pada tanggal
Baca
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Judul buku bertema perjalanan ini, cukup terasa mirip dengan
judul sebuah buku terkenal yang kemudian dijadikan film itu, nggak sih? The
Davincka Code. Subjudulnya yang menyebut ‘How Traveling Inspires You’ membuat
saya lekas memesannya dari seorang rekan yang tengah membuka jastip langsung
dari gudang buku penerbit.
Saya membayangkan kalau kisah perjalanan yang akan saya
temukan sepanjang membaca, mana tahu akan serupa – atau minimal nggak akan jauh
berbeda – dengan Life
Traveler karya Windy Ariestanty yang hingga hari ini, masuk sebagai salah
satu buku bergenre travel favorit
saya. Tentang seorang pejalan yang menemukan makna ‘rumah’ lewat langkahnya di
berbagai negara.
Rupanya, saya kecele. Bukan kisah tentang perempuan yang
naik turun kendaraan umum dengan segudang pengalamannya di berbagai negara yang
ia singgahi yang saya dapati. Jauh. Pun saya akhirnya dibawa untuk mencari
tahu, siapa sih Jihan Davincka itu?
Judul :
The Davincka Code (How Travelling Inspires You)
Penulis :
Jihan Davincka
Penerbit :
Edelweiss
Cetakan :
Desember 2013
Tebal :
298 halaman
ISBN :
978-602-8672-62-7
When it’s time, it’s time. Itulah ungkapan yang sangat tepat
untuk menggambarkan kehidupan sang penulis Jihan Davincka, yang tak pernah
menyangka nasib “menghempaskan” ia dan keluarganya di beberapa kota di dunia.
Penulis terpaksa harus menggantungkan predikatnya sebagai wanita karier, tapi
saat itulah kesempatan menjelajahi beberapa kota di dunia.
Tak sengaja menjadi traveller karena harus menemani sang
suami bekerja di luar negeri, sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang rajin
nge-blog.
Tiada perjalanan yang tak meninggalkan kenangan dan tiada
tempat yang tak berkesan. Misalnya, kota Tehran yang meninggalkan kesan akan
kebersihan kotanya. Siapa sangka kota padang pasir ini mempunyai taman-taman
bunga yang sangat luas dan indah, sebut saja Meilat Park dan Sai Park. Belum
lagi transportasi umumnya yang dibangun sedemikian rapi dan teratur dan tentu
saja murah. Hanya dengan 1.000 – 3.000 rupiah per rute dengan menggunakan
taksi. Lain halnya dengan Tehran, Jeddah mempunyai struktur jalan yang lurus
dan berbentuk kotak sehingga memudahkan kita mengingat jalan-jalan di sana.
Harga bahan bakar serta bahan-bahan kebutuhan pokok yang sangat murah serta
tidak ada pungutan pajak bagi para pendatang dan juga penduduk asli membuat
penulis tidak bisa melupakan kota ini.
Begitu pun kota Athlone di Irlandia, tempat penulis bermukim
sekarang ini. Penduduk kota ini sangat ramah, hampir selalu menyapa dan
tersenyum setiap kali berpapasan. Semua mengantre dengan teratur baik di
pusat-pusat perbelanjaan maupun tempat-tempat umum lainnya. Memang harga
kebutuhan sangat mahal, tetapi ketika tinggal di Eropa penulis belajar tentang
arti sebuah nilai bukan harga. Harus berpindah-pindah kota, bahkan negara tidak
membuat seorang Jihan merasa kehilangan teman dan juga keluarga. Ia bahkan
menemukan kekuatan yang tak pernah ia temukan sebelumnya. “Home is not a
specific location. Its not always a certain building that’s simply called
house. Many times, home are people, along with memories I’ve created with
them.” Tempat bukan sebuah lokasi tertentu. Ia tidak selalu berupa bangunan
khusus yang disebut rumah. Sering kali, tempat tinggal adalah orang-orang
beserta kenangan yang telah saya ukir bersama mereka.
Kalau nggak menemukan dan membaca buku The Davincka Code,
mana pernah Ka Acha akan mengenal Jihan Davincka, seorang blogger perempuan
yang mengalirkan kisah perjalanannya sepanjang merantau ke luar negeri? Menemukan
insight yang bahkan masih relate hingga kini.
Dari Jihan Davincka – perempuan berdarah Bugis yang lahir
pada 1980 ini --, Ka Acha mendapati bahwa kadang ketika melepaskan sesuatu,
akan kembali mendapatkan hal yang lain. Jihan Davincka, melepas semua karir
yang ia bangun dengan segala usaha sedari masih gadis, demi menemani suaminya
yang mendapat kesempatan untuk mengembangkan karirnya di luar negeri. Kala itu
di Tehran, Iran.
Mendapati kalau negara yang akan jadi persinggahannya nggak
aman semasa di tanah air, dirinya khawatir. Bahkan andai boleh, ia akan
memprotes keputusan suaminya agar menunda kepindahan agar dapat negara lain
yang lebih aman.
