Novel Fantasi Majava : Sebuah Dunia Berlatar Lokal Sunda

Sebenarnya novel fantasi Majava karya SJ Munkian ini sudah pernah tayang di akun Instagram khusus buku yang Ka Acha kelola, @bacha.santai. Tayangnya pun sudah cukup lama. Sekitar bulan-bulan awal di tahun ini.

Saya baru tersadar kalau buku fiksi fantasi tema lokalitas satu ini malah belum sempat muncul di label Baca dari Taman Rahasia Cha. Wah ... kemana saja sih saya sejauh ini?

novel fantasi lokalitas Majava

Tapi ... nggak apa-apa. Buku ini belum basi. 

Kisah yang dihadirkannya masih begitu melekat dalam ingatan saya selaku penyuka genre fantasi. Sebelas dua belas sama novel berjudul Winter Tea Time yang sesekali masih suka saya hampiri blog post-nya untuk mengenang, perasaan macam apa yang dihadiahkan oleh novel lokal tersebut pada saya selaku pembaca. 

Sebelum membincangkan Majava lebih jauh, seperti biasa, Ka Acha mau mengenalkan kamu sama novel fantasi lokal yang mengusung budaya lokalitas Jawa Barat ini. Bersiap ya ....

Profil Novel Genre Fantasi : Majava

Judul            : Majava

Penulis        : SJ Munkian

Penerbit     : Lontar Digital Asia (BITREAD)

Cetakan       : 2024

Tebal            : 266 halaman

ISBN             : 978-623-224-716-1

Blurb Novel Fantasi Majava Karya SJ Munkian

Pasca mengikuti Ritus Pinilih : ritual kedewasaan yang wajib diikuti bagi yang cukup umur. Sangsaka dan Kalinda mendeklarasikan akan menjadi Majava, hal itu sontak menimbulkan polemik. Bagai percik api di lumbung jerami kering yang siap menghuru-harakan tanah kelahiran mereka. 

Majava adalah dongeng sebelum tidur untuk anak-anak nakal. Majava adalah momok bagi orang dewasa yang melanggar tiga belas perintah. Majava adalah kontrol sosial. 

Bersamaan dengan itu, ada pihak yang menunggangi, berupaya menjadikan Sangsaka dan Kalinda sebagai sumbu untuk membakar dan mengganti tatanan lama pemerintahan yang dianggap terlalu ajek dan kuno. Demikian, perang berdarah tak terhindarkan. 

Maja (va) manifes dari buah dan nasib yang pahit. (Ma) java, bahwa tidak ada kekusaan yang hadir tanpa mengorbankan. 

Rekomendasi Pembaca untuk Novel Majava

Di tangannya, sebuah ide cerita bisa menjadi fantastis. Dengan "universe" baru yang diciptakannya, sebuah cerita bisa menjangkau tidak hanya ke pikiran pembaca, tetapi juga atmosfer penikmat karyanya. Buku yang sedang anda baca ini adalah capaian berikutnya dari karya SJ Munkian.

Dr. M. Irfan Hidayatullah S.S, M. Hum., 

(Dosen, Penulis, dan Dewan Pertimbangan FLP)

Sebuah jalinan kisah yang indah dan mengharukan, menggabungkan nilai-nilai budaya, adat istiadat, spiritual, dan kepercayaan yang melekat di masyarakat. Resapilah kisah Majava dan temukan makna di dalamnya.

Rizky Mirgawati

(Blogger Buku dan Bookstagrammer)

Majava adalah karya fantasi bermutu yang memadupadankan kearifan lokal, budaya, moral. dan spiritual dalam dunia imajinasi yang luar biasa. Konfliknya begitu apik dan mampu membuatmu tercengang!

Melody AMPv

(Penulis, Pengajar, dan Pendiri Komunitas Fantasia Indonesia)

Mencicipi Universe yang Dibangun SJ Munkin dalam Majava

Saya termasuk sebagai pembaca yang walau mungkin tak selalu hadir, namun begitu mudah dibuat jatuh hati oleh karya dari SJ Munkian. Dulu sekali, beberapa tahun lalu, saya pun pernah terlibat dalam blogtour dari buku beliau yang berjudul Arterio.

Novel fantasi yang mengisahkan tentang kisah berbalut dunia medis tersebut, di tahun ini juga mengeluarkan seri lanjutannya. Masih berada di bawah naungan penerbit yang sama dengan novel sebelumnya, termasuk dengan novel Majava ini, BITREAD. Kalau kamu ingin cari tahu, bisa mampir ke akun BITREAD atau colek langsung penulisnya ya.

Bila di Arterio, kisah romansa yang saya nikmati cukup tipis, di Majava ini benar-benar bold. Kalau kamu masuk dalam kategori pembaca romance, atau sedang menjajal bacaan fantasi lokal yang kisah dan dunia yang dibangunnya benar-benar mudah dinikmati, Majava bisa jadi salah satu pilihan bacaan kamu.

