Republika bahwa dulunya produk dari kain lantung ini dihargai murah. Bahkan di marketplace pun demikian. Namun melalui perjuangan Semilir Ecoprint yang didirikan oleh Alfira Oktaviani, seorang mompreneur yang berdomisili di Jogja ini, kain lantung yang sebenarnya membutuhkan proses panjang untuk dihasilkan ini, patut dihargai secara pantas.

Belum lagi, sebenarnya, proses produksi kain lantung ini nggak murni ramah lingkungan. Bak pisau bermata dua, mengenalkan kain lantung kepada khalayak luas sebagai warisan budaya Indonesia juga menghadapi tantangan, terutama dari para pengrajin kain lantung itu sendiri.

Penebangan liar secara besar-besaran dilakukan oleh para pengrajin menjadi masalah yang perlu perhatian lebih. Sebab kain lantung belum dikenal luas, pun harga yang dihadirkan di pasaran seringnya cukup rendah, menjadikan pengrajin perlu memproduksi dalam jumlah besar.

Padahal, seperti yang sempat saya sampaikan di atas, butuh pohon bergetah dengan usia lebih dari 10 tahun yang layak tebang untuk kemudian bagian tengah kulit kayunya dikuliti dan diolah menggunakan perikai. Maka untuk mengatasi masalah ini, Alfira Oktaviani bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bengkulu untuk menyediakan lahan dan menyediakan bibit pohon terap secara gratis.

Nyala jiwa sustainable fashion yang digerakkan Alfira Oktaviani lewat keberadaan Semilir Ecoprint, kini bukan hanya membawa kain lantung ke kancah internasional, namun juga memberdayakan setiap sisi yang terlibat dalam proses menghadirkan kain lantung ecoprint khas Semilir pada konsumennya.

Alfira Oktaviani Sebagai Salah Satu Penerima SATU Indonesia Awards 2022

Mulanya Semilir Ecoprint yang digagas Alfira Oktaviani bertujuan untuk mengenalkan budaya sustainable fashion yang ramah lingkungan di Indonesia memanfaatkan teknik pewarnaan alami ecoprint. Alfira Oktaviani sendiri merupakan sosok mompreneur muda lulusan sarjana apoteker Universitas Ahmad Dahlan, Jogjakarta.

alfira oktaviani pendiri semilir ecoprint

Lewat kecintaannya akan seni terutama fashion, membawanya untuk mulai mempelajari dan menggeluti ecoprint yang di masa 2016 belum banyak dikenal di tanah air. Ia pun memulai Semilir Ecoprint dengan modal 500 ribu saja di kala itu.

Semilir Ecoprint banyak menghadirkan produk sustainable fashion berupa tas wanita. Kemudian, dengan makin besarnya permintaan pasar, Semilir Ecoprint selanjutnya menghadirkan produk berupa kain, baju, hingga homedecor.

Dengan menargetkan segmen wanita perkotaan berusia di atas 25 tahun dengan kelas ekonomi A yang punya ketertarikan kuat pada green natural lifestyle, menjadikan Semilir Ecoprint makin diminati. Apalagi setiap produknya merupakan hasil buatan tangan alias handmade.

Perjalanan Alfira Oktaviani dalam mengembangkan bisnis fashion yang mengusung jiwa sustainable fashion dan memanfaatkan kain lantung, sebagai salah satu warisan tak benda tanah air inilah yang membawanya mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards pada 2022. Sebuah gerakan yang diprakarsai oleh Group Astra bagi anak bangsa untuk memajukan tanah air tercinta.

Pemanfaatan kain lantung yang lebih jauh dengan pemberian harga yang pantas. Pemberdayaan masyarakat lokal, termasuk menggerakkan kesadaran lingkungan dalam proses produksi kain lantung, menjadikan nyawa sustainable fashion makin berpendar dari Semilir Ecoprint. Pantas bila Alfira Oktaviani dianggap sebagai salah satu sosok anak bangsa yang memajukan tanah airnya.

 

Sumber :

  • https://www.bahankain.com/2023/04/10/kain-lantung-jadi-saksi-bisu-perjuangan-rakyat-bengkulu
  • https://rejogja.republika.co.id/berita/rnalq7291/semilir-promosikan-keberlanjutan-warisan-budaya-kain-lantung-dari-pelosok-hutan
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/09/19/alfira-oktaviani-pelestari-kain-bengkulu
  • image dari instagram Semilir Ecoprint

 

 

Komentar

  1. Wow mantap Semilir Ecoprint ini ... semoga berkelanjutan dengan tersedianya bahan baku yang bisa memproduksi banyak kain lantung.

