pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ada pepatah yang cukup familiar, tentang hidup itu berputar seperti roda. Kadang di bawah, kadang di atas.
Novel 3 Matahari Di Langit Jakarta karya Ari Keling yang
terbit lebih dari 10 tahun lalu ini, secara terang-terangan menghadirkan kalau
pepatah begitu, benar adanya. Akan selalu ada momentum untuk berputar ke atas,
setelah lama berdiam di bawah. Anggap saja roda tadi digerakkan oleh suatu daya
luar biasa.
Mengisahkan tentang Sundari -- seorang remaja laki-laki --
bersama dua orang karibnya yang merupakan anak jalanan. Hidup di jalan, saling
berbagi makan, terlelap di samping jembatan, dan mengumpulkan pendapatan dari
bergerilya memungut sampah buangan sebagai pemulung di komplek perumahan.
Kisah yang membawa rasa simpati pada pembaca. Of course, itulah pengalaman yang Ka
Acha cecap seusai buku ini tamat saya lahap.
Judul :
3
Matahari Di Bawah Langit Jakarta
Penulis :
Ari Keling
Editor :
Budi Dermawan
Penerbit :
Zettu
Tahun Terbit :
Desember 2013
Tebal :
192 halaman
ISBN :
978-602-7999-68-8
“Aku anak matahari …. Aku tak hanya menggantungkan
cita-citaku di langit, tapi aku juga berusaha dan berdoa untuk terbang
menggapainya …. Sebab untuk apa jika hanya menggantungkan cita-cita setinggi
langit, lalu duduk memangku dagu sambil sedikit mendongakkan kepala hanya untuk
melihatnya, tapi tak pernah berusaha dan berdoa untuk terbang menggapainya?
Hari ini aku yang melihat dunia, tapi nanti dunia yang akan melihatku! Sebab
aku percaya, jika aku bergerak, Tuhan juga bergerak.”
Dan di bawah langit Jakarta, semuanya pun bermula.
Hal pertama yang saya temui sepanjang menjelajah di bab awal
novel bertema kehidupan anak jalanan ini, saya menemukan penggunaan bahasa yang
sungguh sangat sederhana. Layaknya tokoh Sundari yang menjadi sang pencerita di
3 Matahari Di Bawah Langit Jakarta, di mana ia sama sekali nggak mengenyam
pendidikan formal.
Berawal dari gambaran bagaimana si Sundari yang disapa Sun, terbangun
di pagi hari oleh hardikan kasar sang pemilik toko yang kesal mendapati ia
bersama kedua karibnya melewatkan malam dengan terlelap di pintu depan tokonya.
Sesuatu yang seketika mendobrak, mengajak pembaca untuk bersimpati pada si Sun
dan kedua sahabatnya itu.
Lewat novel lawas ini, Ka Acha mendapati bahwa hidup itu
benarlah warna-warni. Bisa mencicipi rasanya mengenyam pendidikan saja
misalnya, adalah sebuah kemewahan. Maknanya, apa yang dimiliki oleh saya – bisa
jadi juga kamu – pada hari ini, mungkin saja masih berada pada ranah doa dan
cita dari orang lain di luaran sana.
Banyak lagi rupa-rupa kemewahan yang setiap hari dirasakan,
hingga lalai menyadari bahwa sejatinya segalanya hanya kesementaraan. Aih …
berat banget ya bahasa Ka Acha padahal habis baca buku yang bukan hanya terhitung
tipis karena ukuran font-nya tergolong
besar, pun alur ceritanya hampir penuh oleh dialog sehingga terasa cepat saja
pergerakannya.
Sundari, si anak jalanan yang mendapati kalau di dalam
dirinya, ada sosok pujangga hingga ia mampu mencipta puisi padahal belum
sepenuhnya mempelajarinya, menunjukkan kalau setiap anak manusia selalu punya
sisi istimewanya masing-masing. Nggak peduli ia besar di jalan dengan segala keterbatasan,
atau jadi anak gedungan dengan segala keberlimpahan dan kemudahan.
Miris memang. Kenyataan hidup Sundari yang sepanjang usia hidupnya
belum pernah mencicipi rasanya pakai seragam sekolah, pun bekerja dari pagi
hingga petang hanya demi mengumpulkan uang untuk membeli sebungkus makanan, disandingkan
dengan gegap-gempitanya perkotaan, Jakarta.
Sebenarnya, nggak banyak yang bisa Ka Acha ceritakan. Ya …
sebab jalan ceritanya cukup ringan. Bisa banget jadi salah satu buku bacaan
pilihan ketika hanya sedang ingin membaca saja tanpa menelaah macam-macam.
Namun, jika melirik betapa militannya Ari Keling di ranah
fiksi – apalagi memang Ka Acha mengenal beliau dan hingga kini terbiasa
menyapanya dengan panggilan Abang karena kami sedari awal memang berada dalam
satu payung komunitas kepenulisan, pun pernah bersama menulis dalam antologi Senyum
yang ditujukan untuk pengembangan suatu taman bacaan bertahun lalu – karya lawasnya
ini menyadarkan kalau Abang saya ini memang keren sekali.