Ada pula kesempatan dirinya mengeluh. Ia enggan mengekori
sang suami, pun memilih jadi pejuang LDR (long distance relationship) saja. Namun
pesan dari sang Mama, mengobrak-abrik keegoisannya sebagai seorang perempuan.
Saya tentu lekas teringat pada sosok ibunda Athirah,
ibu dari salah seorang pemimpin bangsa ini, Yusuf Kalla. Beliau sama, berdarah
Bugis juga.
Perempuan ketika sudah menikah, ia nggak bisa bermudah-mudah
untuk merengek lalu kembali pada keluarganya. Caranya membesarkan anak-anak,
memberi pengaruh besar pada kehidupan. Begitu sih, sedikit yang saya tangkap
ketika Jihan Davincka mengisahkan sosok ibundanya.
Bukan hanya membahas sisi perjalanan yang dilalui Jihan
Davincka sepanjang di perantauan saja. Kisah-kisah lain semisal dirinya yang
bisa menyaksikan orang-orang yang berenang di sungai tak jauh dari apartemennya
dalam rangka mengikuti pertandingan triatlhone saat bermukim di Athlone, Irlandia.
Taman-taman yang cantik di Tehran, dibumbui pula dengan
kisah pertemanan para perempuan pendatang di sana. Hal-hal yang membuat rindu,
bahkan soal bahasan receh lainnya.
Jihan Davincka pun mengangkat curahan hati kaum perempuan
yang sungguh masih relevan hingga hari ini. Perseteruan sesama ibu dalam
mengasuh anaknya setiap hari. Tentang mana pilihan hidup sebagai perempuan yang
lebih baik. Persaingan tiada akhir memang sih. Apalagi antara ibu bekerja dan
ibu rumah tangga.
Padahal kan, kalau ditelaah kembali, ya sebenarnya semua
sama saja. Ada plus dan minusnya tersendiri. Pun kemampuan setiap individu
nggak sama.
Banyak poin dalam buku The Davincka Code yang mengajak saya bersepakat. Setuju. Apalagi rupanya, segala intisari kehidupan tadi berasal dari pengalaman panjang.
Lalu, setelah kecele dengan cover depan buku ini, apakah
saya berhenti membacanya sampai habis? Tentu nggak dong. Saya malah menikmatinya.
Bagi saya, The Davincka Code bukanlah sebuah buku bertema travel. Lebih kepada self development alias pengembangan diri
sih yang saya dapati sepanjang menamatkan buku ini.
Perhatikan saja, bagaimana di dalam buku ini, bahasannya
lebih sering mengangkat soal kisah perjalanan hidup Jihan Davincka. Seluk-beluk
dari kota-kota yang jadi persinggahannya, lebih banyak dimunculkan dalam foto
hitam putih. Gambar yang kadang membuat saya termenung, apa sih korelasi foto
dengan ide cerita dalam tiap babnya?
Di sisi lain, pesan-pesan soal hidup di dalam buku ini tuh, beragam sekali, Termasuk gaya menulis Jihan Davincka yang membuat saya seolah mendengar langsung ceritanya. Persis kakak perempuan yang berbincang santai dengan adik perempuannya.
Terbayang oleh saya, beliau duduk di hadapan saya sembari
mengangkat secangkir teh inggris dalam cangkir putih bercorak emas. Bercerita
panjang lebar soal perjalanan yang baru saja ia lalui, hingga membawanya kembali
ke tanah air pada beberapa hari yang lalu. Begitu sih, imajinasi Ka Acha
sepanjang membaca.
Buku The Davincka Code bisa memberimu banyak kisah yang menguatkan,
terutama bagi perempuan yang memilih tangguh membersamai suami dan anak-anak di
perantauan. Membawa pesan bahwa menjadi perempuan kemudian berhenti berkarir,
bukanlah sebuah akhir. Rumah itu bukanlah tempat tertentu, melainkan suatu
keberadaan dari orang-orang yang disayang.
Judul bukunya bikin salfok, kirain the da vinci code he he he ...
BalasHapusSamaaaa. Ahahaha ... makanya dulu aku pesan pas ada jastipnya.
HapusDuh, buku perjalanan yang unik ya. Beruntung sekali bisa tinggal di beberapa negara, jadinya banyak pengalaman dan banyak kenalan juga.
BalasHapus"Seneng ya ikut suami tinggal di negara orang." Eh, itu sih kalimat yang keluar dari orang lain yang melihatnya ya. Karena, ternyata buat yang menjalaninya belum tentu senang di awal. Perlu adaptasi lebih dulu. Blognya Jihan Davinca apa mbak?
BalasHapusJihan Davincka dot com, Mba. Masih hidup ok blog beliau. Cuma nampaknya semenjak kembali tinggal di tanah air, nggak seaktif beberapa tahun lalu.
HapusAwal melihat cover buku ini yang ada di pikiran adalah ini Siapanya the davinci code? Sepupunya? Eh ternyata beda, ya.