    BalasHapus
  2. Saya suka kain lantung karena bengandung ke-tradisionalan (bahasa apa lah ini).
    Selain dijadiin dompet, tas, dan sejenisnya, kain lantung bisa dijadiin pakaian gak ya mba Cha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa, Kak.
      Si kain lantung ini pun di jaman dulunya juga biasa dijadikan sebagai pakaian luar (pakaian dalam masih tetap pakai kain dari bahan kapas) di masa penjajahan Jepang dulu. Hanya saja warnanya cokelat earthy di masa itu kan nggak terlalu menarik, pun nggak diberi motif alias polosan aja gitu. Jadilah sebutan lainnya pun kain terjajah si kain lantung ini. Begitu, Kak.

      Hapus
  3. Mantap nih bisa mengangkat derajat kain lantung jadi fashionable begini. Keren deh, Semilir ecoprint

    BalasHapus
  4. Masyaallaah dari selembar kayu bisa jadi kain cantik.
    Kenapa orang pada kreatif2 banget sih ya, hehee
    Semoga sustainable beneran jadi bisa sekaligus menjaga lingkungan untuk keberlangsungan masa depan generasi juga ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga terus berkembang dan berkelanjutan.

      Hapus
  5. Suka pengen banget mengkoleksi berbagai kain nusantara. Karena banyak banget yang cakep. Apalagi ini saya baru tau kalau bahannya bukan dari kapas.

    BalasHapus
  6. Seandainya pas ke Bengkulu lalu sudah baca tentang SEMILIR ini, saya pasti minta waktu untuk ketemu, memotret dan meliput. Kebetulan saya lagi in deep interest dengan wastra tanah air. Apalagi yang memiliki ciri khas, karakter kuat, dan menampilkan keunggulan bahan baku yang dimiliki oleh daerah penghasilnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Base-nya Semilir Ecoprint ini malah di Jogja untuk ruang workshop-nya, Kak Annie. Sementara kain lantung sendiri, dari beberapa sumber yang kubaca dalam menyusun artikel ini, memang diproduksi di Bengkulu. Semilir Ecoprint ini mengembangkan dua wilayah sih, Jogja dan Bengkulu.

      Hapus
  7. Menarik sih ini kain lantung, keren bisa menghasilkan kain dari alam. CUman emang harus dipikirin banget jika harus menggunakan hasil alam buat fashion, jangan sampai asal tebang pohondan jadinya malah merugikan alam :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Rasanya hal ini juga yang bergemuruh di perasaan Alfira Oktaviani selaku founder Semilir Ecoprint sehingga menggandeng DLHK Bengkulu untuk menyediakan lahan dan bibit pohon karet sehingga kelak pohon yang ditebang oleh para pengrajin kain lantung bukanlah yang berasal dari hutan lagi sehingga merugikan. Pun nilai kain lantung kan diangkat lewat teknik ecoprint sehingga nilai jualnya jadi lebih tinggi, nggak seperti sebelumnya yang bahkan dimanfaatkan sebagai tali keranjang dengan nilai jual yang nggak terlalu bisa menutupi lelah dan panjangnya proses produksi kain lantung.

      Hapus
  8. Suka banget bacanya
    Sustainable fashion dicetuskan dan dipromosikan Alfira Oktaviani yang masih muda banget
    Sehingga kita bisa yakin alam akan baik-baik saja karena dirawat anak muda yang peduli

    BalasHapus
  9. Prosesnya panjang juga ya untuk sampai jadi baju, dari kulit kayu kemudian proses ecoprint. Pengen tahu juga nih pohon lantung seperti apa. Apakah harus ditebang dulu, atau bisa dahan-dahan aja yang dipotong, pohonnya utuh. Setuju dengan mbak Suci, semoga lingkungan tetap terjaga

    BalasHapus
  10. Informasi yang menarik untuk dibaca, thanks Kak Acha.
    Namun saya sedikit punya ganjalan. Mengenai asal mula pembuatan kain lantung terutama dari bahan yang digunakan, yakni kulit kayu dari pohon usia 10 tahun. Apakah pengggunaan kulit kayu tersebut harus menebang pohon terlebih dahulu, atau cukup diambil kulitnya saja? Saya menyayangkan kalau cara ini lestari, karena sama halnya dengan membinasakan pohon yang seharusnya tetep hidup. Kalau Mbak Alfira nya enggak ya, karena menggunakan teknik ecoprint.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dirunut dari kisah awal mula hadirnya kain lantung di tanah Bengkulu, sebenarnya memang agak bagaimana gitu ya, Mba. Jadi awalnya memang pengrajinnya membabat hutan dan menebang tanaman bergetah semisal pohon karet, sebab bagian kulit kayu yang diambil untuk diubah jadi kain kan memang bagian dalamnya yang lebih lentur dan lembut sehingga mudah ditipiskan dengan perikai untuk bisa jadi selembar kain.