Pembaca nggak perlu dihadiahi kalimat berbunga dengan
ketinggian pilihan katanya, sebab Sundari adalah rumput yang hidup di bawah
jembatan layang. Sundari pun nggak dibuat terlalu banyak bercerita, sebab ya …
di usianya yang jelang 17 tahun saja, Sundari berdiri di tempat berbeda dengan
pembacanya yang mungkin menamatkan novel ini di kamar nyaman dalam keadaan
kenyang persis Ka Acha sekarang.
Inilah ide besar yang kemudian menjadi something yang dibawa oleh 3 Matahari Di Bawah Langit Jakarta. Ka
Acha merasa diberi kaca pembesar untuk mengintip keseharian tokoh utamanya yang
jauh dari kata ‘hidup sederhana’.
Makin sering saya mencicipi bacaan fiksi yang mengangkat
tema keterbatasan hidup begini, entah bagaimana ceritanya, saya mulai malu
kalau merasa pesimis sama takdir hidup. Ada lho, orang-orang seperti Sundari,
atau Mei dalam novel
Weeping Under The Same Moon yang untuk menjalani pagi ke malam saja, nggak
bisa dibiarkan punya kelonggaran waktu walau seuprit, terlalu sering disemprit
kerasnya kehidupan.
Kisah penutup di salah satu novel karya Ari Keling ini,
alhamdulillah happy ending. Lega
menyelimuti Ka Acha ketika sampai di penghujung cerita.
Andai saja novel lawas yang sebenarnya sudah lama masuk list to be read saya -- kok tapi harus
lewat sepuluh tahun dulu baru akhirnya berhasil dikeluarkan dari rak buku lalu
tunai dibaca sh, Cha – saya lahap saat dulu masih remaja, mungkin semangat
berjuang saya untuk mengejar cita lekas berkobar menyala-nyala. Apalagi sosok Sundari
yang bermula dari anak jalanan, lha saya anak rumahan.
Tapi efeknya rupanya berbeda setelah saya yang sudah dewasa
ini, menamatkannya. Hidup sering mengajarkan kalau yang namanya rintangan itu
nggak berkesudahan. Mencoba sesuatu itu nggak selalu lekas berhasil, kalau
bukan keberuntungan dan memang sudah tepat wakutunya untuk datang, it will be for yours. But than, jika dibaca remaja, buku ini
bisa jadi lembaran untuk melatih simpati juga mengajak jadi pejuang di tengah
hidup yang memang sering nggak sesuai keinginan.
Membaca novel 3 Matahari Di Bawah Langit Jakarta karya Ari
Keling akan mengenalkan padamu, bagaimana proses perjalanan dari sosok abang
saya di bidang literasi satu ini. Kisahnya sederhana, persis sosok penulisnya.
Salah satu anak tangga yang kini membawa nama Ari Keling dikenal makin luas di
bidang kepenulisan. Coba deh baca karya-karya Ari Keling lainnya.
Aku suka baca novel seperti ini. Bikin semangat lagi menjalani hidup. Jadi malu kalo masih sering merasa pesimis menatap kehidupan.
BalasHapusNamanya Sundari. Aku bertemu seorang bernama Sundari dan dia itu cewek. Hehehe...
BalasHapusTapi soal hidup yang kadang ada di bawah atau di atas itu benar adanya sih....
Unik ya. Aku pun langsung terdiam lama gitu pas baca halaman pertamanya yang mengenalkan tentang si Sundari yang ternyata laki-laki ini.
HapusMenginspirasi bukunya dalam mengajarkan kita berarti ya biar gak putus asa apalagi ketika menghadapi rintangan, karena halangan pasti ada dalam kehidupan ini
BalasHapuskalau baca novel yang alur ceritanya tentang perjuangan hidup seperti 3 Matahari di Bawah Langit Jakarta ini rasanya kita gak ada apa-apanya ya dengan Tokoh yang ada dalam novel itu.
BalasHapusharus banyak bersyukur dengan apa yang kita dapatkan, dan bisa memberikan gambaran kehidupan sih ya bagi anak-anak kita, bahwa gak semua orang bisa hidup nyaman, banyak yang harus berjuang bahkan untuk sekadar makan sekali dalam sehari :(
Baca novel sejenis ini, bisa bikin kita untuk selalu bersyukur dan selalu semangat untuk menjalani kehidupan yaa...
BalasHapusBanyak kisah hidup yang bisa diambil hikmahnya dari novel ini yak kak. Hidup tidak berjalan mulus dan perlu perjuangan. Ini memberikan banyak semangat bagi yang sudah hampir menyerah pastinya. Novel yang menarik
BalasHapusSaya tertarik nih sama novel seperti ini. Kisahnya tentang anak jalanan, menggantugkan cita-cita setinggi langit tapi tak pantang menyerah. Dengan bahasa yg ringan sudah pasti enak untuk dibaca.