BalasHapusSeru sepertinya mengikuti isi buku ini, dari ulasan kak acha saja sudah bikin penasaran untuk membacanya versi full
Tdnya kupikir ini buku novel kayak Davinci Code. Eh, ternyata diriku salah hehehe... Jd penasaran juga ma bukunya. Pengin tahu juga cerita perjalanan Davincka selama tinggal di berbagai kota dr berbagai negara.
BalasHapusAku juga kenal sama blog Jihan Davincka dari salah satu blogger yang suka menjelajah di dunia maya. Karena blog-blog tanpa endorsement ((kayanya yaa..)) seperti ini bercerita dengan gayanya sendiri dan beneran tekniknya mengaliirr aja gitu. Rasanya juga gak begitu memerhatikan SEO yaa.. Seperti diary digital yang bisa diakses siapa saja.
BalasHapusWaaaa ... Makin ke sini --- nggak tahu sih, mungkin memang sirkel aku aja ya Teh -- blogger yang beneran menulis tana berfokus menghasilkan cuan kok makin jarang ya? Aku kagum sama mereka yang masih menulis karena hobi berbagi begini. Ada salah satu yang kukagumi juga sampai hari ini. Tema blognya traveling. Aku yakin Teteh juga eungeuh sama blog beliau.
HapusMembaca pengalaman perjalanan orang lain kadang menimbulkan rasa ingin di hati. Kayak kota Tehran yang bersih dan kendaraan umum yang murah. Duh, kapan bisa ikutan ke sana.
BalasHapusAissssh buku begini aku sukaaaa juga mbaaa 😍😍😍. Mungkin krn aku suka traveling yaaa.
BalasHapusDuluu, pas pacaran dengan suami, krn mertuaku diplomat, aku pernah loh berharap suami masuk juga ke DEPLU, biar bisa jd diplomat 🤣😄. Aku seneng aja bayangin kalo hrs pindah2 negara begitu. Apalagi kalo udh denger cerita mama mertua pas msh penempatan di banyak kota eropa dan sebagian asia Timur.
Ga mudah, tp pastinya sisi bahagianya lebih banyak.
Sayang suamiku rezekinya memang bukan di sana 😄. Tapi at least diksh kesempatan ama Tuhan utk bisa traveling juga setiap tahun, udah alhamdulillah.
Seru ya tinggal pindah-pindah negara begitu. Jadi banyak pengalaman hidup. Btw, ada buku Jihan yang khusus tentang pengalamannya di Arab. Judulnya Bunda of Saudi Arabia, terbit indie.
BalasHapusSemoga aku dipertemukan sama buku Kak Jihan yang ini. Pengen baca juga. Solanya gaya bertutur beliau nih asik dan berasa lagi diceritain sama sosok kakak sekaligus teman aja gitu.
HapusDari bugis ke irlandia.... seseru apa perjalanan hidup mbak davincka aku jadj penasaran...
BalasHapusHihi lucu ternyata ibu2 di Athlone sama aja kaya di kita yaa.. compare pola asuh dan persaingan hihi...
Ini buku keluaran 2013? MashaAllah. Kalau baca review di atas, sepertinya apa yang sudah dituliskan tuh masih relate banget dengan kondisi sekarang ya. Saya kebayang juga bagaimana seorang wanita karier akhirnya "harus mengalah" demi mendampingi suami mencari nafkah dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik di negeri orang. Saya pun jika dalam posisi ini tentu akan mengalah. Apalagi kan dengan berada di negara-negara baru kita bisa mengeksplor wisata dan menjadikannya buku yang berkualitas seperti The Davincka Code ini.
BalasHapusiya kirain ada kaitannya dengan Da Vinci Code, ternyata sama sekali nggak ada.
BalasHapusTapi kalau dari baca reviewnya ini, kisah-kisah yang dituliskan mbak Davincka ini menarik juga untuk di simak
keputusan yang mendatangkan berkah ya?
BalasHapusDaripada LDR lebih baik ikut pindah dengan suami walau repot dan ternyata berbuah pengalaman yang sangat bagus untuk ditulis
Baru buka langsung mikir kok judulnya salah tulis. Baca paragraf pertama baru ngeh. Wkwkwk.
BalasHapusMenarik sekali. Memang ya kalau punya pengalaman menemani suami bekerja di luar negeri pastinya kaya pengalaman baru, dan untungnya kok mau menjadi blogger. jadi sangat terasah kan kemampuan menulis dan strory telling-nya.
Kereeeennn ini ide judul bukunya, jadi keingat terus, gegara Davinci Code :D
BalasHapusMenarik ya bukunya, paling suka baca buku yang ditulis dari pengalaman pribadi diri sendiri.
Menginpirasi banyak orang banget :)
Selalu suka baca buku semacam ini. Berasa ikut travelling. Selain itu jadi tambah banyak wawasan tentang suatu tempat. Apalagi jika penulisannya detail. Hmmm hanyut.
BalasHapusApapun keputusan yang kita ambil adalah sebuah pendewasaan dalam mengenal karakter pasangan yaah.. salut banget membaca buku The Davincka Code dengan segala keputusan yang bisa diambil hikmah bagi pembacanya.
BalasHapus