      Rasanya, ganjalan yang sama pun sempat terbersit di benak Alfira Oktaviani ini, sehingga selanjutnya beliau menggandeng DLHK Bengkulu untuk menyediakan lahan di desa Papahan (desa penghasil kain lantung) dan bibit pohon terap (karena kalau mintanya dana tentu pengelolaannya punya kemungkinan menghasilkan masalah baru di ranah pengrajin) sebagai bahan baku pembuatan kain lantung. Hal ini dilakukan dengan tujuan, sehingga para pengrajin kain lantung nggak menebang serampangan pohon terap di hutan demi menghasilkan selembar kain lantung (1 pohon menurut sumber yang kubaca sih, bisa menghasilkan 2 - 3 lembar kain lantung selebar 1 meter). Selain itu, Semilir Ecoprint juga membatasi penggunaan kain lantungnya hanya 100 lembar per tahun saja sih, demi menjaga keberlangsungan pohon terap sehingga nggak terlalu banyak ditebang.

      Selanjutnya, aku merasakan sih, usaha beliau dengan mengangkat derajat kain lantung menjadi kain untuk pakaian dan aksesoris fashion lainnya dengan kreativitas ecoprint, bisa membuat nilai jual kainnya naik. Tujuannya agar pengrajin kain lantung nggak fokus menghasilkan banyak, tapi menghasilkan kain berkualitas sehingga bisa dicetak motif-motif ecoprint-nya.

      Begitu sih Mba Rien yang kutangkap dari berkeliling ke beberapa sumber bacaan untuk kain lantung ini.

      Hapus
    2. Wah...semakin lengkap penjelasan tentang kain lantung ini. Makasih mbak Acha.
      Engga boleh serampangan ya produksinya, harus dibatasi ya hanya 100 lembar per tahun. Hasil akhir Semilir Ecoprint keren-keren yah. Aku suka warna-warnanya kalem gitu, terlihat eksklusif.

      Hapus
  11. Kain dengan teknik tradisional gini memang ada peminat sendiri, apalagi kain lantung ecoprint punya ciri khas yang warna dan motif yang natural. Apalagi udah pasti gak akan ada yang samain. Gak heran harga jualnya juga bisa bersaing dengan produk brand. Semoga semilir nantinya bisa go internasional

    BalasHapus
  12. Keren banget, kagum deh setelah tau mereka terus menggiatkan kain lantung ini ke kancah dunia, nilai seninya tinggi, memang pantas dihargai mahal karena berkat ketekunan dan ketrampilan kerajinan tangan mereka bisa menghasilkan kain yang bisa digunakan bermacam-macam. Sukses terus buat Semilir Ecoprint

    BalasHapus
  13. Membaca keterangan tentang kain lantung membuat saya ingat pada awal abad ke-20 itu di kota kami kabarnya masyarakat jelata banyak yang pakai karung goni sebagai baju. Kebetulan ada pabriknya.
    Btw, saya selalu berbinar kalau membaca succes story tentang eco print

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya, jamanku kecil pun nenekku sempat berkisah sih Mba soal pakaian dari karung goni begini di masa penjajahan. Saking sulitnya memenuhi kebutuhan sandang ya, Mba. Menurut nenekku dulu, kalau jadi rok atau celana, sering bikin gatal.

      Jadi penasaran deh bagaimana sejarah penggunaan kain goni ini. Semoga Mba Susi bisa mengisahkannya buatku di lain kesempatan ya, Mba.

      Hapus
  14. Mbak aku penasaran kain lantung kalau dipakai di Indonesia tu bisa menyerap keringat gak ya? Kok rasa2nya kain ini tebal dan mungkin cucok dipakai di negara luar, diekspor aja apa ya hihihi #sokteu
    Wah sekarang emang lagi heits yaa ecoprint, tapi bagus sih penuh kreativitas dan gak akan sama motif satu dengan yang lain karena punya keunikan masing2

    BalasHapus
  15. Beragam kain ada di Indonesia. Dan salah satunya kain lantung yang unik dari proses pembuatannya ya, Mbak.Dan Mbak Fira berhasil mengangkat kain lantung ini jadi lebih bernilai. Tidak saja terus melestarikan, tapi juga meningkatkan ekonomi banyak orang.

    BalasHapus
  16. Panjang sekali perjalanan membuat sebuah kain Lantung yaa..
    Dan dengan kegigihan Alfira Oktaviani, semoga bisa semakin membawa Semilir Ecoprint menjadi sebuah trend fashion global.