Seperti yang Ka Acha sampaikan -- bahkan sengaja saya sematkan di bagian judul -- kalau novel fantasi Majava ini merupakan sebuah dunia fantasi yang berlatar Jawa Barat alias Sunda. Sebagai yang numpang besar di tanah Jawa Barat -- keluarga saya perantau ya -- ada kenikmatan tersendiri sepanjang membaca buku ini.

Kisah cinta antara Sangsaka dan Kalinda dalam novel Majava, berlangsung di sebuah tanah bernama Lembah Sarongge. Sebuah wilayah yang didiami oleh kedua suku yang sebenarnya, bila ingin ditarik garis lurus, punya akar yang sama. Bahkan memiliki kebiasaan yang serupa. 

Lembah Sarongge yang hijau subur makmur ini, dibelah oleh Sungai Kanuha. Keberadaan aliran air ini pulalah yang jadi pembatas antara wilayah Suku Vanantara dan Suku Varsha, orang-orang yang mendiami Lembah Sarongge.

latar novel fantasi Majava - SJ Munkian

Suku Vanantara sendiri, menghuni bagian timur dari Sungai Kanuha. Vanantara bermakna "hutan". Wajar bila peradaban yang dibangun oleh suku ini, begitu lekat dengan budaya hutan.

Di sisi barat Sungai Kanuha, berdiam masyarakat dari Suku Varsha. Nama Varsha sendiri, berarti "hujan". Tentu, peradabannya pun memiliki perbedaan. Pakaian dari suku Varsha lebih berwarna ketimbang yang biasa dipakai oleh orang-orang dari Vanantara.

Sekelebat, saya jadi teringat pada suku Baduy yang mendiami salah satu wilayah di provinsi Banten sepanjang membaca. Makin kuat imajinasi saya karena suku pedalaman tersebut pun terbagi menjadi dua wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai juga. Mohon koreksi jika Ka Acha keliru, ya.

Entitas yang menyatukan suku Vanantara dan Varsha ini adalah Vitarah, dewa mereka. Masyarakat Lembah Sarongge begitu taat memujanya setiap hari. Kitab Kanun yang berisi sajak-sajak kalam dari Viatarah pun dipegang teguh oleh kalangan Vanantara dan Varsha.

Sejauh ini, kelihatannya kedua masyarakat ini baik-baik saja kan? Lalu, ada masalah apa yang melibatkan Sangsaka dan Kalinda?

Ya ... Sangsaka dan Kalinda, selayaknya sepasang muda-mudi yang dimabuk cinta, berniat untuk menyatukan perasaan mereka dalam sebuah pernikahan sakral atas nama Vitarah. Bukankah pilihan ini merupakan hal yang baik?

Sayangnya, Sangsaka berasal dari suku Vanantara. Sementara Kalinda, merupakan anak dari pemimpin suku Varsha. Kedua suku di Lembah Sarongge ini pantang untuk dipersatukan dalam sebuah pernikahan. Kedua suku tak akan ada yang mau menerima keduanya. Bahkan sejak awal, keluarga Sangsaka dan Kalinda jelas menentang.

Makin lama keduanya mendewasa, makin matang rasa cinta yang mereka rasakan, maka pada ritual Ritus Pinilih yang jadi ajang untuk menemukan jodoh, keduanya sepakat atas pilihan hidup bersama. Mereka akan menjadi Majava, orang-orang terbuang, dikucilkan.

quote novel Majava - SJ Munkian

Keluarga jelas menentang. Ketika palang batas dilanggar, sudah dipastikan kalau Vanantara dan Varsha akan terlibat dalam pertikaian panjang. 

Tarum, sebuah bangunan yang berada di tengah-tengah Sungai Kanuha. Bangunan yang menjembatani kedua suku Vanantara dan Varsha, telah lama memperjuangkan akan kedua suku tersebut bisa dipersatukan.

Toh, mereka memuja dewa yang sama, bukan? Dewa dalam rupa patung Vitarah. Pun mereka menjadikan kalam-kalam sajak dalam Kitab Kanun sebagai tuntunan hidup, juga dongeng pengantar tidur setiap anak di Vanantara dan Varsha.

Maka dari itu, orang-orang Tarum menghadirkan kitab undang-undang bernama Pestaka. Kitab yang dijunjung sebagai pemersatu untuk Vanantara dan Varsha agar masyarakat Lembah Sarongge berhenti saling mengistimewakan suku masing-masing.

cuplikan novel fantasi lokalitas Majava

Maka kisah cinta antara Sangsaka dan Kalinda inilah yang kemudian dijadikan salah satu sumbu untuk memercik api di antara Vanantara dan Varsha. Kedua suku yang saling merendahkan orang-orang yang berbeda suku dengan mereka.

Hingga, apabila ada yang memutus aturan nggak tersirat tadi, ia akan masuk ke dalam kaum Majava. Orang-orang yang nggak akan diterima, baik di Vanantara maupun di tanah Varsha. Bahkan dianggap "kotor" bila memasuki wilayah mereka, pun mendekati tepian Sungai Kanuha.