BalasHapusWell noted kak Acha. Aku juga lagi cari-cari novel iniii :(( untung baca review ini. jadi punya pandangan pengen dan mau baca novel apa
BalasHapusBuku lama banget sih Kak. Terbit sekitar 10 tahun lalu. Mungkin bisa dicari yang preloved kali ya untuk buku orinya.
HapusAlur ceritanya sepertinya menarik, bisa buat motivasi juga agar kita sellau optimis dan percaya diri dalam segala kondisi apapun.
BalasHapusdari covernya kok gemes sih :) tapi kayanya cerinya mengharu biru ya.. bikin motivasi dan pengingat diri nih
BalasHapusKa Acha keren deh..
BalasHapusSelain blogger juga menekuni dunia kepenulisan dan kenalannya mashaAllaa~ penulis buku beken Novel 3 Matahari Di Bawah Langit Jakarta.
Memang berat sih, kebayang hidup di jalanan tuh tantangannya beragam.
Bersyukur sekali kalau ada yang memberikan naungan. Tapi seringnya sih. terabaikan.
Penasaran sama kisah Sun. Tentang kedua temannya Sun juga diceritakan detail enggak, Kak? Oh ya, ini kalau beli di mana Kak? Kan ini buku lama.
BalasHapusTadi cari di ipusnas buku ini sayangnya ga ada, tapi ada buku ari keling yg lain. Jd mau coba baca buku lainnya dulu 😄.
BalasHapusBuku ttg keterbatasan hidup begini, terkadang bikin mbrebes mili kalo baca.. Biasanya aku jadiin buku wajib juga ke anak2, supaya mereka bisa ngebayangin gimana orang2 yg hidup dengan segala keterbatasan di luar sana. Supaya setidaknya mereka sadar dan mau lebih bersyukur
Novelnya sangat menarik sekali. Tak kurang dari 200 halaman akan disajikan untuk membawa para pembacanya berkelana. Keren
BalasHapusBuku bang Ari ini cocok banget dibaca sama anak remaja zaman now kak, yang suka merasa orangtuanya gak selalu bisa mewujudkan impiannya. Memberi apa yang dia mau. Jadi si anak bisa belajar bahwa hidupnya adalah impian banyak orang di luar sana. Btw buatku sendiri kak, pelajarannya adalah apapun takdir yang kuhadapi, itulah yang terbaik yang Allah beri.
BalasHapusGenre cerita yang kayak begini yang bikin penasaran dan kadang nemuin hal hal yang sering terjadi di sekitar ktia. Next aku wajib baca sih novel ini. Thanks infonya kakak
BalasHapusBaca 3 Matahari di Bawah Langit Jakarta karya Ari Keling pas Bulan Ramadan kayanya akan cocok jadi bahan bersyukur untuk kita dengan membaca fenomena orang-orang yang hidup dengan keras di ibukota
BalasHapusbagus juga ini ada pengajaran tentang permasalahan kehidupan, karena memang hidup yang dijalani ya ada aja masalahnya. Dan itu harus dilakoni dengan penuh semangat sih ya
BalasHapusMelalui novel ini kita seolah ikut merasakan bagaimana jadi masyarakat termarginalkan di ibu kota ya
BalasHapusSederhana tapi memang seperti itu jalan cerita yang mudah dipahami dan seolah kita mengikuti jadi saksi jalannya cerita
Relate banget sama kehidupan sehari-hari ya menceritakan gimana kerasnya kehidupan Jakarta dengan anak jalanam.yang punya cita-cita tinggi. Suka banget kalau baca buku yang ringan jadi sampai maknanya ke pembaca.
BalasHapusTentang sebuah keadaan di mana kadang kita masih mengeluh, tapi terkadang bagi orang lain hal ini adalah doa yang mereka panjatkan.
BalasHapusNovel 3 Matahari di Langit Jakarta bisa menjadi bacaan yg memupuk semangat kita. Membuat jita lebih panfai mensyukuri hidup. Apalagi novelnya disajikan dg tulisan yg ringan dan sederhana.
Kalau baca bacaan fiksi yang mengangkat tema keterbatasan hidup begini, saya juga suka merasa malu kalau merasa pesimis sama takdir hidup. Ternyata banyak orang yang harus berjuang untuk hidup. Jadi motivasi untuk lebih banyak bersyukur
BalasHapusJudul novelnya emnggambarkan isi ceritanya ya Kka, saya suka dengan konsep yang diusung Abang dan benar sekali dengan membaca novel fiksi seperti ini membuat saya jadi termenung dan bersyukur sekali ada di tahap seperti saat ini, masih banyak yang tidak seberuntung saya, sehingga pantang untuk mengeluh
BalasHapusSelalu menggugah jiwa ya kalau novel tentang anak jalanan. Apalagi kalau tahu realita anak jalanan itu, makin nggak tega. Keras sekali hidup mereka.
BalasHapusPengen baca kak, mungkin novel seperti inilah yang harusnya kita baca. Biar makin banyak bersyukur ya kak. Masukin list dululah
BalasHapus