    BalasHapus
  17. Semilir Ecoprint menjadi ruh baru dalam dunia fashion, dan bisa menjadi trend fashion global yang sangat erat dengan lingkungan

    BalasHapus
  18. Keren nih kak Alfira, bisa memanfaatkan teknik eco print dan kain khas Bengkulu untuk menciptakan karya yang indah

    BalasHapus
  19. Patut kita hargai dan apresiasi kain Lantung ini. Unik cara buatnya itu bikin terpukau. Membayangkan kulit kayu dipukul-pukul hingga lentur dan tipis banget sehingga bisa menjadi kain itu luar biasa lho...

    BalasHapus
  20. Demi apa, Semilir Ecoprint bisa sekeren ini. Idenya Mbak Al masuk akal sekali, dan pastinya bisa bantu jaga alam plus bisa hasilkan produk super cantik.

    BalasHapus
  21. Kalau orang asing, pasti sangat menghargai karya tradisional/etnik. Beda dgn warga dsini yg kadang suka memandang sebelah mata kerajinan tangan dr anak bangsa (gina)

    BalasHapus
  22. Kainnya juga keknya adem yaa mba kain Lantung ini. Bagusnyaaa motifnya bisa the one and only nihh karena eco print biasanyaa ngga ada yang sama motifnya satu sama lain, kereeen!

    BalasHapus
  23. unik banget yaaaa konsepnya ecoprint kain lantung ini, unik sih dan pastinya lebih ramah lingkungan juga, nice konsepnya, semoga makin sukses berkiprah dan jg kasih nilai plus buat kebaikan lingkungan yg sustainable

    BalasHapus
  24. Senang sekali membaca cerita inspiratif seperti ini
    Salut dengan anak muda yang kreatif dan peduli terhadap warisan budaya seperti ini

    BalasHapus
  25. Inovasi orang-orang zaman terdahulu memang ajib, siapa sangka yang awalnya hanya sebuah kulit kayu bisa disulap menjadi kain yang cantik. Dan...sekarang dilanjutkan oleh Alfira Oktaviani, keren banget.

    BalasHapus
  26. Kak Alfira ini emg kreatif bgt ya kak. Smua bahan penbuatan batik berasal dr dedaunan yg seharusnya oleh bnyk pihak selalu dibuang begitu saja. Atau hingga dibakar aja biar ga bikin kotor halaman rumah.

    Dgn hny berbahan daun ini, kita bs ttp modern berpakaian. Idenya unik bgt.

    BalasHapus
  27. sustainable fashion sekarang lagi hype ya mengikuti perkembangan semakin meningkatnya awareness orang-orang terhadap perubahan iklim dan masalah sampah fashion. aku baru tahu loh kalau ada pakaian dari kulit pohon. pakaian sustainable begini udah pasti kalau jadi "sampah" akan mudah terurai ya. cuman yang jadi PR, setiap menebang satu pohon untuk dimanfaatkan baik kayu maupun kulitnya harus diimbangi dengan penanaman satu pohon lagi ya, mengingat dibutuhkan pohon berusia 10 tahun yang bisa dijadikan bahan sandang

    BalasHapus
  28. Keren banget sih mbak Alfira. Gak cuma bisnis, tapi juga mikirin dampak baik buat lingkungan dan budaya kita. Apalagi itu ide sustainable fashion di Indo yang masih kurang dikenal. Bener-bener inspiratif! Semoga makin banyak entrepreneur muda kayak mbak Alfira yang peduli sama warisan dan lingkungan kita. Salut! 👏🍃👜

    BalasHapus
  29. wah saya baru tau ini pakaian dari kulit pohon seperti kain lantung ini, sungguh kreatif ya mba.. saya seblum lihat langsung seperti apa, tapi sudah cukup terbayangkan melalui tulisan ini :D

    BalasHapus
  30. Wah baru tahu ada kain yang terbuat dari kulit kayu bernama kain latung. Unik sekali ya kainnya even dalam proses pembuatan kain ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan tapi syukurlah biasa diatasi oleh Mbak Alfira dengan menggandeng DLHK Bengkulu

    BalasHapus
  31. Kok aku jdi pengen punya 1 baju ecoprint dari kain lantung 😍😍😍. Unik bangeeeet, baru tau kalo kainnya terbuat dari kulit kayu dan dipukul2 sampe tipis ❤️❤️. Ini mah kalo dijual murah kebangetan. Dikira ga effort apa mukulin sampe beneran halus begitu 😱❤️.

    Orang zaman dulu kepikir aja untuk bikin kain dari kulit kayu ya mba. Beneran ih aku mau cari di market place apa ada yg jual kain ini.

    BalasHapus
  32. Aku pernah belajar bikin ecoprint gini dan sekarang anak-anak TK juga banyak yang udah diajarin bikin kain ecoprint kek gini yaaah, mana mahalmahal pula kalo udah jadi dan dijual

    BalasHapus
  33. Wah ini kain Lantung Bengkulu ya. Bagus sekali saat diaplikasikan dengan teknik ecoprint

    BalasHapus

Posting Komentar