Para Majava nggak akan punya tempat untuk hidup layak sebab mereka dibuang ke Hutan Larangan. Sebuah tempat yang meyajikan kehidupan liar dan dipastikan mereka akan kesulitan bertahan hidup. Nggak ada sumber makanan, bahkan nggak ada tanaman yang bisa tumbuh kecuali pohon Maja.

Selain dianggap mati, sosoknya pun akan dianggap nggak boleh hidup. Dengan kata lain, menjadi Majava berarti hidup namun dianggap telah lama tiada, atau ... nggak pernah hadir ke dunia.

Apa iya, Sangsaka dan Kalinda sanggup menanggung konsekuensi tersebut atas nama cinta? Apa benar, cinta setinggi itu maknanya di hati keduanya? Lalu, perang macam apa yang tanpa sadar telah mereka sulut antara Vanantara dan Varsha, hanya karena saling jatuh cinta?

Novel Fantasi Majava Bukan Hanya Membahas Soal Cinta Dua Anak Muda

Banyak banget rasa yang dibawa dalam novel fantasi Majava ini. SJ Munkian nampaknya sudah memperkirakan, kalau Majava bukan hanya akan nyaman untuk dinikmati oleh pembaca fantasi lokal, bahkan umum. 

Penyebutan Ambu dan Abah dalam Majava, lekat mengingatkan saya pada budaya Sunda. Penggunaan pakaian dari suku Vanantara dan Varsha, gaya bertutur di keseharian kedua suku ini, semuanya terasa Sunda sekali. Makanya sempat saya sebut tadi, kalau Ka Acha jadi teringat pada Suku Baduy.

Penulisnya yang memang lahir dan besar di Bandung, menghadirkan dunia yang lekat sekali dengan kehidupan keseharian masyarakat Sunda. Gambaran bentang alam dari Lembah Sarongge pun makin terasa dekat untuk pembaca yang besar di lingkungan pergaulan masyarakat Jawa Barat, seperti saya.

Bahkan beberapa ritual mereka dalam rupa tarian pun, sedikit banyak mengingatkan saya pada beberapa materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru tari saya sepanjang menari Jaipong, dulu sekali.

Novel fantasi Majava benar-benar saya rekomendasikan bagi kamu yang suka baca fiksi romance. Novel Majava menghadirkan cerita antara Sangsaka dan Kalinda yang bukan cuma bawa senyum, tapi di beberapa bagian, saya menangis tersedu-sedu. Sementara di bagian lainnya, saya dibuat menahan napas, ternganga, termasuk geleng-geleng kepala dengan tingkah para tetua yang hidup beranak-pinak di Lembah Sarongge ini.

Seperti yang disampaikan sama Melody AMPv di atas, bersiaplah kamu dibuat tercengang oleh novel fantasi Majava. Saat kamu membaca bagian prolog-nya, bisa jadi, kamu juga nggak bisa berhenti baca seperti yang saya alami sepanjang memegang buku Majava di tangan saya.




Komentar

  1. Ternyata kak Acha pernah belajar tari Jaipong? Keren banget kak, sangat all out sekali mendalami budaya sunda bahkan belajar tariannya.

    Setelah baca review dan ulasan yang sangat menarik dari kakak, jujur saja ku ingin segera baca buku novel fantasi Majava. Untuk pembelian buku ini apakah ada di toko buku gramedia atau beli secara online dimana?

    BalasHapus
  2. Sangat, sangat suka sekali buku yang mengambil latar kearifan lokal kaya gini. Tak banyak penulis yang berani mengambil sudut pandang kearifan lokal yang kental apalagi dibuat fiksi. Ada yang bilang kalau kearifan lokal dibuat fiksi itu jadinya nggak pakem lagi. Tapi, aku justru suka dengan universe yang diambil dari unsur kedaerahan gini. Ahhh, pengen baca. :D

    BalasHapus
  3. Sebagai orang yang tinggal di tanah Sunda, saya merasa ketinggalan sekali karena belum membaca Majava. Haduh.. kemana saja aku ini, ya.. Padahal ceritanya sangat lekat dengan tanah Parahyangan ini.
    Fix dari ulasan Kak Acha saja sudah keren ide ceritanya. Bikin penasaran ending-nya gmana lagi.. huhuhu

    BalasHapus
  4. Majava hadir sebagai angin segar di ranah fantasi Indonesia! Dengan latar budaya Sunda yang kental, novel ini menawarkan pengalaman membaca yang unik dan memikat. SJ Munkian berhasil meramu mitos dan kepercayaan lokal menjadi sebuah kisah yang seru dan menegangkan. Wajib dibaca bagi pecinta fantasi dan budaya Nusantara!

    BalasHapus
  5. Wah lama ngga baca novel fantasi nih, apalagi kalo genre romance tuh yaaa pasti bikin senyum-senyum sendiri. Pasti juga ada bagian yang bikin tersedu-sedu yah. Wah ngga sabar deh membaca yang bikin penasaran sampe ngga bisa berhenti kek baca Majava ini.

    BalasHapus

Posting Komentar